FORELSKET~03

1794 Words
Savalas berjalan mendekati isterinya yang terlihat masih membungkuk mengabaikan dirinya yang terus memanggil Clarinda. Setibanya di belakang Clarinda yang masih mengabaikannya dengan lembut di genggamnya kedua bahu isterinya yang langsung terlonjak karenanya, bahkan menghindari Savalas dan langsung terjatuh kebelakang. Melihat hal tersebut membuat Savalas mengerutkan keningnya sebelum kembali mencoba berjalan mendekati Clarinda yang menatapnya dengan tatapan yang berbeda, tidak seperti biasanya. "Sayang. Kamu kenapa ? Maaf, tadi urusan kantor numpuk dan jalanan macet." Savalas berpikir bahwa isterinya ini pasti marah kepadanya karena terlalu lama pulang. "Bukan karena kamu singgah di tempat lain ?" Spontan saja pertanyaan itu keluar dari mulut Clarinda dan benar saja suaminya berhenti berjalan mendekatinya. Terlihat jelas bahwa Savalas sedang kebingungan dengan tingkahnya bahkan pria itu kini menatap seluruh tubuh Clarinda hingga menemukan ponsel isterinya yang terlihat di dalam genggamannya yang sangat kuat itu. "Kamu baik - baik ajakan sayang ?" Suaminya kini terlihat sedikit mulai khawatir tetapi, rasa bingung lebih mulai mendominasinya sekarang, seolah menunjukan penampakan wajah yang tidak tahu apa - apa. "Masih marah soal temen kantor yang angkat telepon aku ya ?" Kali ini Savalas tersenyum bingung dan mulai menggaruk bagian tengkuknya. Tidak tahu harus menjelaskan seperti apa saat tatapan isterinya semakin menajam menatap dirinya. "Tadikan udah aku jelasin kalo yang nggak sengaja angkat telepon aku itu rekan kerja perempuan aku. Jangan salah paham ya, masa kita udah setahun nikah kamu nggak percaya sama suami kamu ini." Savalas kini kembali mencoba menggenggam kedua bahu isterinya, Clarinda yang masih saja terus terduduk di bawah lantai. Tetapi, sebelum kedua tangan miliknya berhasil menyentuh kedua bahu mungil yang di tutupi oleh cardingan cokelat itu, dengan cepat Clarinda kembali menghindar dan dengan sendirinya bangkit dari posisinya. Menarik cardingan cokelat di bagian bahunya yang sedikit melorot untuk menutupi tubuh miliknya yang masih memakai sebuah lingerie hitam dan mengekspos sedikit bagian tubuhnya yang tembus pandang oleh pakaian tipis tersebut. Sementara itu Savalas baru sadar dengan pakaian isterinya yang memang sepertinya ingin menyambut kepulangan dirinya. Lingerie hitam itu sudah sangat di hafalnya karena bukan hanya sekali saja isterinya memakai pakaian tersebut di saat mereka sedang merayakan sesuatu atau di saat Clarinda tengah merayunya. Masih sama. Lingerie hitam itu masih terlihat sangat cantik dan menarik di tubuh mungil Clarinda yang mungil tetapi, pas di bagian - bagian tertentu. Membuat Savalas mendekat lagi mengabaikan penolakan Clarinda yang sebelumnya, ingin memeluk tubuh mungil  yang belum melahirkan seorang keturunan untuknya. Kali ini Clarinda tidak menolak sentuhan dari suaminya yang sudah mencoba menariknya kedalam pelukan terhangat untuk beberapa tahun ini, tetapi saat kedua tubuh itu sudah akan sangat mendekat dirinya membuka kembali suara. "Nama temen kamu yang tadi ngangkat telepon kamu siapa ?" Dan secara otomatis kedua lengan Savalas terhenti menarik tubuh mungil isterinya, sebelum dengan cepat kembali menariknya saat tatapan bola mata hitam itu meminta jawaban tegas darinya. "Anita. Kamu mau aku kenalin ?" Hening. Inisiatif itu keluar begitu saja dari bibir Savalas, saat mulai merasakan ada yang tidak beres dengan isterinya. Jadi tidak ada salahnya jika dirinya mulai sedikit memancing agar Clarinda tidak menaruh curiga lagi padanya. "Sayang ?" Panggil Savalas lagi membuat wanita miliknya tersebut mendongak menatapnya, tetapi dengan kening berkerut. "Kamu kenapa sih ? Nggak biasanya kamu gini. Ada masalah ?" Kamu masalahnya sekarang Savalas. Clarinda hanya menggelengkan kepalanya tidak menyuarakan langsung isi suara hatinya sebagai bentuk jawaban atas pertanyaan suaminya. Sebelum akhirnya memberikan senyuman yang biasanya pada suaminya itu dan akhirnya di sambut lagi dengan sebuah pelukan. Pada awalnya Clarinda ingin menelontarkan berbagai pertanyaan pada suaminya itu, berdasarkan sebuah foto dari nomor asing. Tetapi, saat mendengar suaminya menjawab pertanyaan dirinya dengan santai, seolah tidak ada kebohongan apapun di dalamnya bahkan berinisiatif mengenalkannya pada teman perempuan yang katanya mengangkat panggilan tadi, lagi - lagi kembali di urungkannya. Dengan tangan yang sedikit gemetar dan ponsel miliknya yang masih berada di sebelah tangannya itu Clarinda mulai membalas pelukan dari Savalas. Meremas erat ponsel miliknya. Mungkin pria yang berada di dalam foto itu bukan suaminya. Ya, dirinya berharap itu dan foto itu hanya bentuk sebagian kecil dari lelucon. Jadi saat Clarinda sibuk meyakinkan dirinya sendiri sebuah nama kembali masuk kedalam pikirannya. Dokter Antaka. Clarinda yakin pria itu dalang di balik foto tersebut, besok dirinya harus menemui pria tersebut dan meminta penjelasan maksud dari semua ini. "Mas aku percaya sama kamu." Lirih Clarinda membuat Savalas hanya membalasnya dengan sebuah gumaman saja dalam posisi yang masih saling memeluk. "Jadi, kalo kamu punya sesuatu yang kamu sembunyiin dari aku, sebaiknya kamu ngomong ya. Mungkin itu tidak akan berakhir begitu buruk." Saat mendengar ucapan Clarinda, Savalas hanya tertawa lalu mulai menatap meja makan yang telah di hias begitu cantik malam ini. Sepertinya dirinya melupakan sesutu. "Ngomong apa sih kamu yang. Aku nggak nyembunyiin apapun dari kamu." Lalu mulai mengurai pelukan mereka berdua dengan lembut tetapi kedua lengan milik Savalas masih melingkari pinggang kecil dari isterinya begitu juga sebaliknya. "Ini anniversary kita ya ? Maaf. Aku lupa, banyak kerjaan soalnya akhir - akhir ini." Clarinda hanya tersenyum dan mengangguk mengerti, suaminya itu memang akhir - akhir ini terlihat sangat sibuk bahkan saat hari libur. "Nggak apa kok." "Sebagai gantinya besok kita ke toko perhiasan. Aku beliin kamu perhiasan sebagai hadiah anniversary ya." Ucap Savalas lalu mencium lembut kening Clarinda. Antaka memeriksa jam tangannya saat masih belum juga melihat kehadiran dari rekan kerjasamanya, Clarinda. Apa dirinya yang terlalu pagi datang atau bagaimana ? Rasa bersemangat yang menggumpal di dalam dadanya membuat Antaka tidak bisa menahan diri untuk datang ke Rumah Sakit lebih cepat. Bahkan matanya sudah tidak mau tertutup kembali dari jam 04.00 subuh, jadi sekarang dirinya masih sendirian dengan duduk di ruang kerja miliknya dalam Rumah Sakit pada jam 06.15 pagi. padahal jam kerja miliknya baru mulai jam 08.00 pagi. Tetapi, besar rasa ingin melihat lebih dekat wajah dari Clarinda, suster tersebut membuatnya melakukan hal sekonyol ini. Bahkan saat kemarin Clarinda sempat mendaratkan satu tanparan untuknya tepat di bagian pipi kiri, itu sempat melukainya. Sedikit. Sebelum rasa bersemangat untuk menghancurkan rumah tangga perempuan tersebut semakin mendesak Clarinda atas kelakuan kotor suaminya. Jadi saat pintu ruang kantornya terbuka dengan keras spontan saja Antaka mendongak dan tersenyum, menatap sosok perempuan dengan pakaian biasanya tengah membalas tatapannya dengan tatapan marah. Ah. Sepertinya Clarinda tidak bisa tertidur nyenyak di samping suaminya seperti dirinya. Bedanya, Antaka sulit terridur saat malam hari karena memikirkan kedekatan dan keintiman Clarinda bersama suaminya itu, sedangkan perawat cantik tersebut pasti sibuk memikirkan berbagai macam opini untuk suaminya, Savalas. Terlebih kantung mata perempuan tersebut sedikit terlihat, tidak di tutupi oleh riasan seperti kemarin. Clarinda terlalu buru - buru untuk datang meminta penjelasan. "Selamat pagi suster Clarinda. Wah, sepertinya kita berdua datangnya kepagian sekali ya." Sambut Antaka mulai berdiri dari duduknya saat Clarinda juga mulai berjalan mendekatinya. PLAKKK... Hingga sebuah tamparan langsung saja membalas ucapan sambutannya. Tamparan tangan mungil yang selalu di harapkannya untuk mengelus wajahnya dengan lembut, justru kembali melayang untuk menamparnya. Rasa panas itu mulai menjalar di bagian pipi kanan miliknya. "Maksud dari tamparan anda apa ya ?" Perubahan sikap dari Antaka terjadi. Tidak ada lagi senyuman ramah disana. Tetapi, Clarinda tidak memedulikan itu sekarang. Bahkan keadaan hening yang mencekam mulai terasa di dalam ruangan. Dengan kedua bola mata yang saling beradu pandang, tajam. "Maksud anda yang apa !. Mengirimi saya sebuah foto yang seolah - olah menunjukan bahwa suami saya sedang berselingkuh." Tuding Clarinda, meremas kedua tangganya di sebelah masing - masing tubuhnya. Menahan diri agar tidak lagi melayangkan tamparan lain pada pria berlesung pipit tersebut. "Oh." Sambutan datar dari Antaka membuat Clarinda kembali bersiap membuka suaranya, melampiaskan emosinya. Tahu bahwa dirinya tepat sasaran, Antaka tidak berdalih atas tunjukan itu "Kamu sudah lihat. Aku pikir kamu nggak bakal langsung nunjuk aku sebagai pelakunya. Ternyata kamu cepat tanggap juga." "Hanya anda orang pertama yang baru menuding suami saya dengan ucapan tidak bertanggung jawab dari mulut anda ! Bahkan sekarang anda mengirimi saya sebuah foto lelucon ! Anda tidak tahu malu ya mengganggu rumah tangga orang ?!" Bahkan Clarinda terlalu sibuk dalam emosinya sehingga kembali tidak menyadari perubahan nada bicara dari Dokter di depannya, sama seperti kemarin. Pria di depannya hanya menatap dirinya dengan datar dan menyorot tajam. "Itu bukan lelucon. Itu benar, aku sudah bilang kalau suami kamu itu punya hubungan Affair." Masih belum berubah dengan ekspresinya lalu dengan perlahan Antaka mulai menopangkan kedua tangannya di atas meja kerja miliknya dan mulai mendekati Clarinda yang tidak mundur seincipun darinya. "Kalo menurut kamu itu hanya lelucon saja, kenapa tidak kamu abaikan saja. Kamu terganggu Clarinda. Aku tahu itu, kamu mulai ragu sama suami kamu sendiri." "Anda bahkan tidak pernah bertemu dengan suami saya dan berani menuduhnya sembarangan ! Dokter, sebaiknya jaga sikap dan tingkah laku anda selama kita masih bekerjasama!." Geram Clarinda membuat Antaka hanya menaikan sebelah alisnya saat mendengar ancaman tersirat halus itu. Merasa dirinya tidak akan mendapatkan maksud dari kelakuakn pria yang menjabat sebagai Dokter Anak tersebut membuat Clarinda berbalik, bersiap berjalan keluar dari sana. "Kalau foto itu hanya kamu anggap lelucon dari aku, kenapa tidak kamu mulai cari tahu saja sendiri. Siapa tahu mata kamu sendiri yang akan menyadarkan kamu atau mungkin saja kamu terlalu bodoh." Mendengar itu langkah kaki Clarinda terhenti berjalan, membuatnya langsung berbalik saat mendengar ucapan seperti sebuah tantangan itu padanya. Meneliti dengan baik pria di ujung sana. Bahkan bagaimanapun Clarinda melihatnya pria ini tidak pernah terlibat dalam hidupnya atau suaminya, hingga menimbulkan sebuah dendam yang ingin menghancurkan bahtera rumah tangga miliknya bersam Savalas. Dirinya yakin. Bahkan dari sisi penampilan dan sikap pertama mereka saat bertemu sangat mencerminkan bahwa Antaka adalah pria yang baik - baik dan tidak akan berniat menghancurkan hubungan orang. Lalu apa sebenarnya yang terjadi dengan pria di depannya ? "Saya mempercayai suami saya, Dokter. Kami sudah saling mengenal begitu lama hingga bisa berada dalam hubungan pernikahan. Jadi, saya harap anda akan berhenti bertingkah tidak sopan pada suami saya dengan menuduhnya sembarangan." Tegas Clarinda yang sepertinya hanya di abaikan oleh Antaka sendiri. "Sepertinya kamu tidak tahu bahwa pria terkadang tidak mudah puas dengan tiga hal.Uang, tahta, dan wanita." Antaka kembali menurunkan lengan kirinya yang di pakai untuk menghitung tiga hal yang di sebutkannya tadi sebelum semakin tajam menatap Clarinda di ujung sana."Jangan terlalu bodoh, Clarinda. Kamu harus mulai menaruh curiga pada suamimu atau kamu akan tersakiti karena rasa percaya kamu sendiri. Itu akan menghancurkanmu." Awalnya Clarinda hanya terdiam mematung sebelum sebuah senyuman meremehkan terpasang sempurna di bibirnya. "Sepertinya saya yang akan terlihat jauh lebih bodoh saat harus mempercayai ucapan anda Dokter, pria yang baru saya kenal kemarin. Sedangkan suami saya adalah pria yang sudah bertahun - tahun bersama saya. Saya percaya uang, tahta, ataupun wanita tidak akan merubuhkan pernikahan kami. Karena dia bukan pria seperti itu. Kalau begitu permisi." Clarinda kembali berjalan cepat dan menarik knop pintu hingga terbuka lalu segera keluar dari ruangan itu. Meninggalkan Antaka yang kini sendirian dengan sebuah senyuman tipis di bibirnya. Menjauh dari meja kerjanya lalu kembali duduk pada posisinya sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD