2. Dingin dan Kecewa

1359 Words
“Tunggu, Suamiku! Jangan bawa pergi bayi kita! Jangan pisahkan aku dengan anak kita! Aku mohon!” Teriak Helena yang masih terkulai lemas di atas tempat tidurnya. Zargara tetap diam tidak menoleh sedikit pun dan terus melangkah pergi meninggalkan Helena dengan membawa bayi Mereka. “Suamiku, kembalilah! Aku mohon jangan pisahkan kami! Sampai kapan kami akan berpisah seperti ini? Jika kau masih melarangku untuk menjenguknya ke puncak gunung Yuzi? Kau sama saja membunuh perasaanku! Apa kau tidak mencintaiku lagi?” teriak Helena dengan histeris berharap suaminya akan kembali membawa bayi mereka. Namun semua percuma karena Zargara terus melangkah pergi. “Suamiku!” “Suamiku, kembali!” Helena menghela napas pasrah, lantaran suaminya sama sekali tidak mendengarkan apa yang diucapkan oleh Helena. Zargara terus pergi dengan langkahnya yang cepat menuju gunung Yuzi yang berada di sebelah barat kerajaan Aldera. *** Zargara mendekap erat bayi itu. Dia bergegas mengambil jubah untuk menghangatkan tubuhnya. Jubah yang terbuat dari bulu serigala yang sangat tebal membuatnya terhindar dari udara dingin Negeri Aldera di malam hari. Zargara pun membawa bayi itu dengan menggunakan gendongan tradisional yang sangat kuat dan aman menahan beban bayi. Zargara memastikan bayi itu dalam keadaan yang nyaman didekapnya. Lalu dia menyelimuti tubuh mereka menggunakan jubah serigala miliknya. Zargaraa berjalan menuju kuda yang sudah disiapkan oleh anak buahnya. Dia pun mengatakan kepada anak buahnya bahwa dia akan mengirim putranya kepada Kakek guru Altara di puncak gunung Yuzi. Tidak ada yang curiga dengan sikap Zargara yang seperti itu. Memang dia dikenal perfeksionis, disiplin, dan juga garang. Semua orang berpikir kalau Zargara memang memiliki seorang putra dan akan langsung dikirim ke tempat Kakek guru Altara untuk dipersiapkan sedini mungkin sebagai penerus Zargara. *** Helena mengurung diri di dalam kamarnya. Setelah seorang dayang membantunya membersihkan tubuh dan memulihkan tenaganya yang begitu lelah setelah melahirkan. Helena justru terlihat sangat lemas dan sama sekali tidak bersemangat karena dia harus dipisahkan dari putrinya. Terlebih ketika Zargara tidak menganggap putrinya ada. Suaminya pun justru meminta kepada semua yang menyaksikan kelahiran putrinya di dalam kamar Helena untuk merahasiakan kepada siapa pun termasuk pihak kerajaan. Karena Zargara mengancam kepada mereka sebuah hukuman bagi siapa saja yang membocorkan identitas putrinya. Helena duduk bersandar di tepi ranjang yang terbuat dari kuningan yang diukir indah. Malam itu dunianya hancur bagaikan tersapu badai, hilang tak bersisa. Jangankan makan dan minum, menghirup napas saja rasanya teramat sesak di d**a. Air matanya sama sekali tidak bisa ia bendung. Mencoba mengalihkan pikiran, tetapi tetap saja tidak bisa. Mencoba mengingat masa-masa indah bersama Zargara, tetapi tidak bisa karena sekarang telah menorehkan luka yang begitu dalam bagai ditikam belati. Ingin menjerit melepas penat, tetapi semua tidak mungkin terjadi. Karena Helena takut kalau semua orang mengetahui bahwa dirinya tengah depresi. Helena masih mau menjaga perasaan suaminya. Walau dalam hatinya Helena terluka dalam karena sikap suaminya yang begitu egois. Helena hanya bisa meratapi nasibnya. Dia ingin sekali menjalani hari-hari seperti wanita lain setelah melahirkan. Namun apa yang terjadi malam itu juga, membuat Helena merasa tidak memiliki jiwa. ‘Bahkan dia tega melakukan ini kepadaku dan juga buah cinta kami. Tidak ada yang salah dengan seorang anak perempuan. Karena mereka adalah anugerah yang Tuhan berikan kepada kita. Tetapi keangkuhan Suamiku membutakan segalanya,’ isak tangis Helena yang membanjiri batinnya yang begitu terluka. ‘Bukankah kodrat menjadi seorang wanita salah satunya menyusui? Bahkan dia telah merampas hakku sebagai seorang ibu yang ingin menyusui bayiku? Aku tidak menyangka Suamiku akan berbuat seperti itu karena keangkuhannya?’ Helena kembali memikirkan bagaimana keadaan bayinya yang masih merah dan harus menempuh perjalanan panjang ke Puncak gunung Yuzi. ‘Aku merindukan anakku. Bahkan aku baru sepintas melihat wajahnya yang begitu polos dan manis. Aku pun ingin seperti wanita yang lain, bisa menyusui, menimang, dan merawat anakku sendiri dengan seluruh jiwa ragaku. Tapi apa yang aku rasakan saat ini benar-benar seperti mimpi. Batinku harus tersiksa, hatiku harus terluka, karena satu alasan? Suamiku tidak menginginkan bayi perempuan yang menjadi anak pertamanya. Bahkan dia tega mengasingkan bayi itu dan memisahkannya dengan Aku. Ya, karena Suamiku memandang sebelah mata terhadap bayi perempuan yang dianggap sebagai aib atau sebuah kutukan bagi keluarganya. Aku sungguh tidak menyangka dia seangkuh itu? Dia lupa bahwa dia terlahir dari rahim seorang wanita. Lupa dari mana kehidupan awal dia di dalam dunia ini? Dari air s**u seorang wanita! Tapi kenapa dia begitu berbuat tidak adil kepada putrinya? Seorang perempuan yang kelak akan menjadi seorang ibu seperti aku! Kenapa dia menganggap semua itu adalah aib? Suatu hari keangkuhannya akan runtuh oleh sebuah kebaikan yang akan ditorehkan oleh putri kami,’ isak tangis tidak bisa dibendung lagi oleh Helena. Hingga dayang yang selalu membantunya datang menghampiri Helena. Dia tidak tega melihat Tuannya begitu bersedih padahal kondisinya masih belum pulih. Ingin membantu menenangkan tetapi tidak bisa. Karena luka seorang ibu yang kehilangan anaknya, dapat terobati jika kembali dipertemukan dengan anaknya itu. ‘Putriku, maafkan Ibu yang tidak bisa merengkuhmu ketika kau merasakan ketakutan dan kedinginan. Putriku ... Maafkan Ibu yang tidak bisa menemanimu dan merawatmu sampai waktu yang tidak bisa ditentukan. Maafkan Ibu, Nak! Yang tidak bisa menenangkanmu di saat tangismu. Maafkan Ibu, Nak! Yang tidak bisa menolongmu saat kau terjatuh. Maafkan Ibu, Nak! Saat engkau membutuhkanku tapi aku tidak ada disisimu. Begitu banyak permintaan maaf Ibu kepadamu ... Semoga kelak kau mengerti bagaimana perasaan ini. Semoga engkau memaafkan Ibu dan Ayahmu! Jadilah wanita yang tegar, mandiri, dan mampu selalu berpikir positif saat menghadapi ujian dalam hidupmu!” Helena menjerit tiada henti meluapkan semua rasa kecewa dan sesak di dadanya yang semakin terasa berat. Saat dia kembali mengingat bagaimana ucapan suaminya yang tetap pada pendiriannya untuk membawa putrinya pergi ke Puncak gunung Yuzi. ‘Kembalilah, Nak! Suatu hari nanti! Aku akan menunggu kedatanganmu! Semoga Kakek guru Altara menceritakan tentang Ibu kepadamu. Bahkan Ibu yang tidak bisa menjengukmu ke puncak gunung Yuzi. Tapi yakinlah! Kakek guru Altara akan menjagamu dan merawatmu dengan baik,’ Helena benar-benar merasakan kehancuran yang nyata saat malam di mana dia seharusnya bisa berbahagia atas kelahiran putrinya. Namun yang terjadi ternyata sebaliknya. Zargara yang kecewa dengan takdir yang digariskan kepadanya membuatnya tega mematahkan hati istrinya, serta mengasingkan putrinya jauh ke Puncak gunung Yuzi. Dia pun memberitahukan kepada dunia bahwa istrinya melahirkan seorang putra. Keangkuhan dan keegoisan Zargara yang mementingkan tradisi keluarganya membutakan pintu hatinya dan membuatnya tega mengasingkan putrinya sendiri, serta tidak mau mengakui kalau anaknya terlahir sebagai seorang putri. *** Malam bulan purnama yang temaram menjadi saksi atas sikap yang tidak bijaksana dari seorang Zargara Ankaa. Jenderal perang yang kehebatannya termasyhur hingga seluruh dunia, ternyata hanya seorang pengecut yang tidak mau mengakui Putri kandungnya sendiri. Bahkan dia lebih mengedepankan ego dan keangkuhannya hingga membutakan mata hatinya untuk merengkuh malaikat kecil yang baru saja lahir ke dunia. Mungkin malam itu menjadi malam yang pertama dan terakhir kalinya Zargara mendekap tubuh mungil putrinya. Kesatria itu terus melajukan kudanya di antara daun yang mulai berguguran. Menerjang desir angin yang begitu kencang di malam itu, dengan gagah Zargara menaiki kudanya dan membawa bayinya menuju puncak gunung Yuzi. Zargara tidak mau semua orang mengetahui kalau anaknya adalah seorang perempuan. Sehingga dia rela mengasingkan anaknya dan memberitahu kepada dunia bahwa dia telah memiliki seorang putra. Bahkan dia melarang istrinya untuk menemui anaknya ke puncak gunung Yuzi, hanya untuk memberikan sebuah alibi bahwa Zargara dan Helena sudah menyerahkan putranya kepada Kakek guru Altara agar dirawat dan dibimbing untuk di persiapkan sebagai seorang kesatria penerus keluarga Ankaa. Sepanjang perjalanan, Putri kecilnya terus menangis karena dia merasa tidak nyaman. Namun Zargara terus memacu kudanya menanjak ke puncak gunung Yuzi dan berharap segera sampai di sana. Bahkan tangisan putrinya pun tidak ia indahkan. Hanya satu tujuan dalam diri Zargara saat itu. Memacu kuda dengan sepenuh tenaga agar cepat sampai ke puncak gunung Yuzi. Zargara bersama putrinya terus melaju membelah malam. Menerjang badai dan semak belukar yang menghadang mereka. ‘Aku teramat kecewa dengan takdir yang digariskan kepadaku! Aku tidak mau orang lain mengetahui kebenaran tentang putriku, begitu pula dengan pihak kerajaan. Mereka tidak boleh mengetahui bahwa anak yang baru saja Helena lahirkan adalah seorang putri. Karena jika mereka mengetahui hal ini, berarti tamatlah sudah tradisi keluarga Ankaa sebagai perisai kerajaan Aldera. Tujuanku mengasingkan putriku, agar semua orang tidak mengetahui fakta yang sebenarnya! Putriku harus menyamar menjadi seorang laki-laki!’ ucap Zargara dalam hatinya.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD