Awal Jumpa

2381 Words
Di jam istirahat kedua setelah aku melaksanakan sholat dzuhur, aku menuju ke perpustakaan untuk sekedar bersantai dan membaca buku disana, karena aku tipe orang yang tidak betah untuk selalu berada di dalam kelas. Di dalam kelas selalu membuatku merasa terkekang, suntuk, tidak bisa bergerak, karena mungkin aku phobia tempat yang sempit, walaupun kelas ini lumayan besar tetapi entah kenapa aku merasa selalu seperti itu ketika aku tidak ada teman untuk mengobrol, tidak ada Fanny tepatnya.  Aku senang sekali menghabiskan waktu istirahatku untuk mengunjungi perpustakaan. Perpustakaan membuatku merasa nyaman, tempat itu juga sempit tetapi selama ada buku-buku aku merasa aman, karena ya, aku suka sekali membaca. Hobi membaca ini ditularkan oleh ibuku sebenarnya. Ibu selalu memberikan aku buku saat aku masih berada di playgroup. Buku cerita, komik, ensiklopedia, hingga buku yang menarik, yang bisa membuatku betah untuk duduk dan membaca yaitu buku cerita bergambar.  Ibu bercerita pada waktu itu aku sempat menolak buku-buku yang dibawakan Ibu, hingga Ibu mengakalinya dengan eskrim. Jadi ibu membawa buku sekaligus eskrim untuk diberikan kepadaku. Ketika aku bisa menyelesaikan setengah dari buku itu, aku bisa makan eskrim itu, tetapi ketika aku tidak bisa menyelesaikannya aku akan dihukum tidak boleh memakan eskrimnya. Aku suka eskrim, tentu saja aku akan menghabiskan bacaan itu demi eskrim kesayangan aku. Masih kata Ibu, awalnya aku hanya ingin eskrim yang dibelikan Ibu saja, namun seiring dengan seringnya Ibu membawakan buku-buku yang jauh lebih menarik, aku menjadi melupakan eskrim kesayanganku itu dan hanya fokus kepada buku bacaan yang dibawakan Ibu. Dan aku berterimakasih kepada Ibu, berkat hobi baca yang ditularkan oleh beliau, aku bisa mengenal buku-buku yang sangat luar biasa yang bisa membuatku mengerti bahwa membaca sebenarnya adalah salah satu hal yang paling membahagiakan untukku. Aku kembali teringat dengan nasehat Ibuku tentang manfaat membaca buku. Beliau berkata bahwa manfaat membaca buku itu adalah selain untuk menambah wawasan, kita juga bisa melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda. Artinya dengan membaca buku kita tidak hanya disuguhi informasi secara literal saja, namun kita juga diajak untuk melihat dunia ini dari sudut pandang penulisnya. Menakjubkan. Itu adalah perkataan Ibuku satu tahun lalu saat aku menjadi siswa baru di SMA Tunas Bangsa ini, dan aku akan berusaha untuk selalu mengingatnya.  *** Sesampainya aku di perpustakaan, -yang hanya ada laki-laki berkacamata sedang mengerjakan tugas atau entah apa itu- aku segera mengisi daftar absensi pengunjung perpustakaan, dan segera menelusuri rak buku, duduk dan mulai membaca. Sunyi. Aku sangat suka sekali dengan suasana seperti ini, nyaman dan terasa menenangkan. Aku memilih buku berjudul Guns, Germs and Steel karya Jared Diamond. Saat sedang membaca bagaimana bisa penelitian itu dilakukan di Papua -iya Papuanya Indonesia- aku dikejutkan oleh tepukan tangan di bahuku. “Hei, lagi sibuk banget ya?” oh, ternyata lelaki berkacamata yang sedang mengerjakan tugas itu. “Oh enggak kok, lagi baca-baca aja. Kenapa ya?” kalau aku tidak salah menerka laki-laki ini satu angkatan denganku, aku tidak begitu asing dengan wajahnya karena kelasnya berada di depan kelasku. “Kamu bawa bolpoin nggak? Bolpoinku abis nih” katanya, “Aku mau beli tapi kayanya nggak keburu, pasti koperasi lagi rame-ramenya” lanjutnya dengan helaan nafas yang menunjukan kalau dia sedang kelelahan. Memang benar, di jam-jam istirahat seperti ini pasti koperasi sedang ramai pengunjung. Sebenarnya mereka bukan hanya untuk membeli makanan atau hal yang lainnya, namun juga -mereka yang berada di koperasi- untuk sekedar duduk bercengkrama menunggu teman yang lainnya yang sedang melaksanakan ibadah. “Oh, aku bawa. Nih, pakai aja. Lagi buru-buru banget ya?” jawabku langsung menyodorkan bolpoinku ke dia. Aku memang terbiasa ke perpustakaan dengan membawa bolpoin, karena untuk mengisi absensi pengunjung perpustakaan. “Iya, aku ada tugas dari pak Joko buat ngerjain soal-soal yang belum aku kerjain di LKS. By the way makasih ya?” Jelasnya, dengan diikuti oleh senyuman., yang membuat matanya yang tertutupi oleh kacamata menyipit. Oh my god manis sekaliii! Eh? “Iya sama-sama. Santai aja nggak usah keburu-buru” Kasihan kalau dia terburu-buru, kelihatannya sudah lelah sekali. Tiba-tiba bel untuk jam ke tujuh berbunyi, aku segera berkemas-kemas untuk mengembalikan buku ini ke tempat semula. “Eh bel udah bunyi tuh. Maaf, kamu?” “Ara. Namaku Ara. Iya nggak papa dipakai aja, ngembaliin mah gampang itu” candaku sambil tertawa. “Aku Elang, maaf aku pinjam dulu ya, Ara? Kamu dari kelas sebelas apa ya? Biar aku gampang ngembaliinnya kalau kita nggak bisa ketemu lagi di perpus” Elang? Nama yang unik. Eh ternyata dia menyadari juga ya aku ini kelas sebelas? “Iya santai aja kali El, kamu bisa ngembaliinnya kapan aja kok. Aku dari kelas 11 IPS D. Yaudah duluan ya, udah bel aku mau balik ke kelas. Bye" “Sekali lagi makasih ya Ra, sampai jumpa. Hati-hati” Aku suka dia –orang-orang disekitarku juga pastinya- yang menggunakan kata ‘sampai jumpa’ daripada selamat tinggal untuk sebuah perpisahan, karena itu artinya kita bisa mempunyai peluang untuk bisa bertemu kembali suatu saat nanti. Dan dari pertemuan ini aku berharap masih bisa bertemu dengan dia lagi suatu saat nanti. *** Di kelas, aku disuguhkan dengan pemandangan yang sudah dihapal oleh para pelajar SMA kebanyakan. Yaitu menoton film bersama! Akhir-akhir ini –mungkin sejak dipasang TV di kelas kami- kami semua senang sekali membawa banyak film di flashdisk lalu menontonnya bersama seperti sekarang ini. Entah itu film genre action, fantasy, bahkan horror, kami bersama-sama menontonnya, asal tidak film romance saja yang ditayangkan, karena para cowok pasti menolak dengan alasan “Masa cowok nonton film menye-menye gini sih! Nggak keren dong kalo begitu” Hanya alasan! Padahal kalau kami –para cewek- sedang asyik membicarakan film romance, para lelaki juga ikut nimbrung mendengarkan. Menyebalkan sekali, bukan? Aku menuju tempat dudukku dan langsung disambut heboh oleh Fanny, teman dekatku sekaligus teman sebangkuku. “Ara kemana aja sihhh? Gue cariin tau kemana-mana“ “Ish jangan kaya toa gitu deh! Malu-maluin tau. Lebay banget sih sampe nyari ke mana-mana, orang gue cuma ke perpus” “Tuhkan gue khawatir gini dibilang lebay, lo mah gitu” jawab Fanny dengan muka yang cemberut. Astaga dia merajuk? Lucu sekali! “Iyaaa dehh Fanny sayang, Ara minta maaf ya ya ya?” kataku meledeknya sambil menoel-noel pipi Fanny. Benar-benar gemas aku dengannya. “Hm. Eh tapi omong-omong lo ke perpus tapi kok agak lama tadi baliknya, kenapa?” tanya Fanny. Selain cerewet dan perhatian dia juga bisa menjadi manusia terpeka, dengan berlebihan juga pastinya. “Iya nanti gue ceritain, minum dulu” jawabku, lalu mengambil botol air minumku di meja. Fanny mengernyit bingung dengan kelakuanku yang langsung menghabiskan minumku dengan cepat. “Gue capek banget Fann, tadi gue takut pak Imron udah masuk” “Lo nakutin banget sih Ra. Nggak kayak biasanya deh. ada apa sih? ceritain dong!” “Apaan sih kok malah jadi bahas gue. Kapan nih ceritanya?” tanyaku. Fanny tuh anak yang super kritis. Apa saja selalu ditanyain. Kalau kata anak jaman sekarang dia itu kepo maksimal. “Ya habisnya lo ngga kayak biasanya. Yaudah nih gue serius dengerin” ciri khas Fanny sekali, tidak mau disalahkan. Aku menjadi bingung. Harus darimana aku bercerita? “Fann, lo tau Elang nggak? Kalo gue ngga salah tebak sih dia juga satu angkatan sama kita” tanyaku kepada Fanny. Mungkin dari ini dulu kali ya? Aku juga penasaran sekali dengan cowok itu. “Umm, Elang Elang Elang” katanya sambil meletakkan jari telunjuknya ke dagu. “OH RADITYA EL-”Astaga Fanny! Aku buru-buru membekap mulut Fanny dengan sekuat tenaga, tidak peduli Fanny terus berusaha untuk melepaskan tanganku yang sedang membekap mulutnya. Aku malu kalau jadi pusat perhatian kelas! Aku harus membuat Fanny kapok! Untungnya teman-teman sedang asyik sekali menonton film, bayangkan saja kalau mereka tidak fokus? Habislah aku meladeni keingin tahuan mereka. Setelah Fanny sudah terlihat kehabisan tenaga untuk melawanku, aku langsung melepas bekapanku. “HAH..HAH..HAH.. lo gila sumpah!” Keluh Fanny. Salah siapa respon dia terlalu histeris? “Ya kan gue cuma nanya aja Fann, lo jawabnya nggak santai banget sih. Kalo temen-temen ngeliatin kita gimana? Rese banget deh.” Aku terus mengomeli Fanny “Ya habis gue kaget kali, lo tiba-tiba nanyain cowo” ucap Fanny. Apa dia bilang? Kaget karena aku menanyakan cowok? perkataan Fanny itu seperti aku tidak akan menyukai cowok seumur hidupku deh! Tapi memang benar aku tidak sedang atau bahkan tidak pernah membahas masalah cowok dengan Fanny. “Emang gue ngga normal banget ya sampe gue nanya cowo ke lo, lo-nya kaget?” omelku. “Hahaha ya sorry Ra gue kan cuma kaget aja tadi. Yaudah lanjutin-lanjutin” katanya sambil menarik kursi –yang diduduki olehnya- mendekat ke arahku. Kalau aku sudah marah saja dia langsung takut. Syukurin. “Iya, jadi lo kenal ngga sama yang namanya Elang? Gue ngga tau sih kalo nama panjangnya” “Kalo maksud lo itu Raditya Elang sih gue kenal, Ra.” Kata Fanny. Dia kenal? “Hah? Kok bisa kenal” aku heran. Sebab, walau dia aktif sekali dengan gossip-gosip di sekolah kami. Tetapi, hanya sebatas anak-anak yang tergolong most wanted saja, sedangkan Elang sepertinya bukan sesosok pelajar yang masuk kedalam jajaran anak anak most wanted. Apakah aku yang kurang up to date ya? “Dia itu dulu satu SMP sama gue, waktu dulu awal masuk kelas tujuh gue juga sempet sih duduk sama dia karena kita sama-sama ngga punya partner duduk” kata Fanny sambil mengambil penggarisku yang aku letakan di loker meja. “Sebenernya sih lebih ke gue yang maksa dia buat duduk sama gue hehehehe” Jelasnya. Kebetulan apa lagi yang aku terima hari ini? Kok aku jadi semakin penasaran dengan Elang-Elang itu ya? Oh astaga. “Eitss tapi tenang aja Ra gue ngga suka cowok-cowok model dia kok” goda Fanny. Halah mulai kan dia jadi agen biro jodoh! “Tuhkan elo ngeledek gue mulu sih, sebel ah” balasku menggodanya dengan mengambil buku ekonomiku yang sedang disalin oleh dia. Emang lo aja yang bisa godain gue? Gue juga bisa kali! Haha syukurin ih. “Eh eh eh mainnya jangan gitu dong Ra, please. Iya-iya gue nggak gini lagi deh” mohon Fanny. Tuhkan dia takut hahaha “Maksud gue tadi tuh dia itu orangnya kaku bangetttt tau Ra. Kayak kanebo kering hehehe” tambahnya, yang langsung mengambil lagi buku ekonomi ku yang tadi aku letakkan di loker. Hah kanebo kering? “Astaga mulut lo Fann!” omelku. Ada-ada saja memang Fanny ini. Kalau untuk masalah hina-menghina memang dia jagonya sih. Tapi nggak lama juga aku ikut tertawa dengannya. Maafin aku Elang. “Ya abis dia itu kaku banget kalo sama cewek Ra, serius deh. Makanya tadi gue kaget kok lo bisa-bisanya nanyain Elang yang jarangggg banget ngomong sama cewek” jelas Fanny. Benar juga apa yang dikatakan Fanny. Tadi dia memang terlihat sekali kaku dan terpaksa untuk meminjam bolpoinku. Kalau tidak kepepet mungkin saja dia tidak akan meminjam bolpoinku. “Emangnya dia ngapain sih sampe bikin temen gue ini jadi beda gini” lanjutnya sambil menyenggol bahuku “Emang gue kenapa sih?” tanyaku ke Fanny sambil memegang pipi dengan kedua tanganku “Lebih berseri-seri Ra. Serius deh lo diapain sama dia?” astaga frontal sekali dia. Eh apa aku terlihat seperti apa yang dikatakan Fanny? Kayaknya Fanny aja yang berlebihan deh. “Ohiya gue tau! lo pasti disenyumin ya sama dia?” ledek Fanny sambil mencolek-colek pipiku. “Ihhh Fanny gue mau cerita nih,” Sudah aku ingin cerita saja ke Fanny. “Tapi please lo jangan ketawa” lanjutku mengancam dia “Iya iya gue dengerin nih” jawabnya. “Jadi tadi kan gue ke perpus, disana ada Elang-Elang itu yang lagi ngerjain tugas sejarah, katanya sih itu tugas yang belum sempet dia kerjain di LKS” jelasku kepada Fanny. Lalu dilanjutkan dengan aku menceritakan dia yang meminjam bolpoinku dan tersenyum kepadaku. Aku menceritakan juga bagaimana dia tadi bersikap sopan kepadaku. He is totally polite person! “Sumpah demi apapun?!! OMG gue nggak nyangka banget dia bisa berani minjem sesuatu ke cewek? Wah ini tuh berita yang super hot banget Ra!” heboh Fanny. Astaga Fanny! “Ya ampun Fann ini tuh cuma pinjem bolpoin, bolpoin Fann! Emang dia itu cowok yang se-alergi apa sih sama cewek sampai lo gitu banget ekspresinya” jelasku. “Gue yang harusnya kaget sama lo Ra!” keluh Fanny. Hah? Kok jadi aku? “Lo bener-bener nggak tau si Elang itu sebelum lo ketemu sama dia tadi?” lanjutnya. “Enggak Fann, serius deh. Lo kan tau gue nggak mau pusing-pusing mikirin yang kayak begituan” kataku menimpali. "Eh tapi gue pernah liat dia sih di depan kelas waktu itu" “Lo emang bener-bener siswa ter-kudet 2019 di SMA kita deh! Sebel banget gue” ejek Fanny. “Dia emang nggak alergi sih, cuma ya gitu kaku banget kalo lagi sama cewek. Makanya gue kaget kalo dia berani minjem bolpoin ke lo plus bonus senyuman lagi. Minjem bolpinnya sih emang berani ya karena udah kepepet waktu gitu, cuma kalo dikasih senyuman mah karena dia ketemunya sama elo. Hehehe ” jelas Fanny setengah meledekku. “Oh gitu, berarti bener dong dia kelas sebelas?” Kataku dengan diikuti anggukan oleh Fanny “Lo terpesona ya? Deketin gih Ra, biar dia jadi nggak kaku gitu sama cewek” goda Fanny. “Dasar ngaco aja sih!” jawabku sambil menoyor kening Fanny. “Dia sih sebenernya nggak kaku yang norak gitu kayak cowok cupu, cuma lebih ke apa ya? Mungkin cuek karena memang nggak pandai gitu buat bergaul” lanjut Fanny “Sekarang kan cewek-cewek kayak lo itu sukanya yang model Elang, Fann. Gitu-gitu dia banyak yang suka loh, awas nanti nyesel. Ntar nih kalo udah nyesel curhatnya kangan ke gue ye” goda Fanny dengan diikuti kekehan jahatnya. “Gue suka cara dia ngomong sama gue sih Fann” Jujur sejak aku melihat wajah Elang aku merasa ada yang berbeda dengannya. Tatapannya. Tatapan Elang bukan tatapan seperti para cowok kebanyakan, -usil, tukang godain cewek, tukang marah, tatapan aneh lainnya yang dimiliki oleh cowok-cowok kebanyakan- tetapi dia mempunyai tatapan yang damai, menenangkan dan apabila aku mengobrol dengannya, aku merasa nyaman. Haish apa-apaan aku ini. Aku tidak mau terpancing dengan mudah oleh perkataan si cerewet ini. “Tuhkan, gue tuh tau banget tipe-tipe lo Ra. Jadi, gausah malu lah” jawab Fanny. “Iya dia cuek, tapi orang cuek tuh nggak di depan semua orang dia bakalan terus cuek kan? si Elang juga gitu Ra, dia cuek mungkin cuma sama orang-orang yang menurut dia tuh belum deket aja. Tapi sebenernya dia juga punya temen deket sih. Ganteng-ganteng lagi hahaha” Tidak mengherankan ketika Fanny membicarakan sesuatu dari satu ke yang lainnya. “Oh iya! Gue hampir lupa, dia itu juga ikut science and social club loh!” omong-omong science and social club itu adalah klub yang isinya anak-anak yang ingin belajar dan ikut olimpiade di bidang sosial dan pengetahuan alam, semacam anak OSN gitu lah. Pastinya anak itu juga akan di seleksi terlebih dahulu sebelum mengikuti OSK atau yang sering disebut juga dengan olimpiade sains kabupaten, jadi ya klub bergengsi dan klub anak-anak cerdas. Tidak mengherankan social and science club di SMA Tunas Bangsa banyak sekali yang mendaftar setiap pembukaan di awal tahun. “Nah temen deketnya Elang juga ikutan club itu. Jadi, Elang itu memenuhi kriteria cowok idaman lo banget kan?” goda Fanny. Astaga dia mulai lagi! “Fanny ih nyebelin!” omelku. Dia tertawa terbahak-bahak. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD