Bagian 2

2262 Words
Weekend. Kedua cowok tampan yang saat ini tengah memakai training panjang juga kaos berwarna hitam ditambah dengan sepatu nike yang membungkus kaki mereka siap untuk jogging di sekitaran perumahan. Seharusnya sekarang Arsen pergi ke gym, tapi dia terlalu malas entah kenapa. Akhir nya daripada tidak melakukan olahraga sama sekali cowok berdimple itu memutuskan untuk jogging saja, dia mengajak serta River yang awalnya masih tertidur lelap di atas ranjang. “Bang, gue masuk aja deh. Ngantuk banget sumpah” gerutu River, meski badannya bergerak untuk melakukan stretching tapi netra sipit itu masih sempat-sempatnya terpejam meski hanya beberapa saat. “Wake up, jangan jadi pemalas. Cowok tuh harus sehat, syukur-syukur punya abs kayak gue nih” jawab Arsen sembari mengelus perutnya yang bersisi roti sobek hasil dari usaha kerasnya pergi ke gym setiap weekend. River tak mengindahkan ucapan abangnya, dia asik dengan rasa kantuk yang masih menyerang. “Dih, tumben masih dirumah” Suara Tissa membuat atensi River dan Arsen teralihkan, cewek yang mengenakan celana pendek dengan kaos putih serta topi itu selesai mengunci pagar rumahnya, langkah kaki Tissa mendekat kearah dua cowok tampan itu, pagi-pagi udah di kasih yang ganteng-ganteng buat cuci mata, nikmat tuhan mana lagi yang harus Tissa dustakan?? Tidak ada kan. “Nggak ke gym lo?” tanya cewek itu lagi, menatap Arsen yang tadi sempat melamun. Bukan nya menjawab Arsen justru menoleh kearah River yang berdiri di sampingnya sembari berucap “Ver, lo denger suara nggak sih? Horor banget nih rumah, masa ada suara nggak ada orangnya” Tissa tau Arsen tengah menggodanya, dengan segenap ke-bar-bar-an nya Tissa memukuli bahu Arsen, melampiaskan kekesalan yang sudah cowok itu ciptakan untuknya di pagi hari yang cerah ini “Lo nyebelin banget sih asli, untung gue sayang sama lo. Coba kalo nggak, dah masuk pengalengan sarden” tak mau memperpanjang rasa kesalnya, netra almond Tissa kini beralih pada cowok bermata sipit yang tengah menatapnya, Tissa mengulurkan tangan untuk berkenalan “Hai, gue Tissa. Cewek paling cantik di komplek sini” “Hikiliiih lagaknya macam iya-iya aja” sela Arsen saat mendengar perkenalan Tissa tadi, cewek itu menginjak kaki cowok rese yang  menjadi sahabatnya hingga sang empu spontan misuh-misuh, tapi Tissa tak peduli. “Gue River” jawab cowok ber netra sipit sembari menerima uluran tangan Tissa yang langsung mengembangkan senyum. Sekarang dia tau nama cowok yang membuat dadanya berdebar kemarin “Sialan, jantung gue” Arsen menepis tangan yang masih tertaut itu dengan galak membuat Tissa memudarkan senyum nya “Apaan sih, nyebelin banget jadi orang” celetuk Tissa menatap tajam kearah sahabatnya yang malah menjulurkan lidah, mengejek. “Dahlah, dari pada gue darah tinggi gara-gara lo yang nggak punya akhlak, mendingan gue jogging duluan, bye!” “Dasar nggak jelas lo!!” teriak Arsen, Tissa balas menjulurkan lidah sebari menggoyang-goyangkan bokongnya, dia balas mengejek Arsen. Cewek berpipi itu kini sudah hilang dari pandangan, tersisa Arsen dan River yang sama-sama saling pandang dengan ekspresi yang tak bisa dideskripsikan. Tissa menikmati jogging pagi harinya, dia ingin hidup sehat dan tetap awet muda, sangking santai nya dia berlari hingga tak sengaja menabrak seseorang, mereka berdua sama-sama berhenti dan saling tatap selama beberapa detik. “Apa lihat-lihat?!” seru cewek berpipi itu dengan galak, yang di tabrak pun langsung mengerutkan kening lantaran bingung “Bukan nya minta maaf udah nabrak gue malah teriak-teriak, situ sehat kan?” balas cowok berambut pink sembari memasukan kedua tangan nya ke dalam saku training, netranya menatap Tissa dengan intens. Tangan cewek itu tergerak untuk mengusap rambut Regan yang menurutnya keren, namun segera di tepis oleh sang empu membuat Tissa mengembangkan pipinya sebal, yah, lagipula siapa sih yang akan membiarkan orang asing menyentuh rambut kita dengan sembarangan? “Iya deh, gue minta maaf udah nabrak lo” akhirnya Tissa mau mengakui kesalahannya dan meminta maaf, matanya berkedip genit kearah cowok berambut pink “Rambut lo keren banget btw, bakalan lebih keren kalau di belah, satu sisi pink di sisi lain ijo. Huaaa” “Nggak waras nih cewek” tak mau menanggapi racauan Tissa, cowok yang belum diketahui namanya itu segera meneruskan jogging paginya. Sementara di tempatnya Tissa mengembangkan senyum, dia tidak tau kalau di sekitaran sini ada cowok yang punya selera aneh seperti itu, mana wajahnya lumayan cakep lagi. “Bener-bener udah gila gue mah” gumam Tissa, lantas kembali berlari, melupakan cowok berambut gulali nenek.  (^_^)(^_^) Kegiatan belajar mengajar baru berjalan beberapa bulan, ada keuntungan tersendiri untuk cowok yang baru saja turun dari mobil brio hitam yang di kendarai oleh Babang ganteng, siapa lagi kalau bukan Arsen. Hari ini, adalah hari pertama River masuk sekolah barunya setelah pindah dari London, cowok ber netra sipit itu terlihat sedikit gugup, Arsen tersenyum memamerkan kedua dimple yang  menghiasi pipinya. “Ntar lo langsung ke ruang administrasi aja, gue udah minta Tissa buat nungguin lo disana. Biar dia yang arahin lo nanti, good luck ya” kata Arsen yang langsung mendapatkan anggukan dari River, tak lama mobil brio itu kembali meluncur ke jalanan menuju kampus nya, yaps. Arsen seorang Maba yang baru masuk tahun ini. Sementara River akan duduk di kelas sebelas sama dengan Tissa. Langkah kaki River mulai menapaki pelataran SMA Bina, dia tidak tau dimana letak ruang administrasi, mau bertanya tapi sepi. Di depan tadi dia sudah diberi tahu oleh satpam sebenarnya, tapi saat sampai di dalam River kembali bingung, mengikuti insting nya cowok itu mulai melongok kesana kemari hingga akhirnya dari kejauhan dia bisa melihat Tissa yang tengah melambai ke arah nya. River segera berjalan mendekat, saat sudah sampai di depan cewek yang langsung memasang wajah jutek itu, dia langsung bertanya “Lo nungguin gue?” River memberikan senyum manisnya. “Ya iyalah. Udah ah buruan masuk, simpan senyum manis lo itu buat nanti. Gue udah telat masuk kelas gara-gara nungguin lo disini” jawab Tissa nyerocos panjang lebar, padahal pertanyaan River tadi hanya membutuhkan jawaban ‘Iya atau Tidak’ “Lo pagi-pagi udah ngomel-ngomel, mau cepat tua?” “Eh,” Tissa yang hendak masuk kini kembali berhenti, menatap River dengan kesal. Pasti ini ajaran si Arsen laknat, batin Tissa. “Gue udah baik ya mau nungguin lo disini, dan sekarang lo malah ngatain gue cepet tua? Cih! Nggak tau terima kasih banget sih” “Ralat, gue nggak ngatain ya tapi tanya” “Serah” Setelah perdebatan yang useless, akhirnya mereka berdua memutuskan untuk segera masuk ke dalam ruang administrasi. Tissa membawa River pada seorang staff yang nantinya akan mengarahkan cowok ber netra sipit itu masuk ke dalam kelas mana. Tissa tersenyum ramah, kepada staff-staff yang bekerja lantas berhenti pada salah satu bilik, disana terdapat wanita berkaca mata yang langsung  menoleh saat ada yang datang “Pagi, Bu Indah” sapa Tissa sopan, Bu Indah tersenyum manis dan mengangguk “Pagi, Tissa.” jawab beliau, tatapan nya beralih pada cowok yang berdiri di samping Tissa “Ini murid pindahan nya? Yang katanya tetangga kamu itu?” tanya Bu Indah, Tissa langsung mengangguk. “Yasudah, kamu boleh kembali ke kelas, nanti dia biar ibu yang urus” Tissa menatap River sejenak, lantas  melenggang pergi begitu saja. Dia sudah ketinggalan pelajaran cukup lama, untung saja tadi dia izin kalau tidak pasti sudah kena hukuman. Masih di ruang administrasi, Bu Indah melihat dokumen tambahan yang dibawa oleh River sejenak, lantas meletakkannya di atas meja. “Nama kamu River, betul?” “Betul, Bu” Bu Indah tersenyum “Baiklah kalau begitu, ayo saya antarkan kamu ke kelas” River mengekor di belakang Bu Indah yang berjalan dengan begitu mantap, sejujurnya River sedikit gugup. Dia tidak tau bagaimana rasanya bersekolah di Indonesia, kurikulum dan apa saja yang akan diajarkan disini. Dia juga berdoa semoga kurikulum nya tidak jauh beda dengan sekolah di London agar River bisa mengikutinya dengan mudah. Langkah kaki mereka tiba di depan kelas XI-IPS 1, Bu Indah menoleh kearah River “Ini kelas kamu, kamu bisa bahasa Indonesia kan?” tanya Bu Indah memastikan “Tapi kalau kamu nggak bisa juga nggak papa, soalnya sekolah disini semua muridnya harus bisa bahasa Inggris” WOW!! “Kebetulan saya lancar bahasa Indonesia, Bu” “Yasudah, sekarang kita masuk” Suara ketukan pintu membuat kegiatan di dalam kelas terhenti sesaat, atensi mereka terpusat pada pintu yang terbuka menampilkan wajah Bu Indah yang mengembangkan senyumnya. Staff SMA Bina itu masuk ke dalam “Selamat pagi, Bu. Maaf mengganggu, saya mau mengantarkan murid baru” ucap Bu Indah kepada Bu Mawar yang langsung mengangguk. Bisik-bisik langsung terdengar saat wajah River muncul di balik pintu, pekikan-pekikan cewek-cewek yang ada di kelas membuat cowok berambut hitam tebal dan berponi itu semakin canggung, dia melangkah masuk ke dalam kelas, Bu Indah menyerahkan River kepada Bu Mawar, lantas dia pamit undur diri. “Kenalkan diri kamu secara singkat ya, buat yang kepingin tanya nanti saja pas istirahat. Ibu tidak bisa membuang-buang jam pelajaran terlalu lama” “Yaaahhhh” desahan dari seisi kelas tak di pedulikan oleh Bu Mawar, River mengangguk di susul senyum tipis. Dia menarik nafas dalam-dalam sebelum berkenalan, seluruh isi kelas XI-IPS 1 terdiam menatap cowok tampan yang akan menjadi bagian dari mereka. Setelah siap, River akhir nya memperkenalkan dirinya “Nama gue River Ghent Wijaya, boleh kalian panggil apa saja kecuali Sayang. Gue pindahan dari London, nice to meet you” perkenalan singkat River selesai, Bu Mawar segera mengambil alih lagi “Baik, River kamu boleh duduk. Di depan sama Romi atau di belakang sama Regan, terserah kamu” “Baik, Bu” River menatap kedua pilihan yang diberikan kepadanya, sembari berjalan dia membuat keputusan untuk duduk dimana, River membuat pertimbangan terlebih dahulu. Romi, cowok kutu buku dengan kacamata bundar, terlihat sangat pendiam, tidak cocok untuk River karena dia akan kesulitan untuk mendapatkan teman bila satu bangku dengan Romi. Lantas, netra sipit itu beralih pada pilihan kedua, Regan. Tatapan nya tajam tapi tampak tak acuh, yah lebih memungkinkan dari pada dengan Romi, Regan juga.. apa itu?? Berambut pink?!! Akhirnya River terus berjalan kebelakang dan dia menjatuhkan bokongnya di samping Regan, keputusan sudah dibuatnya. Selang beberapa detik, tak ada yang membuka mulut, tapi mereka terlihat begitu santai dan tak canggung sama sekali. River menyimak guru yang ada di depan dengan serius, sebenarnya hanya  matanya saja yang serius, tapi otaknya melanglang buana. Cowok dengan rambut pink itu menoleh, mengamati teman sebangkunya yang begitu fokus “Gue paling nggak suka sama pelajaran yang isi nya cuma teori doang, bikin ngantuk. Bikin nggak paham, nggak kayak sekali praktek, terjun kelapangan” “Hah? Lo ngomong sama gue?” tanya River menoleh ke arah Regan, mereka belum saling mengenal dan tiba-tiba Regan sudah mengoceh panjang lebar, siapa tau dia bicara pada tembok yang sudah menemaninya selama ini. “Iyalah, lo kira gue ngomong sama siapa? Tembok?” “Gue pikir sih gitu” “Sialan lo” umpan Regan “Btw, kenapa lo malah duduk di belakang? Biasanya anak-anak baru suka duduk di depan” lanjut Regan, mereka akhirnya mengobrol dengan santai, tak berani keras-keras lantaran takut di tegur Bu Mawar. River menatap kedepan sejenak, sebelum kembali menatap teman satu bangkunya, dia lantas mengembangkan senyum membuat matanya melengkung menyerupai bulan sabit “Pengen aja, lagian gue lihat Romi monoton dan pastinya membosankan” River menjawab pertanyaan Regan dengan jujur. “Hey, lo baru lihat dia sekali udah nyimpulin seenaknya. Don’t judge the book by it’s cover, bro” “And you, don’t be fooled by my decisions again. And,..Bro?” River membeo, tak urung dia geli juga di panggil bro oleh teman beberapa menitnya. Di London, dia biasa dipanggil brother tidak pernah bro. Mereka saling tatap, lantas sama-sama terkekeh. Perkenalan cowok itu gampang, tidak perlu saling basa basi, langsung saja memulai obrolan dan kalian otomatis akan menjadi teman. Kekehan mereka harus terhenti saat suara Bu Mawar menegur “Yang dibelakang, tolong hargai yang di depan ya, jangan asik bicara sendiri” “Iyaaa, Buuu. Nanti saya hargai 2 ribu kayak harga gorengan di kantin” celetuk Regan, cowok yang biasanya selalu lemas kini semangat, bukan untuk belajar melainkan untuk membuat kesal orang lain. “Regan!” Akhirnya Regan memilih diam, dan kelas mereka melanjutkan pelajaran dengan tenang. (^_^)(^_^) “Tissa!” Regan tersedak kuah bakso saat cowok yang tengah makan siang di sampingnya tiba-tiba berteriak memanggil nama seseorang, dia kaget tentu saja. Di tonyornya kepala River dengan gemas “Pelan-pelan elah, lo hampir bikin gue dead tau nggak” cibir Regan kesal. River tak mempedulikan Regan yang misuh-misuh, dia lebih fokus pada Tissa dengan semangkuk bakso nya berjalan mendekat ke arah dia dan berakhir dengan duduk  di depannya. Atensi cewek itu langsung di curi oleh seseorang yang duduk di samping River. Mereka berdua sama-sama melotot tak percaya. “Elo?!” “Elo?!” Seru mereka berdua kompak, sementara River hanya bisa melongo di tempatnya menatap Regan dan Tissa yang berinteraksi di depannya, dia tak menyangka kalau keduanya akan saling mengenal. Yah sebenarnya wajar saja, soalnya mereka kan satu kelas. “Cowok gulali nenek??” tanya Tissa masih tak percaya “Gila! dunia sempit ya, gimana bisa kita satu sekolahan?!” “Gue punya nama ya, dan nama gue Regan. Bukan gulali nenek!” Regan tak terima dipanggil seperti itu. Sementara Tissa antusias, Regan malah mendengus “Bar-barnya udah sampai ke DNA nih cewek, gila.” dia lantas menoleh ke arah River “Lo kenapa bisa kenal sama cewek gila ini sih?” “Dia tetangga gue” jawab River santai, dia sudah kembali ke wajah sedia kala dan tidak cengo seperti tadi “kalian juga kayaknya udah saling kenal” sambung River, memasukan sepotong bakso kedalam mulut. Di London, tidak ada bakso seenak ini. Cewek berpipi chubby itu mengangguk antusias “Hm, kemarin kita ketemu pas jogging” “Berarti kita tetanggaan dong” seru River, Tissa terkekeh senang dan melakukan tos dengan River sementara Regan masih diam di tempatnya. Kalau boleh jujur, cowok berambut pink itu tidak terlalu suka punya teman banyak, khususnya cewek. Entahlah, dia punya trauma tersendiri di masa lalu. Tapi setelah melihat Tissa, dia rasa cewek itu cukup aman. Toh cewek bar-bar macam Tissa tidak akan pernah baper dengannya yang kadang-kadang suka bersikap sweet yang sering di salah artikan. “Gue lapar, awas ya kalo kalian ngoceh lagi. Gue tampol pake kuah bakso” celetuk Regan, dari tadi dua manusia itu terus saja berisik hingga dia tak bisa menikmati makannya dengan tenang. Tissa mencomot bakso milik Regan dengan seenaknya, lantas memakan nya tanpa rasa berdosa sedikitpun “Nggak ada ceritanya orang nampol pake kuah, Brou” “Brouuu? sok asik!” “Brouuu-do amaaattt”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD