Bab kedua

1394 Words
Siang ini Hailey ada temu janji dengan cliennya yang baru, perempuan itu berjalan perlahan dibawah langit musim semi, ya ia memilih tak menggunakan transportasi apapun, selama melangkahkan kakinya menuju ke arah Verona. Hailey sendiri tak mengerti kenapa cliennya itu memilih daerah Verona, perempuan itu tentu tau tempat makan termurah dan enak untuk dijadikan sebagai tempat diskusi. Setidaknya ada satu tempat yang bagus untuk pengerjaan proyeknya itu selama musim semi ini, ketika sedang asik berjalan tiba-tiba tali sepatunya terlepas begitu saja dan itu agak buat repot, saat hendak mengikat talinya sebuah tangan besar membuat gerakannya terhenti dan menumbukan maniknya pada sang pemilik tangan. Pemuda itu lantas langsung berdiri dan menatap wajah manis Hailey, lalu mengulas senyum tipis yang sedetik kemudian buat pria itu memberikan sebuah payung. Lersen agak sedikit menarik lengannya yang menyuruhnya masuk ke dalam mobil, ia tak pernah meminta pria yang dihadapannya melakukan hal seperti ini. Pria itu saja yang mau melakukannya secara sukarela, ah, itu terlalu mustahil bagi keduanya yang bukan sepasang kekasih atau seorang teman. Hailey tak bergeming ia tampak ragu dengan tingkah pria itu, “ada apa? Tak mau bareng denganku?” wanita yang kini lagi terlihat gugup itu seperti agak kaku dan enggan menerima ajakan tersebut. “Oh, ah, tidak. Hanya saja, apa kita searah?” “Tentu saja,” Setelah beberapa jam mereka saling bertukar cerita dan berbincang santai mengenai pekerjaan satu sama lain, kini keduanya sama-sama tak membuka obrolan karena kehabisan bahan pembicaraan. Sebenarnya Lersen benar-benar melakukan ucapannya ketika mereka berangkat bersama, pria itu mengatakan akan menunggu Haileyhingga rapatnya selesai dan itu benar-benar dirinya lakukan. Sekarang mereka tengah berada di sebuah rumah yang cukup nyaman juga luas, Hailey menatap wajah pria itu yang sedang menuangkan sebuah air kedalam gelasnya. Pemuda itu tampak tersenyum manis sekali lalu berjalan menghampirinya dengan meletakan gelasnya tak jauh dari meja samping nakas. Hailey tiba-tiba tertawa ketika mereka sama-sama kehabisan bahan obrolan seperti ini, perempuan itu tak bisa menahan rasa gelinya yang kemudian Jae Chan menatapnya hangat. Tangan pria itu terulur menggenggam tangan wanita dihadapannya itu dengan lembut. Perempuan tertegun melihat tangannya digenggam oleh pria di depannya, wanita yang kini menyesap kopinya tersebut menarik tangannya gugup, jantungnya berdegup keras. Hey ada apa ini? Kenapa ini perasaan apa ini? Begitu katanya. Setelah berpikir panjang lagi alangkah baiknya jika Hailey kembali ke kantor saja, perempuan berdiri dan menyampirkan tasnya kesamping kiri kemudian melangkah ke arah kasir, yang diikuti oleh Lersen. Pria itu menahan tangan si perempuan yang sedetik kemudian ia meraih walletnya dan membayar pesanan mereka, “tidak aku bisa bayar sendiri kau tak perlu repot-repot,” ucapnya, menolak. “Tak apa, anggap ini traktiran pertemanan kita. Bagaimana?” “Tapi aku sungguh tak bisa menerima,” “Kau akan sangat menyakitiku nanti,” “Ah, baiklah-baiklah, aku terima.” Akhirnya perempuan mengalah dan memundurkan langkahnya sedikit kebelakang punggung besar Lersen. Pria itu tersenyum lebar ketika mendengar keputusan terakhir Halley. Saat ini mereka ada di dalam mobil setelah perdebatan tadi Hailey lebih memilih untuk mengalah dan diam saja, Lersen, pria itu ternyata asik juga hanya untuk sekedar diajak makan dan mencoba sesuatu hal baru kaya baru saja mereka lakukan, meskipun demikian itu tak membuat pria di depannya terlihat canggung, satu jam mereka duduk bersama sembari mengobrol kecil tentang masalah persidangan itu. Wanita yang sedang duduk termenung disamping kemudi itu menatap ke arah luar jendela, baginya perasaannya terlalu janggal untuk mereka yang baru saling mengenal. Dihadapkan dengan aktivitas kembali buat Hailey, itu tak terlalu sulit karena sejatinya perempuan ini sudah siap dengan beban yang akan ia pikul. Perempuan yang bersetelan blazer serta pakaian hangat, mau tak mau harus keluar dari kantor lagi karena ada beberapa berkas yang belum ia serahkan pada hakim buat persidangan nanti. “Pengacara Hailey, kamu mau ke pengadilan? Sepertinya kalau dijam seperti ini, pak hakim ketua tak akan ada ditempatnya.” Jelas, pengacara Bayu yang melihat Hailey keluar dari ruangannya, perempuan itu memandang sejenak pria dihadapannya itu. “Apa kau yakin,” sahut, Hailey dengan dahi berkerut. “Hey! Aku pernah ke sana dijam seperti ini!” peliknya tak terima lalu melengangkan kakinya pergi, wanita itu mendengkus kecil yang kemudian melangkah kakinya kembali berjalan ke arah luar. Pengacara Bayu yang melihat itu menghela tak percaya, walau sudah diberitahu oleh pria itu kenapa Hailey tetap bersih kukuh untuk ke pengadilan. “Astaga, dia tak percaya denganku,” gumam, pria itu yang masih memandangi kepergian Hailey dari balik jendela ruangannya. Hailey memasuki kawasan pengadilan saat sudah terlihat sekali dari luar gedung, bahwa kantor siang ini sangat sepi. Perempuan itu mengetuk pintu ruangan pak hakim ketua, pria paruh baya itu sedang tak ada di dalamnya namun ketika ia hendak pergi meninggalkan pengadilan tinggi tiba-tiba seorang pria muncul di depannya. Hwang Yi terkejut kemudian mengusap dadanya karena kaget, pria itu tertawa kecil melihat tingkah kaget perempuan tersebut. “Mau cari siapa?” tanya, pria itu agak mendorong pintu. “Ah, ya, saya cari pak hakim ketua.” Pria itu mengangguk lalu mempersilahkan Hailey duduk. “Pak hakim Jo lagi keluar sebentar, tadi kami bertemu di depan jika benar-benar mendesak, aku bisa memintanya kembali.” “Oh, tidak perlu. Aku akan kembali nanti, terimakasih sebelumnya. Sampai salamku pada pak hakim ketua.” Hailey melihat arlojinya kembali dan langsung beranjak dari sana dan membungkuk hormat pada pria di depannya, setelah itu berpamitan. Pengacara Bayu masih mengomel pada beberapa orang yang tidak mau mendengarkannya, pria yang kini tengah sibuk dengan tumpukan paper itu, masih menatap wajah sekertarisnya yang berdiri tak jauh dari tempatnya berada. Pengacara pria itu mengeluarkan semacam kotak dari laci meja kerjanya lalu mengatupkan bibirnya setelah melihat isi dari dalam kotak tersebut, pria itu menutup kembali kotak itu. Pria tersebut tak tau jika sang isteri akan melakukan hal seperti ini, ia dibawakan kotak bekal—itu kenyataannya membuat sang sekertaris tertawa pelan. “Apa yang kau tertawakan!” perempuan itu menggeleng kepala lalu merunduk seraya gemas. “Isteri bapak manis sekali,” puji sekertaris Hani. “Kau benar, tapi aku malu jika pengacara Ming tau, perempuan itu akan meledekku nanti.” Suara pintu terketuk dan membuat pria Indonesia itu melengang pergi untuk membuka pintu. Pria itu menatap perempuan yang ada di depan pintunya itu dengan senyum ketus, lalu merebut berkas yang Hailey bawa. “Maaf,” tukasnya yang berlalu pergi. “Sudah kubilang kan?! Hey nona aku tak butuh maafmu!” pekiknya, seraya membanting pintu. Hailey mengerjap kaget kemudian menghela panjang, perempuan yang kini melangkah menuju ruangannya itu mengumamkan sesuatu. “Kau harus terbiasa dengan mulut besar pengacara Byun, sesungguhnya pria itu adalah pria baik. Dia memang seperti itu hanya terlalu banyak omong,” pengacara Ming terkekeh yang kemudian diangguki oleh Hailey dan masuk ke dalam ruangan perempuan itu sendiri. Perempuan yang kini duduk dibangkunya itu, menatap dinding kosong bernuansa putih itu, musim semi masihlah belum meninggalkan kotanya. Ia ingin sekali cepat pulang dan mengistirahatkan tubuh serta otaknya lalu menikmati angin musim semi. Setelah beberapa jam I bergulat dengan pekerjaannya sebagai pengacara akhirnya waktu yang ia tunggu datang juga, ya dia sangat menunggu waktu itu datang. Saat ini ia tengah berada di dalam kendaraan umum, bersama pengacara Bayu. Pria itu mengajaknya pulang bersama dan membuat Hailey tak enak jika menolak, karena pria itu telah membantunya mengurusi pengadilan tinggi. Pria ini terus saja mengoceh itu membuat Hailey merasa tak nyaman karena ocehan pria itu tak pernah ada habisnya. Membuat sang pendengar mengantuk dan tertidur pulas, namun pria itu tak menyadarinya, pengacara Bayu terkekeh melihat Hailey tertidur dengar ocehannya. Ia tak marah sama sekali dengan perempuan ini, baginya tak ada yang lebih menyeramkan dari kemarahan sang isteri. Saat bus berhenti di halte tempat perempuan itu, pengacara Bayu segera membangunkannya agar segera turun dan tidur dirumahnya saja. “Menyebalkan, pengacara Hailey bangun sebelum bus ini akan kembali berjalan dan kau melewatkan jam tidurmu ini.” Hailey terbangun dan langsung melangkah keluar seraya melambaikan tangannya pada pria itu. “Terimakasih, pengacara Bayu.” “Tentu, tentu, cepat pulang.” Hailey melangkah pelan saat ia melewati sebuah kedai ramen, perempuan itu hendak mampir karena perutnya terus berbunyi sangat kuat. Perempuan itu masuk kedalam kedai dan segera memesan namun lagi-lagi ia bertemu dengan Lersen. “Oh? Kau? Lersen sedang apa kamu di sini?” tanya, Hailey mengambil duduk di depan pria itu. “Aku dengar Soju di sini sangat enak, kau mau?” “Ah, tidak, aku tidak suka minum. Maaf,” Lersen mengangguk lalu kembali menyesap minumannya. “Baru pulang?” “Hah, oh, ya begitulah kira-kira.” Hailey menatapnya yang terlihat setengah mabuk, kemudian perempuan melahap makanannya dan bergegas pergi agar tidak terjadi apapun. Perempuan itu berjalan perlahan sembari membopong tubuh besar lelaki itu yang tengah mabuk. Sepertinya pria ini sedang banyak pikiran sekali, sangat kacau sekali penampilannya itu. Karena ia tak tau rumah pemuda itu, Hailey terpaksa membawanya ke flat kecilnya. Beruntungnya pemilik flat tak tau jika perempuan itu membawa tamu pria asing, kayanya tuhan sedang berada dipihaknya saat ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD