hello, praha!

1600 Words
Badan lelaki itu begitu jangkun. Dadanya bidang dengan jas hitam dan jubah yang menutupi. jubah panjang hingga menutupi lutut berwarna navy yang terbuat dari kulit bludru.  Kerahnya tinggi dengan bross mahal di sisi paling atas kancingnya yang  Menandakan stratanya yang pasti sangat tinggi. Aroma tubuh lelaki itu sangat mahal dan maskulin. seperti perpaduan aroma lavender disaat terik matahari. aku mencium aroma kebahagiaan yang menenangkan. untuk pertama kali aku terpaku, senyumanya yang manis diantara tatapannya yang sendu. dia lelaki tua yang tidak nampak tua. ah, ada apa denganku. mengapa aku menjadi septerti ini. apakah aku sedang merasakan meriang, mengapa tiba-tiba aku merasa sangat gugup. ya, aku gugup karena pandangannya yang sangat hangat. pandangan mata yang tidak pernah aku lihat sebelumnya.  Aku menutup pintu ketika beliau sudah masuk rumah. Beliau mengikutiku yang mengarahkannya masuk kedalam ruang tamu dan dapur yang menjadi satu. segera aku Menyiapkan semua makanan diatas meja selama ibu dan lelaki itu berbicara di ruang tamu. Tawa mulai keluar diantara mereka. Sangat renyah. Aku menyukai nada suaranya yang tinggi. Dan mata violetnya berkali kali berdelik ke p******a ibu. dan yeah Semua lelaki sama saja, dia mmungkin terlihat berkelas dan elegan saat berdiri di ambang pintu. hanya saja niatnya tetaplah sama, mencari p*****r untuk di tiduri.  Saat waktu makan malam. Aku menuangkan air ke dalam gelas mereka. Ibu dan paman Zyan duduk berhadapan. "Kau tidak duduk bersama kami nak?" Tanya lelaki itu membuatku terkesiap. Nak Nak Nak Aku baru ingat kalau dia sepantaran dengan ayah. Mungkin umurnya sudah 36 atau 37. Dia terlalu tua buatku, bagaimana aku bisa mengaguminya seperti ini? Aku melihat ibu yang memberikan kode agar aku segera pergi dari ruangan itu. sebuah kode dimana matanya mendelik kearah lain, aku cukup paham kode bila ibu ingin bermesraan dengan pasangannya. dan aku cukup paham apa yang perlu aku persiapkan untuknya.  aku mencuhkan pertanyaan lelaki itu dan memilih untuk meninggalkan mereka berdua. Aku segera pergi meninggalkan mereka berdua. Masuk kekamar mandi dan mengguyur badanku yang lusuh. ya, pancuran air yang gemercik membuat badanku yang lelah sedikit beristirahat. sedihku, amarahku serta lelahku seperti terhapus oleh guyuran air yang menyegarkan.  tak lama berselang, Setelah mandi. aku memakai pajama untuk tidur, disebelah mejaku terdapat salip yang bersanding dengan bible milik ayah. Seperti malam malam sebelumnya aku berdoa untuk ayah. dalam hidup aku memang tidak . pernah mengenalnya, atau mungkin merasakan dekapannya. tapi melalui buku harian yang dia Dan membaca cerita yang dituliskan ayah ulis aku yakin ayahku adalah orang yang hangat dan memiliki ketulusan yang menyerupai malaikat. entah sudah berapa kali aku menyelesaikan membaca buku harian ayah. yeah, tentu buku harian ayah yang lebih banyak berksiah tentang petualangan-petualangannya sebagai seorang perwira kapal. hal yang paling aku sukai adalah saat ia menceritakan tentang pertemuannya dengan ibu. sangat amat romantis, yaa walaupun yang dituliskan ayah nampak begitu klise dan tidak seperti penampakan ibu yang seharusnya. Ayahku adalah seorang perwira kapal sedangkan ibuku adalah seorang kembang desa yang digilai banyak lelaki. suatu hari di liburan musim panas ketika ayahku datang mengunjungi kampung halamannya. Beliau diajak oleh sahabat-sahabatnya untuk menikmati hiburan malam terbesar di Vienna. Malam itu Ayahku datang bersama dua orang sahabatnya Zyan dan juga Paman Eugine yang rumahnya tidak jauh dari kediaman kami. malam itu ibuku yang diajak oleh paman Zyan untuk ikut bergabung. malam yang menjadi perkenalan manis bagi ibu dan juga ayahku. aku tidak membayangkan apa yang sedang berada didalam pikiran ibuku. maksudku, yah ayahku adalah seorang perwira yang tampan, juga memiliki pangkat juga terkenal kaya raya dan pemberani. ya jelas predikat pemberani ia dapatkan karena ia telah mengarungi banyak samudra dan juga telah menakhlukkan banyak daratan tak berpenghuni. yang aku tidak habis pikir mengapa ayahku begitu jatuh hati kepada ibuku yang kecentilan itu. bisa saja dia mendapatkan seorang perempuan yang normal dan baik-baik saja. bukan seorang perempuan gundik yang sellau centil dengan banyak laki-laki. ya secantik-cantiknya ibuku. yeah, ayahku memangil ibuku dengan panggilan bidadari surgaku. tapi harusnya ayah bisa mencari perempuan yang setidaknya menggunakan sedikit otaknya. setidaknya bisa saja ayahku mencari perempuan yang elegan dan bisa membaca dan tidak hanya menggunakan parasanya untuk mendapatkan keuntungan. aku menarik napas panjang, memikirkna hal ini membuat kepalaku tidak bisa digunakan kembali. aku memilih untuk memejamkan mataku, memilih untuk mendengarkan desahan dari ibu dan berusaha untuk mengabaikannya.  Sebelum akhirnya aku tidur, seperti tidur dengan damai. Pagi datang menyapa lebih cepat. Ibu mengetuk pintuku kasar. Aku segera bangun, lalu mengerjakan pekerjaan rumah. Aku lupa kalau Aron telah tiada. Sehingga sisa makanan semalam yang seharusnya untuk kuda kesayanganku kumakan. Rasanya masih enak. ibu memintaku untuk menggosok perapian karena mungkin saja beliau ingin menhabiskan beberapa waktu untuk duduk di perapian. ya, perapian dirumah kami adalah yang paling mahal. ibu sering melakukan adegan seksual yang panas di depan perapian. setelah itu aku membersihakn kandang aaron yang sudah kosong. hanya ada beberapa ayam jalanan yang sengaja kupeihara meskipu aku tahu mereka tidak akan bertelur. Setelah membersihkan kandang dan rumah. Aku segera masak, lelak i itu dan ibu bangun sangat siang. Hingga makanan hampir dingin. Ibu menggunakan lingerie dan lelaki itu hanya mengubet badan bagian bawahnya dengan kain. Entahlah mungkin itu selendang. "Kita belum berbincang sejak kemarin" ujarnya. Ketika aku menaruh kue pancake hangat dipiringnya. Ibu melirik, aku tahu aku harus pergi. "Ayolah makan bersama kami" ajaknya. Berjalan untuk mengambil piring. "Sudah ikuti maunya" ujar ibu berbisik dengan nada penuh penekanan. dengn patuh Aku menaruk kursi disebelahnya. Dia mengambilkan piring untukku. Aku mengambil pancake. Lalu memakannya dalam tundukan. "Kupikir matamu akan biru seperti Joshua. Tapi ternyata warna matamu brown menggoda seperti ibumu" ujar lelaki itu membuat ibu bergeluget seperti cacing. "Kau harus meralat kata katamu" ujarku menghentikan makan. "Mata adalah cerminan hatimu. Jika ibuku menggunakan matanya untuk menggoda lelaki. Aku menggunakan mataku untuk melihat dunia ini". Lelaki itu tersenyum. "Kau mengingatkanku pada Joshua" tatapannya berbinar. "Joshua bukanlah orang yang ingin dikalahkan. Dan kata katanya sangat menghukum" cerita lelaki itu. "Aku benar benar merindukan sahabat konyolku itu" ujarnya terkikik. Ibu ikut terkikik. Dan entah mengapa aku merasa marah ketika ia mengejek ayahku. ya, bagaimana bisa dia menjelekkan ayahku dan memujinya dengan waktu yang bersamaan.  Aku segera menghabiskan makananku sebelum  berjalan pergi meninggalkan mereka berdua. aku masuk didalam kamarku, melanjutkan pekerjaan menjahit baju-baju ibu yang sobek. seketika pintuku yang kukunci rapat di ketuk, aku membukakan pintu dan ia adalah lelaki itu yang mengetuk. "Ikutlah bersama kami" ajak lelaki itu. Aku berhenti. "Tidak mau. Kau membeli ibuku, bukan aku" ujarku dengan penuh arogansi. Dia diam. Mata violetnya menatapku tajam. "Kau adalah anakku Vanessa" ujarnya. Aku bergetar. "Aku telah berjanji pada Joshua untuk menjaga kalian". "Itu artinya kau akan menikahi ibuku?" Tanyaku. Lelaki itu tertawa. "Aku bukan lelaki yang mempercaya pernikahan. Dan ibumu, dia tidak suka hanya dengan satu lelaki. Dia itu jalang sejak muda" ujar lelaki itu mencemooh. "Oh, ibuku memang jalang. Dan kau b******n" ujarku ketus lalu pergi. Lelaki itu menarik tanganku kasar. Tapi langsung mengendur ketika aku berdiri didepannya. Dia menatapku. "Lalu kau adalah anak seorang jalang?" Tanyanya. "Bukankah kau harusnya malu memiliki ibu seorang p*****r murahan?". Aku menatap matanya penuh emosi. "Enyahlah" judasku. Dia menarik tanganku lagi, dan seketika tanganku terayun diwajahnya. Kakiku menendang bagian belakang lututnya membuatnya terjatuh seketika. Lalu aku berjalan pergi. Entahlah aku terlalu membencinya. Itu adalah pertemuan terakhirku dengan lelaki b******k, dan juga pertemuan terakhirku dengan ibu. Apakah aku mencari ibu? Tidak. Aku tidak mencarinya, aku tidak memiliki nafsu untuk mencarinya. Dia telah bahagia dengan kehidupannya dengan si biadap itu. Melupakanku dan melupakan ayah. Meski beberapa kali ia mengirimkan surat meski tidak rutin. dia banyak menceritakan seberapa hidupnya bahagia bersama Zyan pujaan hatinya. ia sering menegaskan bahwa ia hidup jauh dari kemiskinan dan jauh dari kesulitan. beberpaa kali ia memaksaku untuk datang ke Praha.   hidupku tanpa ibu semakin ringan meskipun Dibeberapa malam ada banyak lelaki yang mengantri. Aku sudah katakan ibuku telah pergi. Beberapa kali pula aku hampir diperkosa tapi untungnya aku jago memukul. Aku adalah petarung yang handal. berjalannya waktu Kehidupanku makin bebas dan liar seiring bertambahnya usiaku. Bekerja di sebuah kedai bir, bertemu dengan banyak orang. Liar disini bukan dalam negative. Aku katakan aku tidak seperti ibuku. Mungkin aku hanya merokok dan minum bir. Bir dari anggur merah vienna adalah yang terbaik. Orang orang yang mampir dan berkenalan denganku juga mereka yang banyak mengajariku tentang hidup dan kehidupan. Suatu hari aku bertemu dengan rekan sebayaku dari bar. Dia adalah orang amerika. Dan dia yang membawaku kesebuah cerita yang sakitnya tiada tara, rasa menginginkan yang terlalu egois, dan sebuah cerita dimana aku adalah seorang antagonis. "Kau muda dan kau cantik. Kau pun pintar. Hidup terkungkung di bar kotor ini menyia nyiakan kehidupanmu" ujar samuel. Aku tertawa sembari mengisap rokokku. "Lalu apa yang kau inginkan dariku?" Tanyaku meremehkan. "Ikutlah aku ke praha. Kita bisa belajar banyak hal disana. Vienna memang terlalu kejam untuk kita" ujarnya. Aku mengangguk setuju. "Memang sudah saatnya aku keluar dari rumah. Mencari saudagar kaya untuk dinikahi. Umurku sudah 18 tahun" ujarku terkikik. 18 tahun Aku menarik napas. Sudah sangat lama ibu meninggalkanku. Haruskah aku mencarinya. Keluar dari Vienna, keluar dari rumah ayah, keluar dari zona nyaman. Haruskah? Aku keluar kedai saat hampir pagi. Sam membantuku membereskan perkakas. Banyak buku ayah yang tak kubawa bersama. Tapi liontin ayah dan ibu serta aku saat bayi selalu melingkar dileherku. Kami pergi dengan menggunakan kereta. seumur hidupku aku belum pernah pergi sejauh ini. aku belum pernah menggunakan kereta. ya aku tahu kereta, mungkin beberpa kapal laut hanya dari buku harian ayah. tapi pergi dan melkaukanny sendiri merupakan pengalaman yang masih sangat baru untukku. ya aku tahu ini gila, hanya saja aku memerlukan pengalaman ini dalam hidup. ya setidaknya agar aku tidak membiasakkan otakku terkungkung hanya dalam satu tempat.  Aku dan sam membawa koper yang cukup besar. Kami ke Praha tanpa tujuan, tanpa uang yang banyak. Hanya membawa diri dan mengikuti dimana kaki melangkah. "Aku hanya memiliki 2 keping emas. Kau satu dan aku satu" ujarnya ketika di kereta. Yang kami inginkan hanya satu. Sukses di Praha apapun caranya. Dan inilah cerita kedewasaanku dimulai.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD