bc

I'AM NOT A b***h (Bahasa Indonesia)

book_age16+
2.0K
FOLLOW
10.8K
READ
dark
escape while being pregnant
goodgirl
maid
drama
bxg
city
like
intro-logo
Blurb

Biasakan tap love sebelum baca agar ceritanya tidak hilang, happy reading ....

[NC WARNING] CERITA INI MENGANDUNG UNSUR KEKERASAN DAN BEBERAPA KONTEN DEWASA, HARAP BIJAK DALAM MEMBACA!

Kenzo Alastair, lelaki yang dikenal sebagai perayu ulung karena selalu bergonta-ganti pasangan. Wajah tampan, dari keluarga terpandang dan memiliki sifat yang memikat membuatnya tak pernah gagal dalam menggoda wanita ... sampai ia bertemu dengan Zia Elina.

Awalnya Kenzo hanya penasaran dengan gadis itu. Ia hanya menganggap Zia sebagai gadis lugu dan mainan sebelum ia mendapatkan hal baru yang lebih menyenangkan. Tapi di balik penampilannya yang sederhana, ternyata Zia adalah sosok gadis yang cerdas dan pemberani.

Akankah Kenzo dengan gelar "Sang Pangeran Penggoda" akan mampu memikat hati Zia, atau malah keadaan akan berbanding terbalik?

Edited cover by Sanaphire

Image by Pixabay

Font by Canva (Playlist Script)

chap-preview
Free preview
Satu : Persiapan Pesta
"Buang saja baju-baju mengerikan itu!" hardik Vivian Delbert, majikan sekaligus teman lama Zia Elina, kepadanya. "Apa yang salah dengan baju-baju itu, Miss?" kata Zia sopan. "Jangan kau pikirkan, singkirkan saja!" ulangnya. Dengan telaten, Zia mengambil beberapa gaun yang ia jejerkan di atas ranjang lalu mengembalikannya lagi ke lemari baju majikannya. "Zia ..., " panggil Vivian. Gadis itu menoleh ke arah Vivian, lalu bertanya, "Ada apa Miss?" "Tawaranku kemarin masih berlaku untukmu jika kau mau dan menyetujuinya." Vivian menengadahkan kepalanya ke langit-langit kamar. "Saya tidak bisa, Miss." Zia menundukkan kepalanya ketika menjawab. Gadis itu memilin gaun yang ia kenakan dan menggigit bibir bawahnya tanda dirinya sedang gugup. "Lebih baik tinggal di sini dan menjadi Miss Delbert bersamaku, daripada harus tinggal di desa kecil itu bersama ayahmu yang ... yah kau tahu sendiri bukan?" Sebenarnya Zia dengan senang hati akan menerima tawaran dari teman sekaligus majikannya ini. Namun ia ragu. Ia tak tega meninggalkan ayahnya hidup sendirian di desa. Meskipun lelaki tua itu kerap menghajar dirinya jika ia tak memberikan uang padanya. Sebenarnya Zia juga termasuk salah satu dari keluarga terpandang di desa itu. Keluarganya memiliki banyak aset di kota. Namun segalanya harus lenyap ketika sang ibu meninggal dunia. Ayahnya menjadi pemabuk dan sering berjudi. Meninggalkan bisnis keluarga sang ibu hingga membuat mereka harus mengalami kebangkrutan. Tak hanya itu, sang ayah juga sering sekali bermain dengan wanita. Bahkan beberapa wanita bayarannya, kerap lelaki itu bawa ke rumah. "Kapan Anda akan kembali ke kota, Miss?" Zia mencoba mengalihkan topik pembicaraan. "Apa kau sedang mengalihkan pembicaraan?" tanya Vivian, ia tampak marah. Zia hanya menggelengkan kepalanya. Wajah gadis itu masih tertunduk menatap lantai. Vivian berdiri. Ia mulai melangkahkan kakinya perlahan, menghampiri Zia yang bergeming di tempatnya. Wanita itu mengangkat dagu Zia dengan jari telunjuknya. Kedua wanita itu kini saling bertukar pandang. "Kau tahu? Kehidupan di desa lebih menyenangkan dari pada kota yang memuakkan itu. Bahkan di sana aku tidak bisa bertingkah sesuka hatiku." Vivian berbalik, kembali berjalan menuju ranjangnya lalu duduk lagi di sana dengan tenang. "Lagi pula, sebentar lagi pestaku akan di mulai. Jadi untuk apa memikirkan pulang ke kota?" imbuhnya. Zia hanya menganggukkan kepalanya tanda paham. Tiba-tiba Vivian berjalan keluar dari kamarnya. Ketika wanita itu menuruni tangga marmer rumah keluarga Delbert, ia dihadapkan pada kekacauan yang sama sekali tak terkendali. Para pelayan sibuk berjalan ke sana dan kemari. Mereka membawa keranjang-keranjang dengan isi berbagai jenis bunga, kursi-kursi berlapis emas, dan nampan-nampan perak berukuran sangat besar. Zia yang mengekori Vivian tampak terkejut. Ia tak menyangka pesta yang diadakan oleh Vivian akan sebesar itu. "Astaga, kenapa mereka semua sangat lelet?" gerutunya pada Zia yang sekarang berdiri di sampingnya. "Berapa tamu undangan yang akan anda jamu malam ini, Miss? Bukankah ini terlihat berlebihan?" tanya Zia spontan. "Kalau semua tamu yang aku undang datang, maka ... dua ratus tamu malam ini," ujarnya dengan nada bangga. "Lagi pula ini tampak bagus, tidak ada yang berlebihan, Zia." "Sebaiknya Anda kembali ke kamar untuk menyelesaikan riasan Anda, Miss!" usul Zia. Vivian setuju, lalu mereka kembali ke kamar Nyonya Delbert itu. Zia adalah salah satu pelayan Vivian, namun wanita itu tak pernah menganggap Zia sebagai pelayan. Melainkan sebagai saudaranya sendiri. Hal itu terkadang membuat Zia menjadi tak enak hati karena perlakuan Vivian yang membedakannya dengan pelayan lain membuatnya sering digunjing oleh hampir seluruh pegawai di rumah Vivian. Vivian menyuruh Zia untuk memanggilkan penata rambut dan penata rias yang sudah ia sewa. Dengan patuh, Zia melaksanakan perintah. Gadis itu berdiri di samping Vivian yang tengah dirias. Vivian Delbert. Ahli waris tunggal keluarga Delbert, sedang duduk di meja rias, menatap pantulan bayangannya di cermin. Sementara penata riasnya tengah sibuk menata rambutnya. Penampilannya tidak pernah membuat dirinya puas, padahal, pada kenyataanya sangat luar biasa. Hingga membuat Zia terkadang jadi merasa rendah diri. Vivian Delbert, wanita yang digadang-gadang terkenal sebagai salah satu wanita tercantik yang ada di Inggris. Dari rambut pirangnya yang mengkilau, sampai mata hijaunya yang jernih, kulit yang mulus, hidung bangir, wajah bersinar tanpa pori-pori, serta bibirnya yang s*****l saat tersenyum. "Aku tak pernah melihat satu bintik pun di kulitnya seumur hidupku," batin Zia masam. Dia wanita bertubuh mungil, halus, cantik yang berusia dua tahun lebih tua dari pada Zia yang berusia dua puluh lima tahun. Vivian menatap pantulan dirinya di cermin seperti cara Zia menatap pantulannya sendiri. "Aku sungguh terlihat mengerikan!" rengek Vivian pada Zia dengan nada sedih. "Kenapa setiap kali aku mengadakan pesta, aku selalu terlihat lelah setengah mati?" imbuhnya. Ia menatap Zia lewat pantulan di cermin. "Kau terlihat cantik, Miss," puji Zia singkat. Ia berencana untuk pulang setelah Vivian selesai merias diri. Tentu saja ia melakukan hal itu karena ia sudah tahu jika Vivian pasti akan mengajaknya untuk bergabung dalam pestanya. "Aku hanya berharap agar pestanya berakhir dengan lancar .... " Zia menggantungkan kalimatnya. Memasang wajah sedih padahal dalam hati ia berdoa agar terbebas dari pesta yang diadakan Vivian. "Oh, tidak!" protes Vivian. Wanita itu berbalik dan melotot pada Zia. Membuat penata riasnya kesal karena rambutnya jadi tidak rapi. "Kau tidak boleh pulang! Apalagi di menit-menit terakhir dengan alasan ayahmu lagi sama sepertu dulu. Aku ingin kau menemaniku menjamu para tamu malam ini!" titahnya mutlak. Zia duduk di sebelah kaki kursi majikannya. Menatap bayangan Vivian di cermin. Pantulannya muncul di samping bayangan Vivian di cermin rias. Ia sudah menerima jika penampilannya yang sangat sederhana sejak bertahun-tahun yang lalu. Tapi melihatnya di samping kecantikan yang dimiliki Vivian membuatnya rendah diri. Terbesit rasa iri di hatinya. Jika saja bisnis keluarganya tidak hancur, mungkin ia tak akan bekerja sebagai pelayan sahabatnya. Zia mendesah. "Kau bahkan tak akan menyadari jika aku berada di sana atau tidak!" Zia menyadari kekurangannya. Ia gadis yang mungil, bahkan lebih pendek dibandingkan kebanyakan gadis. Ia memiliki rambut berwarna hitam legam. Wajahnya terlihat kusam karena tak dirawat dengan benar. Dan yang paling buruk dari segalanya adalah ia memiliki rabun jauh yang mengharuskan dirinya menggunakan kacamata setiap waktu. Seolah kekurangan fisiknya belum cukup, ia juga miskin, belum menikah, dan terlalu cerdas untuk ukuran gadis desa. Karena Zia memang gemar membaca. "Tentu saja aku menyadarinya," kata Vivian. "Setidaknya temanilah aku di satu jam pertama pesta!" tambahnya. Dari matanya, ia menyiratkan sebuah kejujuran yang membuat Zia menjadi sedikit simpati. Hanya sedikit. "Di samping itu, jika kau tak mau menemaniku, bagaimana aku bisa merayu Viscount Alastair tanpa bantuan darimu?" Zia membuang muka, ia malas jika sudah membicarakan lelaki itu. Meskipun dirinya tidak mengenal dan belum pernah bertemu dengan lelaki itu secara langsung. Tapi siapa yang tak mengenal Viscount Kenzo Alastair? Lelaki tampan, berasal dari keluarga terpandang dan terkenal akan kenakalannya bermain wanita. Zia bahkan bergidik ketika membayangkan dirinya harus bertemu dengan lelaki itu. "Kenapa tidak menunggu waktu yang lain saja? Lagi pula kau baru saja ditinggal oleh suamimu. Harusnya kau masih berkabung saat ini. Bukannya mengadakan pesta jamuan makan malam," dengus Zia. Ia terkadang melupakan statusnya dengan Vivian jika kesal. "Tidak, tidak ... ini waktu yang tepat, jika lain kali. Maka dia pasti sudah menemukan wanita lain yang menarik perhatiannya. Aku sudah lama mengincar lelaki itu!" protes Vivian. Lagi-lagi Zia hanya merotasikan kedua matanya menanggapi ocehan Vivian. "Aku bahkan merasa aneh padamu. Ketika wanita di luar sana akan rela mengatri demi mendapatkan sang Viscount, kenapa kau malah tidak suka padanya?" Vivian mengetuk dagunya dengan jari telunjuk. Ia mengernyitkan dahinya bingung. Zia menjawab pertanyaan itu dengan malas. Ia hanya tak tertarik menjalin sebuah hubungan. Karena ia sudah bertekat menjadi perawan tua dan tak berniat menikah juga. "Kau sungguh kolot, Zia!" Vivian mendesah mendengar jawaban sang teman. Zia tidak mendengarkan ucapan Vivian. Gadis itu malah kembali merayu sang majikan untuk membiarkannya pulang dan beristirahat dengan tenang dari pada harus pergi untuk menemani Vivian menjamu tamu undangan di bawah sana. Gadis itu sudah melakukan banyak cara, bahkan ia sengaja membuat wajahnya terlihat lesu dan pucat. Agar Vivian mengira jika dirinya tengah tidak enak badan. Namun Vivian terlalu cerdas jika dibodohi seperti itu. Ia akan langsung tahu jika Zia tengah berbohong. Sungguh, Zia adalah gadis yang masih polos dan lugu. Ia tak pandai dalam hal berbohong. Walaupun Vivian dan pelayan yang lain sering mengajari dirinya untuk berkata bohong bahkan mengumpat. Namun Zia gagal total dalam kedua hal itu. Image gadis baik yang melekat pada dirinya yang membuat Zia tak mampu melakukan semua hal itu. "Kau harus tetap menemani diriku, tak ada penolakan. Ini perintah dari Countess Delbert!" tegas Vivian pada Zia. Gadis itu hanya bisa pasrah sekarang. Bahkan Vivian juga menyuruh ia berganti baju. Vivian mengambilkan gaun berwarna hijau dan menyuruh dua pelayannya membantu Zia mengenakan gaun tersebut. Ia juga menyuruh satu penata rias yang ia sewa untuk merias temannya juga. Zia harus tampil cantik agar tak mempermalukan dirinya di pesta nanti. Dan segala rencananya berhasil. Zia sangat cantik setelah dirias. Namun riasan milik Zia hanyalah riasan sederhana. Vivian ingin Zia membantu dirinya untuk menggoda Kenzo sesuai dengan rencana awal. Ya, Vivian mengadakan pesta jamuan makan malam hanya untuk menarik perhatian Kenzo seorang. TO BE CONTINUE

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Because Alana ( 21+)

read
360.6K
bc

Penjara Hati Sang CEO

read
7.1M
bc

LEO'S EX-SECRETARY

read
121.2K
bc

Dosen Killer itu Suamiku

read
312.2K
bc

Hello Wife

read
1.4M
bc

Sweetest Diandra

read
70.6K
bc

Bad Prince

read
509.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook