* * * * * * * * * Part 1 * * * * * * * * *
Tak jauh dari gerbang SMA swasta yang berada di bilangan ibu kota, berdiri dua siswa dengan menggunakan seragam dengan badge yang sama di bahunya. Baju seragam berwarna putih abu, yang mana digunakan pada hari selasa di sekolahnya sebab hari senin munggunakan putih putih untuk upacara. Dua siswa itu tampak saling berhadapan, menatap sengit satu sama lain, seolah tatapan keduanya mampu untuk saling membunuh. Tatapan kebencian di antara keduanya yang senantiasa mewarnai mereka, sebab rasa benci satu sama lain yang tak kunjung usai, meski sudah banyak hari hari yang terlewati dilalui dengan ajang balas dendam terus menerus seolah tiada akhir.
Angin berhembus melewati keduanya, membuat beberapa anak rambut dari cewek yang berdiri dengan tegak tanpa rasa takut menghadapi cowok di depannya yang disinyalir jelmaan iblis tekutuk saking biadab kelakuannya – menurut Vale tentu saja. Beberapa orang tampak melintas, dari mulai siswa yang juga satu sekolah dengan mereka, hingga para pekerja kantoran yang hendak berangkat kerja, atau juga tukang dagang yang mendorong gerobaknya demi mencapai pangkalannya dan menjajakan dagangannya. Belum lagi beberapa motor yang melintas di samping mereka yang seolah tidak ada habisnya. Tapi hal tersebut sama sekali tidak membuat mereka gentar untuk menuntaskan apa pun kebutuhan mereka saat ini.
Si cowok menatap sang cewek gemas, melihat Vale yang tampak menatapnya begitu sengit dengan matanya yang melotot dan garis wajahnya yang terlihat begitu j e l a s . Cowok tersebut seolah menikmati setiap reaksi amarah yang muncul dari wajah cewek itu. Ia sudah menyaksikan ini ratusan kali, atau mungkin ribuan, ah salah, setiap detik saat cewek itu berhadapan dengannya, reaksi seperti ini lah yang ditampilkan. Tatapan amarah, benci, dendam, gemas, seolah ingin menghajar dan membumi hanguskan dirinya detik itu juga. Cowok itu nyaris menyemburkan tawanya melihat ekspresi berlebihan Vale yang selalu sukses terpancing emosi jika berhubungan dengannya.
Se dan g yang ditatap benci setengah mampus! Rasanya ingin sekali Vale menampol kepala yang jaraknya dapat dikatakan dekat. Rasanya menampol saja terlalu baik, ralat, Vale ingin menebas kepala di hadapannya hingga terlepas dari anggota tubuhnya lalu menggelinding ke jalan raya. Berlebihan? Oke, saat ini pasti Vale lebih terdengar seperti seorang psikopat s***s alih alih menjadi siswa SMA yang baik, manis, dan rajin. Meski sebenarnya Vale tidak rajin rajin amat, oh bukan, kata rajin dan Vale rasanya bakhkan tidak pantas untuk disandingkan. Vale terlalu malas untuk bisa dikatakan rajin, tapi ya gak males banget juga. Duh gimana yaa? Pokonya Vale tergolong siswa yang wajar wajar aja, gak males, gak rajin juga. Gak pinter pinter amat, tapi gak g****k. Vale berada di tengah tengah segala sesuatunya.
Namun, Vale bisa berubah menjadi pendendam jika dihadapkan dengan iblis di depannya ini. Vale benci setengah mati, terlebih melihat tatapannya yang tampak menghina dirinya karena aksi kemenangannya itu. Vale ingin memberikan kaca mata hitam pada cowok itu agar Vale tidak perlu melihat matanya yang meman dan g dirinya meremehkan sekali, h a n y a karena suatu kemenangan semu yang tengah di dapatkan cowok itu. Padahal ia yakin, tuh cowok juga menang karena hasil curang. Memang selalu begitu kan? Vale saja yang sering terlambat menyadari kecurangan cowok itu, makanya selalu berakhir dengan kekalahan. Namun, meski begitu Vale tetap membenci cowok itu hingga detik ini dan ingin menghajarnya detik itu juga.
"Mau jalan jongkok, atau, lari di lapangan, hm?" tanya Bhisma--cowok yang manisnya gak pake manis buatan ini meman dan g musuhnya dengan tatapan seakan menantang. Na dan ya pongah sekali, seolah dirinya merupakan pemenang olimpiade yang mengharumkan seisi negeri karena prestasinya, padahal pencapaian cowok itu nyaris tidak ada, kecuali membuat Vale meringis berkali kali dalam satu hari karena berhadapan dengan cowok itu. Senyum yang tercipta di wajahnya juga membuat Vale ingin menghajar bibir itu agar tidak perlu menarik setiap sudutnya dan menciptakan sebuah senyum yang ingin Vale lenyapkan. Gak ada manis manisnya, yanga da Vale malah ingin menghapus bibir itu dari anggota tubuh Bhisma agar cowok itu tidak bisa tersenyum lagi seperti iblis dari neraka.
Sebentar, tadi Bhisma bilang apa? Haa, yang benar saja, pagi-pagi 'cewek' disuruh pilih jalan jongkok atau lari di lapangan. Pilih yang mana coba kalo kalian disuruh pilih? j e l a s gak mau dua-duanya! Jalan jongkok atau pun lari, dua duanya sama sama capek. Mana Vale juga h a n y a sarapan Dikit, gak bisa lah makanan tadi membuat energinya segera vit untuk disumbangkan pada kegiatan jalan jongkok atau pun lari yang pasti akan sangat menguras tenaga sekali. yang ada Vale sudah banjir keringat di pagi hari, padahal ini bukan jam olahraga, terlebih lagi ia menggunakan seragam yang bahannya tidak mampu untuk menyerap keringat dengan baik. Bisa bisa seragamnya akan lepek dan berbau sepanjang hari karena olah raga t***l yang dianjurkan Bhisma ini.
Coba bayangkan, jalan jongkok dari sini ke gerbang sekolah? Astaga! Itu jaraknya lumayan. Kini mereka masih berada di radius sekita 500 meter dari sekolah dan Vale di suruh jalan jongkok? yang ada kakinya kesemutan berkepanjangan saking tidak tahannya dengan berjalan jongkok. Lagian, memangnya ini ospek siswa baru apa, yang segala di suruh jalan jongkok. Vale sudah mengalaminya juga, untuk apa Bhisma malah menyuruhnya lagi dengan seenak jidat? Padahal jika kaki Vale cidera atau pegal pegal, Bhisma juga gak akan mau membelikan obat sakit kaki pada Vale untuk mengurangi seDikit rasa nyeri di kakinya itu.
Apa lagi lari! Vale sudah membenci cabang atletik satu itu meski harus di jalani saat jam olah raga. Vale lebih memilih nilainya tidak besar besar amat di banding harus kelelahan karena lari itu. dan saat ini ia malah diberikan pilihan lari oleh iblis kecil itu, tentu saja harusnya Vale menolak dengan keras usul paling tidak manusiawi yang dilayangkan Bhisma. Ia tidak mau rematik di usia muda karena harus lari atau pun jalan jongkok. Ia ingin bernapas dengan normal tanpa dihantui setan di depannya ini. Pilihan yang diberikan Bhisma memang lebih mirip p********n dibanding option yang bisa di pilih dengan baik.
"Gimana kalo--" Vale mencoba memberikan usul lain, berusaha agar pilihan tersebut terasa lebih baik dan dirinya tidak perlu lari lari di pagi hari atau pun jalan jongkok yang membuat napasnya bisa jadi pendek pendek karena aktivitas tersebut. Cewek itu tampak berusaha berpikir pilihan lain yang lebih manusiawi dan bisa dijalankan olehnya. Namun, segalanya mendadak buyar, Vale tidak sempat memikirkan apa pun sebagai ganti dari lari dan jalan jongkok itu. Sepertinya efek masih pagi dan se dan g di landa emosi, membuat Vale tidak mampu berpikir jernih untuk memberikan tawaran lain, sehingga dirinya tidak mampu memikirkan pilihan lain saat Bhisma justru sudah lebih cepat untuk membuka suara lagi.
Bhisma memotongnya dengan cepat. "--gue c u m a punya 2 pilihan. Kalo lo gak mau, berarti lo pengecut, dan siap-siap aja buat pake, um," cowok ini meman dan g sekolah nya yang masih jauh di depannya, mencari-cari teman yang sepihak dengannya. Matanya berusaha menyapu kawasan sekitar untuk menemukan sahabat karibnya itu yang akan dengan senantiasa membantunya menyiksa cewek ini. Cewek yang selalu bersungut sebal setiap kali berhadapan dengannya, yang selalu mengomel paling depan atau mengeluh, atau merapalkan segala macam makian saking kesal dengan dirinya. Namun, Bhisma menikmati semua itu. Ia menikmati setiap kali Vale mengoceh atau memasang wajah kesal bukan main seolah ingin membunuhnya detik itu juga. Tapi, yeah, apa yang bisa dilakukan tangan kecil nan mungil itu? Menabok Bhisma saja masih bisa di halau dan ia pelintir, meski Bhisma tentu saja tidak akan setega itu juga untuk memelintir tangan cewek ini.
Bhisma akhirnya menemukan temannya. Aha, ternyata temannya itu sudah menunggu tepat didepan gerbang sekolah, sambil menenteng sebuah papan nama yang kecil yang suka dipake buat name tag MOS itu loh. Gak kecil-kecil banget sih, cocok lah buat mempermaluin seseorang.
Bhisma tersenyum lebar melihat hal tersebut, ide tersebut ia dapatkan begitu saja, tidak terlalu parah tapi ia yakin Vale tetap akan memprotes. Sebenarnya, memang hobi cewek itu akan memprotes apa pun yang dilakukannya sih. Justru jika Vale kalem kalem saja itu baru aneh, bisa bisa Bhisma malah merinding melihatnya. Bagaikan sebuah fenomena keajaiban dunia yang l u a r b i a s a langka, dan itu pasti sangat jarang terjadi. Vale akan selalu mengeluh dan mengomel jika itu berhubungan dengannya, Bhisma sudah sangat memahami hal tersebut dan tidak heran juga melihatnya. Ia sudah terbiasa dengan sikap cewek itu sejak lama sekali, dan tetap tak bosan juga menjahilinya.
"itu? Gimana? Ayo, pilih!" Tunjuk Bhisma ke arah gerbang, tempat temannya sudah berdiri sambil tersenyum riang, memperhatikan Bhisma dan Vale.
Ricky – sahabat Bhisma yang sudah berdiri di depan gerbang dengan menenteng papan tersebut, tampak memamerkan papan yang dipegangnya agar terlihat j e l a s oleh Vale. Seolah memberi tahu bahwa nasib yang akan menimpa Vale ada di tangannya saat ini. Cowok kurus itu tersenyum riang, seolah turut bahagia dengan p********n yang tengah dirasakan Vale ini. p********n batin dan mental yang l u a r b i a s a karena di sebabkan oleh kelakuan Bhisma dan sahabatnya yang tak kalah gila itu. Ricky h a n y a menjalankan tugasnya dengan hati riang karena ia juga cukup menikmati kekonyolan antara Bhisma dan Vale yang tidak pernah berakhir itu.
Cewek disamping nya ini juga ikut meman dan g ke arah yang sama dengan Bhisma, seketika itu ia langsung mengentakkan kaki dengan kesal dan merengut sebal. Matanya membesar pertanda bahwa ia juga tidak menyukai pilihan itu. Sepertinya Vale memang membenci seluruh pilihan yang ada, sebab ia h a n y a ingin masuk ke sekolah dengan aman, selamat, dan sentosa tanpa di ganggu oleh bayangan iblis di depannya yang ingin ia doakan ayat kursi agar segera pergi dari hadapannya juga. atau mungki Vale harus membacakan serangkaian kitab kitab suci dari agama lain juga agar setan di hadapannya bisa segera lenyap dari permukaan bumi detik itu juga karena Vale sudah muak dengan Bhisma dan segala tingkahnya yang selalu mengganggu ketentraman hidupnya yang sebelum ini damai.
* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * T o B e C o n t i n u e d * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *