GHOST HUNTERS

1303 Words
Jessica melangkah keluar dari tempat parkir dengan kedua mata masih tertuju pada layar ponselnya. Senyumnya berkali-kali mengembang membaca komentar-komentar yang ditinggalkan orang-orang di website komunitasnya. Namun senyuman itu tidak lagi terlihat begitu ia menyadari bahwa ia harus melewati segerombolan pemuda paling menyebalkan di kampusnya. Dengan langkah mantap, ia berharap Vicky dan teman-temannya tidak akan menyadari kehadirannya. “Pemburu hantu? Wah…,” cibir Vicky ketika Jessica berjalan di hadapan mereka. Sontak Jessica berhenti, namun tidak berani menatap pemuda itu. “Kau yakin kau tidak akan merengek saat melihat para hantu itu, Jessy?” tanya Vicky, yang diikuti gelak tawa Didi dan Jeff. Sementara Jessica langsung tercekat ketika nama itu keluar dari mulut Vicky. Darimana dia tahu tentang nama itu? pikirnya. Tiba-tiba seseorang menarik lengan Jessica tepat saat ia mulai membuka mulut untuk melawan Vicky. “Sudahlah, jangan hiraukan mereka!” bisik Ziyu seraya menarik Jessica menjauh. “Ini semua gara-gara kau!” bentak Jessica begitu mereka telah tiba di sebuah kelas kosong yang biasa mereka gunakan untuk berkumpul. Ia terus mendelik ke arah Erika. “Apa maksudmu?” Erika yang tidak terima pun langsung bangkit berdiri dan mulai berkacak pinggang. “Bukankah sudah kusuruh kau untuk segera memakai nama samaranmu?” “Aku tidak mengerti apa maksudmu. Kenapa tiba-tiba kau mempermasalahkan hal ini?” “Vicky dan teman-temannya sudah tahu. Dan aku yakin ini semua gara-gara kau.” “Aku tidak tahu apa-apa, sungguh. Bagaimana dengan Bomi? Dia juga tidak memakai nama samaran, kan?” “Tapi dia jarang terlihat bersama kita.” “Lagipula kenapa kau mengira ini gara-gara nama samaran? Kenapa kau mengira ini karena namaku? Bukankah namamu yang lebih mencurigakan? Jessy…Jessica. Bahkan itu mirip.” Adu mulut terus terjadi. Ziyu hanya diam karena ia tahu usahanya untuk melerai mereka tidak akan berhasil. Tidak ada yang bisa melerai mereka kecuali… “Tio?” bisiknya begitu seseorang membuka pintu ruang kelas itu. Tio hanya membalasnya dengan senyuman singkat. “Ada apa ini?” Tanya Tio seraya melirik Erika dan Jessica. “Semua orang sudah tahu tentang kita. Dan aku yakin ini gara-gara Erika.” jerit Jessica sambil menunjuk Erika yang telah siap menyerangnya. “Semua orang?” “Vicky,” sahut Ziyu. “Jika Vicky tahu, semua orang pun akan segera tahu. Rahasia bukan lagi menjadi rahasia jika pemuda itu tahu.” “Dan aku adalah korban pertama yang menerima ejekannya.” Gerutu Jessica seraya memicingkan matanya pada Erika. “Dhan, gawat,” ucap Tio ketika Dhani baru saja melangkahkan kakinya menghampiri mereka. “Aku tahu,” gumam Dhani. “Kalau begitu cepat marahi perempuan ini,” ucap Jessica sambil menunjuk Erika yang kini berniat mengeluarkan bantahannya lagi. “Untuk apa? Ini bukan salahnya. Ini semua karena kecerobohanku.” “Apa?” “Kalian ingat saat aku kehilangan ponselku? Vicky lah yang menemukannya. Dan kurasa dia sudah memeriksa semuanya. Karena saat dia mengembalikan ponselku, dia memanggilku dengan nama Sol.” “Kenapa kau seceroboh itu, hah? Sekarang kau harus bertanggung jawab.” “Kenapa kau jadi menyerangnya?” Tanya Dio yang sedari tadi duduk di dekat jendela dengan sikap tenangnya. Belum sempat Jessica membuka mulut, masuklah seseorang dengan wajah penuh rasa cemas. “Gawat. Apa kalian sudah mengetahuinya?” Semua orang yang ada di ruangan itu mengangguk pelan. Dan seketika itu pula Rina merasa kakinya tak sanggup lagi menopang tubuhnya.  “Dimana Bomi?” Tepat setelah Rina mengajukan pertanyaan itu, kenop pintu pun berputar dengan pelan. Mereka langsung terlonjak dan sebisa mungkin untuk tidak menimbulkan suara sekecil apa pun, bahkan suara napas mereka pun hampir tidak terdengar. Namun mereka langsung bisa bernapas lega setelah tahu siapa yang berhasil membuat mereka berjengit. “Kak, bagaimana ini?” Bomi hanya menatap mereka dan menghempaskan tubuhnya di kursi dekat Tio. “Gampang, kalian hanya perlu membantah saat ada yang bertanya tentang hal itu,” jawabnya, berusaha setenang mungkin. Tapi sepertinya Rina menangkap kepanikan yang berusaha Bomi sembunyikan. “Semua orang percaya pada ucapan Vicky,” bantah Rina. “Jika semua tahu, apa website kita harus ditutup? Atau kita tidak perlu memakai masker atau semacamnya lagi saat menjalankan misi?” Tanya Dio tanpa memandang teman-temannya. “Apa itu berarti kita akan kehilangan fans kita?” Tanya Jessica seraya memekik ngeri. “Kira-kira apa yang akan dilakukan Vicky?” Gumam Dhani tanpa menghiraukan omelan Jessica karena tidak ada yang menjawab kekhawatirannya. Belum sempat pertanyaan itu terjawab, Dhani langsung terlonjak begitu melihat pesan yang baru saja masuk. Ia pun langsung menoleh pada Bomi seakan-akan meminta bantuan. “Tetap berhati-hatilah dengan anak itu!” ucap Bomi, yang disusul tatapan tak mengerti dari teman-temannya. *** Dhani dan yang lain menghampiri geng Vicky di kantin kampus. Jessica bahkan hampir melempar tasnya begitu melihat seringai menyebalkan di wajah Vicky.  Dhani mengambil tempat duduk terdekat, berusaha agar Vicky tidak mencari-cari alasan untuk bisa menaikkan nada suaranya. “Jadi kau mau apa?” Dhani mencoba bersikap tenang. “Santai dulu. Sepertinya kau perlu minuman.” “Tidak perlu basa-basi,” celetuk Rina. “Kenapa kalian buru-buru sih?” Jeff menyodorkan segelas minuman pada Dhani. “Kami tidak ada waktu. Kami ini orang sibuk.” Mendengar ucapan Jessica, Vicky dan teman-temannya pun terbahak-bahak. “Sibuk berburu hantu?” Didi kembali terbahak, bahkan lebih keras. Melihat Dhani dan teman-temannya yang tidak merespon lagi, Vicky pun meminta teman-temannya untuk diam. “Baiklah. Aku akan memberi kalian tantangan,” bisik Vicky seraya menyeringai penuh arti. “Tantangan seperti apa yang kau maksud?” Tanya Ziyu dengan hati-hati. “Kalian tentu tahu kan tempat mengerikan yang akhir-akhir ini kembali dibicarakan oleh orang-orang?” “Maksudmu…” “Ya. Aku menantang kalian untuk melakukan hobi aneh kalian itu. Di Siki.  Aku ingin kalian melakukannya disana, di rumah nomor 68.” Sontak Rina langsung menoleh saat seseorang yang duduk beberapa meja dari mereka menjatuhkan sendoknya. Rina mendekatkan bibirnya ke telinga Erika. “Coba lihat siapa yang duduk disana. Tingkahnya aneh. Sepertinya dia mendengar kita,” bisiknya pada Erika. “Kris,” bisik Erika setelah berusaha menajamkan penglihatannya, sementara pemuda itu terus mencoba menutupi kepanikannya. Kepanikan itu semakin memancing rasa penasaran Erika dan Rina. Keduanya berkali-kali saling pandang. “Ziyu. Bisa kau cari tahu apa yang terjadi padanya?” Tanya Rina seraya mengedikkan kepalanya ke arah pemuda bernama Kris itu. “Kulihat dia terus memata-matai kita,” imbuh Erika. Ziyu pun segera memejamkan matanya, mencoba menerobos ruang di kepala sasarannya. Sesekali ia mengerutkan kening dan menggeleng. Kemudian akhirnya ia pun menyerah. “Aneh. Aku tidak bisa lebih jauh lagi. Yang bisa kutangkap hanyalah…Siki. Dan dia juga seperti memohon-mohon agar kita tidak kesana.” “Kenapa? Apa pedulinya pada kita?” Bisik Jessica seraya memandangnya sinis. “Aku menginginkan rumah itu, jadi kuharap kalian bisa mengusir para penghuninya,” bisik Vicky. Ziyu menoleh, mengernyit menatap Vicky. “Apa kau gila? Penghuninya ratusan, kudengar ada yang bunuh diri juga disana,” tolak Ziyu. “Maka dari itu kami menantang kalian untuk melakukannya,” sahut Zizy. “Kalian harus menemukan kotak hitam yang ada di rumah itu. Itu informasi yang kudapatkan. Dengan begitu kau bisa mengurung roh-roh di sana.” ucap Jeff dengan santai. “Kotak… apa?” Tanya Dhani tak mengerti. “Kudengar, jika kotak hitam itu masih ada, para roh jahat pun akan tetap bertahan disana.” “Hah, lelucon macam apa itu,” sahut Tio. “Lelucon? Terserah jika kau memang menganggap seperti itu,” balas Jeff dengan suara meninggi. “Jadi kita hanya perlu menemukan benda itu dan membuangnya?” Cibir Jessica seraya mengibaskan tangan. “Hanya, katamu? Jangan lupakan tentang labirin,” sahut Didi dengan kesal. “Labirin apa? Kau masih percaya pada orang-orang diluar sana?” sahut Rina. “Tentu saja, sudah banyak yang membuktikannya. Salah satu orang yang terperangkap disana adalah sahabat Dio, Zito namanya, adik pemuda itu.” ucap Didi meyakinkan seraya menunjuk pemuda yang duduk beberapa meja dari mereka. “Apa yang akan kalian lakukan jika kami menolak?” Tanya Ziyu. “Aku akan langsung memberitahu semua orang tentang identitas asli kalian,” jawab Vicky spontan. “Jadi kalian berjanji akan merahasiakan segala hal tentang kami jika ini berhasil?” Tanya Tio mulai merendahkan suaranya. “Tidak juga,” sahut Dara. “Apa?” “Sampai kami bisa memastikan tempat itu benar-benar bersih.” “Jadi apa bedanya?” Gertak Dhani yang telah kehilangan kesabaran. “Paling tidak kalian punya lebih banyak waktu.” “Kalian pikir kami mau melakukannya?” “Dan kalian pikir kami mau menyimpan rahasiamu?” ancam Didi. “Ah sudahlah, terima saja tantangan ini,” bisik Jessica yang mulai gusar. “Jadi bagaimana?” Tanya Jeff, sementara Dhani langsung melirik Ziyu, mengisyaratkan padanya agar minta pertimbangan teman-temannya. Ia pun juga berusaha memikirkan kembali keputusan apa yang harus ia buat. Ia takut perjalanan kali ini akan membahayakan mereka, namun ia juga tidak ingin identitas asli mereka tersebar. Ziyu langsung melirik Bomi, yang tanpa memandangnya pun telah memberikan jawabannya. Tio, Rina, Dio, Erika, dan Jessica pun mengangguk. “Baiklah,” bisik Dhani sementara bibir Vicky langsung membentuk senyuman menyebalkan. Begitu Dhani melontarkan jawabannya, sendok terjatuh kembali terdengar dari meja Kris. Sontak Rina langsung menoleh ketika pemuda itu menggumamkan kata-kata seperti… “Jangan sampai kalian menyesal!”   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD