Doubt

1493 Words
"HAH?! NAT? SERIUS LO MAU NIKAH?!" Seruan keras pada seseorang di sampingnya membuat Natasya langsung mendesis sebagai isyarat untuk diam. Mulut seorang Hara Jasmine memang harus diajarkan tata krama yang baik untuk berteriak karena tidak bisa berbicara dengan volume kecil saat terkejut mendengar curhatan kawannya, Natasya merasa malu. Keduanya sedang berada di perpustakaan, dan akhirnya menjadi pusat perhatian karena teriakan itu dan mendapat teguran dari penjaga perpustakaan.        Punya temen emang bodoh banget sih, kesal Natasya di dalam hati. Jangan kaget, Natasya hanya berkata kasar hanya pada Hara sajadan dia belajar semua itu pun dari kawan satu-satunya ini. Kalau dengan orang lain tentu saja dia berkata dengan sopan karena sudah diajarkan sejak kecil, hanya saat masuk kuliah dan berteman dengan Hara hidupnya ada sedikit berwarna. "Astaga, Ra. Jangan keras-keras. Gue serius.” "Tapi kan lo-" "Iya tau," Natasya memotong dan menghela napas pendek. Hara tau ketakutannya. "Sya, kalau gak sanggup jangan dipaksa," kata Hara penuh kekhawatiran. "Semuanya belum membaik. Memori lo masih penuh sama kenangan buruk." "I know it. Tapi gue gak bisa nolak." Kenangan buruk yang akan sangan sulit dia lupakan. Saat kecil Natasya dititipkan ke keluarga paman tirinya karena Joan masih bekerja sebagai pilot dan Riuma sang bunda memang sudah meninggal saat Ageum berumur lima tahun. Tinggal di rumah paman ternyata bukan pilihan yang tepat. Dia pemabuk, penyiksa, dan hal yang membuat Natasya sesak adalah dia hampir dilecehkan oleh pamannya sendiri. Tidak hanya itu, Natasya hampir akan dijual ke pusat perdagangan anak illegal dan beruntungnya saat itu ada penggrebekkan dari pihak kepolisian. Satu lagi. Natasya juga sudah dilecehkan oleh mantan pacarnya saat semester satu kelas X SMA namun justru gadis itu yang harus keluar dari sekolah karena dituduh mencemarkan nama baik sekolah dan mantan pacar. Apalagi orang tua laki-laki itu seorang jaksa yang menutup mata untuk kasus ini. Video mereka tersebar ke semua anak di sekolahnya dulu, dan semua jadi memandang Natasya dengan jijik dan memandang rendah. Pada akhirnya Joan membuat Natasya home schooling selama satu tahun setelah pemulihan psikisnya karena tidak tahan atas semua itu dan Natasya mengejar kelulusan paket C. Setelah lulus, kuliah di jurusan arsitektur masih menjadi keinginan utama gadis itu dari SMP sehingga Joan mengizinkannya berkuliah di universitas negeri ternama yang kebetulan dekat dengan kediaman mereka. Sebisa mungkin Natasya menjaga jarak dan menghindari laki-laki karena dia masih ada trauma dan rasa takut didekat laki-laki kecuali Joan dan Aguem. "Ayah berharap sama gue, Ra. Dia udah memohon," kata Natasya sedih. "Tapi.. lo udah kenal belum sama laki-laki itu?" "Belum." Ia menggeleng. “Kayaknya secepatnya kita bakal ketemu.” Layaknya Hara yang penasaran dengan calon suami Natasya, dia pun juga ingin tau. Sayang, Joan sangat sulit untuk diminta menyebutkan hal seperti itu, ayahnya itu sangat suka membuatnya penasaran dan penuh kejutan. Tiba-tiba Natasya jadi rindu dengan Riuma. Tak jauh berbeda dengan sang ayah, mendiang bundanya itu juga suka membuat kejutan. Kejutan kecil nan manis yang membuat masa kecil Natasya bahagia sebelum sang bunda menjemput ajalnya dan sebelum seseorang datang dan memulai semua ketakutan Natasya yang selama ini dia alami. Karena rindu tersebut, rencana mengunjungi ke makam Riuma nanti seusai perkuliahan berakhir harus terlaksana sekaligus Natasya akan bawa bunga mawar putih dan krisan kesukaan mendiang bundanya itu. Hhh, setidaknya di sana ia bisa menumpahkan segala keluh kesahnya daripada harus dengan Ageum. Adiknya sangat menyebalkan kalua diajak bertukar pikiran. "Kapan lo nikah?" "Bulan depan.” "ANJ-" Dengan sigap Natasya langsung membekap mulut Hara yang suka teriak sambil curshing. Bisa menambah perhatian orang-orang di sana dan diusir oleh penjaga perpustakaan. "Please, ini di perpustakaan, Ra." "Hehehe sorry. Habisnya sumpah, kok mendadak banget?" "You know, i know, Lee Know." "Heh! Malah bercanda bawa bias gue." "Maaf. Semua udah diatur. Habis nikah nanti gue coba ngumpulin bahan banyak buat skripsi ntar. Biar gak ketetaran jadi mahasiwa dan jadi istri orang." "Encer banget ya bilang gitu," Hara geleng-geleng kepala. Akhir semester empat kemarin Natasya sudah memikirkan bahan untuk skripsinya nanti. Tidak heran Hara selalu bilang Natasya ini terlampau jenius. Apalah Hara yang masih santai nikmatin kuliah tanpa perlu mikir yang bikin kepalanya tambah pusing, tugas dosen saja sudah membuatnya stress semalaman. Dibalik otak cerdas Natasya ada obat escitalopram yang harus diminum setiap malam karena dia memang mudah depresi dan anxiety. Jurusan teknik arsitektur tidak mudah dijalani, dia juga seperti mahasiswa lain yang mudah merasa stress kalau dosen memberikan tugas berat. Masalah ketakutannya terhadap laki-laki tidak separah dulu sejak dia berada di bangku kuliah. Anak-anak teknik dengan dominan laki-laki juga tidak seseram yang dibayangkan. "Udahlah, kita ke kelas aja yuk. Nanti jam 3 gue harus ke gedung A.3 soalnya," kata Natasya yang melirik jam udah mau ke angka 1. Saat mereka sudah berjalan hingga berhenti di depan perpustakaan, Natasya teringat ingin menanyakan sesuatu pada Joan. Daripada kelupaan lagi lebih baik dia bertanya sekarang. Dia menahan tangan Hara sejenak. "Ra, lo duluan. Gue mau telpon ayah bentar.” "Oke.. gue tunggu di kelas," balas Hara yang paham dengan kondisi kawannya. Akhirnya Natasya pergi ke belakang perpustakaan yang sepi, kira-kira lumayan enak lah buat telponan, ada bangku kosong juga. Segera jemarinya menekan nomor Joan dan tak lama panggilan terangkat. "Halo, Yah?" "Halo. Selamat dateng di Indomei~" "Ish, Ayah. Sempet-sempetnya bercanda. Asya mau ngomong nih," Natasya mendesis kesal saat Joan masih sempat bercanda ketika dia berbicara dengan nada serius. Joan terkekeh pelan, kemudian dia bersuara seperti biasa, "Mau ngomong apa Asya?" "Asya.. mau bilang sesuatu.." "Bilang aja nak. Ada iuran di kampus terus uangnya kurang?" "Bukan." Joan kebingungan. "Lalu? Apa masalah tadi pagi?" "Iya. Asya mau Tanya, dia masih kuliah atau sudah bekerja?" "Sekarang dia ada di Australia. Dia lebih tua daripada kamu." Pupil mata Natasya seketika melebar. Jangan bilang calon suami nanti punya vibe om-om, atau sugar daddy? Someone help me pleaseee. Oke, pikiran Natasya semakin aneh dan liar karena teracuni oleh pembahasan tadi pagi dengan Hara mengenai cerita duda muda. Bahkan dia berpikir orang ini jauh lebih tua umurnya, sekitar 8-10 tahun. Joan kan baru memiliki anak saat usianya hampir 40 tahun.  "Yah, ayah mau nikahin aku sama om-om muda gitu?" "Hush! Ayah masih bisa kasih kamu yang seumuran daripada itu.” Joan kaget karena mendengar pemikiran putri sulungnya ini. “Enggak kok. Asya, dengerin ayah. Alasan kenapa Ayah menikahkan kamu dengan dia karena kalian kuliah di tempat yang sama hanya berbeda jurusan.  Dia teknik mesin dan kamu arsitektur." "Jadi, sebenarnya kita kuliah di universitas yang sama? Queensland University of Technology atau universitas yang di Indonesia?" “Dua-duanya.” “……” "Bulan depan kalian akan melakukan upacara pemberkatan dan sementara di Apartment kalian. Setelahnya, kalian berdua akan berangkat bersama ke Australia. Di sana sudah ada rumah juga yang sudah disiapkan." "Ah, begitu rupanya," akhirnya Natasya paham setelah mendapat jawaban salah satu pertanyaan dibenaknya dan penjelasan dari Joan. "Ya sudah, Yah. Asya ada kelas lagi, makasih atas jawabanya." "Belajar yang rajin ya, Sya. Oh iya, lusa kita bakal makan malam dengan keluarga mereka." “Iya, Asya tau yang harus dilakukan untuk acara itu. Terima kasih, Ayah.” Setelah itu, sambungan diputus oleh Joan. Natasya mulai sadar, ini takdir yang harus dia jalani. Kebahagiaan Joan adalah kebahagiaannya juga. Selama ini hanya dia orang tua yang Natasya dan Ageum miliki. Riuma sudah tiada, dan keluarga mereka awalnya memiliki anak angkat bernama Romeo, seorang lelaki yang pernah dirawat Joan dan Riuma saat masih bayi karena korban penculikan. Sekarang Romeo sudah bersama keluarga kandungnya lagi sejak lama saat Ageum berusia empat tahun, dan Natasya tak pernah mendengar kabar kakaknya itu sejak 14 tahun yang lalu. Jika benar apa yang pernah dia dengar melalui pembicaraan ayahnya dengan seseorang bulan lalu, maka kakak angkatnya, Romeo Pramudya, ada di Australia dan tinggal didekat dengan universitasnya. “NATTT! Ayo buruan! Gue takut lo diculik.” Rupanya Hara kembali karena khawatir dengan Natasya kalau ditinggal sendirian meski sebentar saja. Dia tau persis apa yang bisa terjadi kalau Natasya hanya berjalan sendirian dan digoda playboy fakultas. Untung saja dia berjalan masih tidak jauh dari lokasi Natasya berdiri. Dengan cepat dia menggenggam tangan kawannya itu dan membawanya ke tempat tujuan mereka. ¤¤¤ Satu buket bunga yang baru saja dibeli di dekat pemakaman sudah Natasya letakan di atas makam yang bertuliskan nama yang telah lama dia rindukan, Riuma Amelia. Sudah lama juga dia tak mengunjunginya, lama sekali. Mungkin saat ulang tahun Ryuma 25 Mei lalu dia terakhir berkunjung dengan Ageum dan Joan. “Selamat sore, Bunda. Gimana kabar di sana?” Pertanyaan yang sama yang dia tanyakan setiap datang ke sini. Tidak bosan bagi Natasya untuk menanyakan kabar sang bunda yang sudah jelas sudah berada di surga, tetapi dengan cara inilah dia mencoba melepaskan kekhawatiran hari itu. Bahkan hanya berdua dengan batu nisan tersebut ada perasaan bahwa dia tak sendirian atau merasa sepi, kehadiran Riuma yang sudah tiada tetap dirasakan olehnya karena kenangan yang diciptakan wanita itu sudah begitu banyak. “Bunda tau gak?” Natasya kembali bersuara, “ayah mau nikahin Asya sama anak temannya bulan depan. Padahal, bulan depan juga Natasya berangkat untuk kuliah.” Dia mengadu, menahan kesedihan dan kekecewaannya. “Aku harus gimana, Bun? Bunda beneran tega mau nikahin aku di usia muda?” Meskipun batu nisan ini tak dapat berbicara atau membalas, setidaknya dia lah yang terus mendengarkan segala keluh kesah Natasya. “Bun, kalau benar ini keinginan Bunda sebelum meninggal.. Asya bakal coba menerima pernikahan ini. Bunda doakan Asya bisa menghadapi dan melawan ketakutan dalam berumah tangga. Dan juga ketakutan yang Asya derita selama empat tahun ini.” Kepalanya mulai mendekat, dan sebelum pergi dari sana Natasya sempat mencium batu nisan bundanya. “Bahagia di surga ya, Bunda.” 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD