FORELSKET~01

2113 Words
Clarinda mengetuk pintu didepannya setibanya di depan bagian Manajemen dalam Rumah Sakit. Tempat pembagian tugas dan jadwal piket para perawat serta dokter. "Masuk." Mendengar jawaban atas ketukan yang diberikannya membuat Clarinda mendorong pintu cokelat di depannya. "Ada yang bisa saya bantu ?" Tanya sesosok perempuan yang dikenal sebagai pemilik jabatan dari manajemen keperawatan dalam Rumah Sakit tersebut. "Begini bu, saya mendapatkan panggilang pagi ini bahwa saya harus segera menghadap kepada ibu. Katanya ada perbuahan mengenai jadwal saya." Jelasnya membuat perempuan beruaia 38 tahun itu mengerutkan keningnya dengan bingung. "Loh bukannya kalau ada perubahan jadwal pastinya akan di tempel di dinding perawat ya ?" "Katanya ini cuman untuk saya. Perombakan untuk hari ini bu." Mendengar penjelasan yang diberikan oleh Clarinda berhasil membuatnya menganggukan kepala dengan mengerti sebelum kembali mengecek komputer di sepannya. "Anda perawat atas nama Clarinda yang di bagian poilio anak ya ? Benar, bahwa anda mendapatkan perubahan jadwal dan pergeseran tim kerja." Perempuan tersebut sibuk memperhatikan komputer di depannya, memperhatikan rekapan - rekapan jadwal yang telah di atur. "Tapi bukan cuman untuk hari ini saja loh. Seterusnya anda bakal bekerjasam dengan Dokter Antaka di bagian polio anak sebelah utara." Sambungnya membuat Clarinda yang mendengar hal tersebut mengerutkan kening, asing dengan nama seorang Dokter yang disebutnya. "Dokter Antaka baru pindahan disini ya bu ?" Awalnya perempuan tersebut menatapnya dengan bingung sebelum dengan cepat mengubah ekspresinya saat mengetahui bahwa perawat di depannya mungkin belum mengetahui mengenai kepindaham pria tersebut. "Dia pindahan dari Los Angeles loh, Amerika. Belum dengar kabar mengenai kepindahannya ya ? Dia bisa dibilang dokter spesialis yang sudah sangat membidangi keperawatan anak, kompetenlah untuk memajukan Rumah Sakit." Mendengar hal tersebut membuat Clarinda menganggukan kepala mengerti sebelum kembali ingin mengajukan pertanyaan yang di dahului oleh Manajemen Rumah Sakit tersebut. "Kamu bisa keruangannya sekarang yang di bagian Utara. Kamu udah liatkan ? Kamu bisa siap - siap sebelum perkenalan diri dengan Dokter Antaka." Clarinda yang mendengar arahan tersebut pada akhirnya bangkit dari duduknya "Kalau begitu saya permisi dulu,Bu. Makasih." Pamitnya sebelum berbalik melangkah menuju pintu keluar. Selepasnya dari manajemen dan telah mengetahui perubahan jadwal mengenai dirinya, Clarinda-pun bergegas untuk pergi mengganti pakaiannya di ruangan tempat perawat sebelum kembali bergegas untuk ketempat bertugas barunya. *** Clarinda yang sudah siap dengan pakaian perawat di tubuhnya itu berjalan menuju ruangan dokter baru pindahan Los Angels tersebut. Pagi itu hanya ada beberapa perawat yang berlalu lalang di koridor Rumah Sakit, tidak terlalu banyak. Terlebih gedung Rumah Sakit bagian Utara ini baru di bangun jadi masih tahap dalam pengolahan dan penempatan. Melihat pintu bercat putih di depannya masih tertutup membuat Clarinda langsung saja memasukan kuci ruangan yang tadi diambilnya di ruang keamanan. Merasa bahwa pintu tersebut tidak dikunci mampu membuatnya mengerutkan kening, karena seluruh ruangan yang berada di Rumah Sakit pasti dikunci terlebih ini adalah ruangan baru. Menbuka pintu dengan perlahan - lahan dan melengokan kepalanya kedalam ruangan yang bersih itu dan berukuran lumayan besar membuatnya mengerutkan kening saat melihat sebuah tas kerja berwarna hitam sudah terletak di atas meja lengkap dengan segelas kopi yang masih menggepul. Clarinda spontan saja mematung di tempatnya saat melihat hal tersebut membuatnya berpikir bahwa ruangan baru itu pasti ada penghuninya dan dirinya sedang disambut sekarang. "Selamat Pagi." Suara kecil itu terdengar nyaring masuk ditelinganya bersama dengan sebuah hembusan nafas yang dirasanya mengenai daun telinga miliknya yang tidak di tutupi oleh sehelai rambutpun karena sudah di ikatnya layaknya seorang suster. Mendengar ucapan tersebut membuat Clarinda dengan terkaget membalikan tubuhnya spontan dan langsung saja termundur beberapa langkah, hampir terjatuh sebelum tangan seorang pria dengan bergegas memegang pergelangan tangannya sebelah, menarik dirinya agar tidak terjatuh kebelakang. Pria berambut hitam dengan jas putih yang melekat dengan baik di tubuh atletisnya itu tersenyum kearahnya, menampilkan sebuah lesung pipi di kedua pipinya. Terlihat manis. "Maaf apa saya mengejutkan anda, suster Clarinda ?" Clarinda berkdip beberapa kali saat dirinya telah dibantu berdiri dengan baik kembali , sebelum dengan canggung menarik tangan kirinya yang masih digenggam oleh pria tersebut. "Tidak apa.saya hanya kaget tadi. Saya pikir saya sendirian disini, terlebih sebelum ruangan ini di bangun dulunya di bangun bangunan untuk jenazah." Jelasnya panjang lebar dengan melirik seluruh ruangan berukuran sedang tempat yang akan ditempatinya mulai sekarang. Melihat Clarinda yang sibuk mengamati ruangan yang akan menjadi tempat kerjanya sehari - hari bersama perempuan tersebut, membuatnya kembali membuka suara yang berhasil menarik mata hitam itu kembali fokus menatap kedua bola mata cokelatnya. "Apa anda tidak nyaman bekerja di ruangan ini ?" "Ah tidak. Bukan begitu. Lagipula atasan yang memerintahkan, saya tidak bisa banyak berbuat." Pria di depannya hanya kembali memberinya senyum lembut. "Tapi, kalau boleh tahu anda siapa ?" Sambungnya membuat pria tersebut tersadar belum mengenalkan dirinya. Pria bertubuh tinggi, berkulit sawo matang, dan terlihat lembut itu mengulurkan tangannya untuk mengajaknya berkenalan. "Saya Dokter Antaka yang akan bekerjasama dengan anda selama di Rumah Sakit ini. Suster Clarinda." "Tapi bagaimana anda bisa tahu jika saya adalah suster yang akan bekerjasama dengan anda ? Saya bahkan belum memperkenalkan diri." Kali ini pertanyaan itu mampu membuat mata biru yang melengkung tersenyum itu sedikit bersinar seolah menyembunyika sesuatu. "Saya meminta profil perawat yang akan bekerja bersama saya. Saya harus bisa mengenal partner teman kerja saya." Menganggukan kepalanya membuat Clarinda tersenyum yang tentu saja mendapatkan balasan yang sama, membuatnya berpikir bahwa Antaka adalah pribadi yang baik dan bersahabat."Maaf karena saya terlambat datang. Saya harap kedepannya kita bisa bekerjasama dengan baik Dokter Antaka." barulah Clarinda menarik tangannya lembut. *** Sekarang sudah jam 5 sore dan sudah tidak ada lagi pasien yang datang untuk berobat dari 10 menit yang lalu membuatnya mengirimkan pesan pada suaminya Savalas, bahwa dirinya sudah bisa di jemput sekarang. Tetapi, saat Clarinda baru membuka ponselnya sebuah pengingat dari kalendernya sudah terpampang di depannya. Mengingatkan bahwa tepatnya hari ini adalah hari pernikaahn mereka yang memasuki tahun ke 2. Membuat Clarinda memilih untuk mengganti maksud dari pesan yang akan dikirim pada suaminya. Clarinda : Yang, nggak usah jemput. Aku mungkin pulangnya bakal telat. Selagi menunggu pesannya di balas oleh suaminya dirinya berdiri dari kursinya lalu berjalan mendekati pintu dari Dokter Antaka. "Masuk." Mendengar hal tersebut membuat Clarinda mendorong pintu kedalam dan melangkah masuk secara perlahan yang berhasil menarik seluruh perhatian Antaka dari profolio mengenai pasien sebelumnya. "Ada apa suster Clarinda ?" "Begini dokter jam kerja sudah berakhir dan tidak ada lagi pasien. Apa masih ada yang bisa saya bantu ?" Tanyanya membuat Antaka tersenyum sebelum melirik jam tangannya. "Tidak ada. Kamu sudah mau pulang ya ?" "Kalau sudah tidak ada yang bisa saya lakukan. Apa saya sudah bisa pulang ?" Izinnya dengan harap - harap cemas pasalnya para dokter biasanya meminta beberap hal dilakukan sebelum pulang, seperti rekapn dari pasien - pasien yang datang dan sebagainya. Tentu saja Clarinda yang bertugas sebagai seorang asisten sang Dokter yang bekerja sebagai partner akan melakukan tugasnya bagaimanapun, tetapi tidak untuk hari ini. Dirinya harus pergi ke toko untuk membeli kue serta kado ulang tahun pernikahannya pada suami dan tentu akan sangat terlambat jika dirinya harus pulang lebih telat dari ini dan membuat suaminya itu menunggu sendirian di rumah di haru ulang tahun pernikahan mereka yang ke 2 tahun tanpa seorang anak yang di karunikan pada mereka. Dan mungkin saja malam ini tepatnya di hari pernikaahn mereka dirinya dan suami bisa menyempatkan waktu untuk kembali berusaha mendapatkan buah hati, akan sayang sekali jika dirinya pulang terlambat dengan keadaan yang lelah. Tetapi jawaban dari Antaka yang juga sudah berdiri dari duduknya membuat Clarinda menghela nafas. "Kamu sudah bisa pulang." "Terimakasih Dok. Saya permisi." Pamitnya lalu bergegas keluar dari ruangan Antaka dan mulai membereskan barang - barangnya. Clarinda yang telah membereskan mejanya dengan segera berdiri dari duduknya lalu kembali mengambil langkah cepat melewati koridor untuk menuju ruang ganti para staff perawat. *** Antaka menunggu di dalam mobilnya yang masih terparkir di parikiran Rumah Sakit dengan kedua matanya yang terus menatap pintu Rumah Sakit, menunggu seseorang dari dalam keluar semenjak 20 menit lalu hingga seorang perempuan dengan penampilan yang berbeda beberapa menit lalu berhasil membuatnya semakin menajamkan penglihatan miliknya. Memastikan. Disana perempuan yang bekerja sebagai asisten perawatnya dengan pakaian kasual dan rambut hitam lebat yang di urai terlihat sedang sibuk mencari taksi yang berada di luat pagar Rumah Sakit sembari terus berjalan keluar area Rumah Sakit tempatnya bekerja. Melihat bahwa perempuan tersebut baru saja akan mengangkat tangannya memanggil seseorang membuat Antaka bergegas melajukan mobilnya kehadapan Clarinda, sehingga menutup pandangan Clarinda kedepan pada seorang supir Taxi. Clarinda yang melihat sebuah mobil berhenti tepat di depannya dengan cepat itu hampir membuatnya memaki sang pengenudi yang menurutnya hanpirt saja menabraknya jika dirinya maju selangkah tadi. Clarinda tidak punya waktu untuk memarahi sang pengemudi tetapi, bagaimanapun pengemudi yang hampir menabraknya harus diberi tahu dengan tegas agar tidak mengulanginya lagi. Jadi saat Clarinda baru saja akan mengetuk kaca mobil di depannya, kaca mobil tersebut sudah lebih dahulu turun dan menampakan wajah dari sang pengemudi. Awalnya Clarinda ingin memarahi dan memberi peringatan pada sang pengemudi mobil tetapi, saat melihat seorang pria dengan senyum lesung pipitnya yang langsung menyambutnya itu langsung saja Clarinda mengubah kalimat makiannya. "Sore Dokter. Ini kali kedua dokter kagetin saya lo." Antaka langsung saja memasang ekspresi menyesalnya yang terpampang nyata "Saya minta maaf. Saya tadi liat anda mau panggil Taksi. Tapi, karena saya bilang saya juga mau pulang jadi bisa saya kasih tumpangan." Mendengar maksud baik dari Antaka membuat Clarinda lagi - lagi memasang senyum ramahnya yang di balas dengan ramah juga oleh pria yang terlihat manis dengan senyumannya itu. "Makasih Dok. Tapi kita nggak mungkin sealur jalan pulangnya. Soalnya saya tinggal di Jl. Kelinci. Nggak papa Dokter deluan aja." "Saya juga di Jl. Kelinci. Blok, E. Kamu jugakan." Jelas Antaka membuat Clarinda mengerutkan keningnya. "Dokter tahu dari mana ?" Kembali tersenyum menenangkan membuat Antaka bergerak maju membuka kursi penumpang bagian depan yang membuat Clarinda termundur sedikit agar tidak terkena. " Profil. Sayakan sudah bilang saya harus kenal orang yang bekerja dengan saya. Masuk." Pada akhirnya mau tidak mau Clarinda melangkah masuk kedalam mobil hitam tersebut dengan sedikit enggan. Clarinda merasa canggung dengan keadaan di dalam mobil ini terlebih saat Antaka sesekali meliriknya dengan terus tersenyum padanya, membuatnya hanya bisa memasang senyum canggung pada pria yang baru dikenalnya tidak cukup 24 jam. Teringat bahwa dirinya akan singgah untuk membeli kue di salah satu toko kue yang sangat terkenal membuatnya dengan segera membuka percakapan yang pertama di dalam mobil. "Dokter saya turunin di depan lampu merah saja." Antaka mengerutkan keningnya terlihat tidak setuju, berbalik menatap Clarinda. "Loh kenapa ? Kan rumah kamu masih jauh dari sini." "Ada keperluan Dokter. Jadi, turunin di depan lampu merah saja Dok." Antaka menganggukan kepalanya saat mendengar penjelasan singkat dari Clarinda sebelum kembali berbalik menatap Clarinda. "Mau saya temenin ? Ini udah malam." Clarinda tertegun mendengar tawaran tersebut. Membuatnya bertanya - tanya ada apa dengan perilaku Dokter Antaka ini. Sebagai seorang isteri dirinya merasa kurang nyaman dengan ini, hingga membuatnya menggenggam jari manis miliknya yang berhiaskan cincin kawin dari Savalas suaminya. Tepat saat Clarinda akan membuka suara deringan ponsel miliknya terdengar memenuhi mobil. "Permisi. Saya angkat telpon dulu Dokter." Antaka mengangguk mempersilahkan dengan sekali - kali melirik cincin yang berada di jari manis Clarinda melalui tatapan matanya yang berubah datar. "Hallo, yang." Cicit Clarinda saat mengucapkan panggilan sayangnya pada Savalas, malu di dengar oleh Antaka tetapi, tidak cukup pelan hingga masih dapat di dengar oleh Dokter tersebut t. "Kamu udah pulang kerja ya ? Maaf ya sayang, hari ini aku nggak bisa jemput. Ada rapat mendadak. Aku mungkin bakal pulang agak kemaleman. Nggak apa ?" "Oh iya nggak apa - apa, yang. Nanti aku tunggu kamu di rumah. Hati - hati ya nanti kalau pulang. Iya yang." Ucap Clarinda dengan sekali - kali melirik Antaka yang fokus mengemudi mobil nya kedepan. Dan setelah itu telepon di tutup membuat Antaka meliriknya yang telah mematikan ponsel tepat saat mobil milik Antaka telah berhenti di persimpangan jalan. "Makasih Dokter buat tumpangannya. Saya permisi, hati - hati di jalan Dokter." Pamit Clarinda bergegas turun dari mobil yang di saat bersamaan Antaka menarik pergelangan tangannya. Sentuhan kecil dan lembut itu mampu membuat Clarinda kaget dan mencoba menarik tangan kanannya yang di genggam oleh Antaka, tetapi tidak bisa. "Dokter. Saya punya suami." Keadaan hening. Hingga senyum miring dari Antaka terbit membuat Clarinda bergidik, firasatnya mengatakan bahwa sesuatu yang buruk terjadi. Mungkin dirinya harus ke ruangan manajemen besok untuk meminta perpindahan tugas. "Aku tau. Kamu percaya sama suami kamu ?" Saat perubahan cara bicara Antaka berubah menjadi informal saat itu juga Clarinda mulai memaksa untuk menarik tangannya yang berujung kegagalan. "Dokter. Jangan begini." "Apa kamu tahu kalau suami kamu itu mempunyai hubungan Affair dengan seorang perempuan ? Apa kamu pernah berpikir bahwa mungkin suami kamu itu tidak bisa pulang untuk merayakan ulang tahun pernikahan kedua tahun kalian, karena dia sedang bersama perempuan lain ?" Dan saat itu juga Clarinda berhenti memberontak
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD