BAB 2 MENJADI ANAK BAIK

1068 Words
Darlina menatap Mama Kusnita dan Kalman secara bergantian, gadis cantik itu menelan salivanya. Ah, ini keputusan yang sangat sulit baginya. Jika menolak, maka dia akan menjadi orang yang tidak tau balas budi dan dia juga akan kesusahan karena Kalman akan memecatnya dari pekerjaan yang selama ini mampu membiayai perawatan ibunya dan juga pendidikan adiknya. Namun, jika dia menerimanya. Dia merasa tak sanggup hidup dengan lelaki galak yang telah menjadi bosnya selama enam tahun ini. Bukan hanya itu, masalahnya, Darlina sebenarnya sudah punya kekasih hati yang sebentar lagi akan melamarnya. "A-aku ...." Ucapan Darlina terhenti karena pintu ruangan mendadak terbuka dan kedua orang tua Silvia yang notabene adalah paman dan bibi sekaligus orang tua angkat Darlina masuk dengan wajah panik. Keduanya langsung menghampiri gadis yang berwajah pucat itu. "Lina ... Om mohon menikahlah dengan Nak Kalman. Bukankah selama ini Bu Kusnita juga sudah baik sama kamu. Jangan jadi anak yang tidak tau balas budi." Galih–paman Darlina langsung menggenggam kedua tangan gadis itu. Wajahnya begitu memelas. Sementara istrinya–Gayatri yang berdiri di sampingnya juga tak kalah memprihatinkan. Wajahnya sudah dipenuhi air mata hingga membuat make up-nya sedikit berantakan–tampak garis kehitaman akibat eyeliner yang luntur. "Lina, menikahlah! Gantikan Silvia agar kami tidak dituntut keluarga Kalman," pinta Gayatri dengan suara bergetar karena ketakutan. "Kamu dengar ‘kan, Lina? Semua tergantung sama kamu. Kalau kamu bersedia, kita akan menikah." desak Kalman tidak sabar lagi. "A-apakah aku masih boleh bekerja jika aku menikah dengan Anda?" tanya Darlina. Kalman langsung menggelengkan kepalanya. "Tidak, tapi kamu jangan khawatir! Aku akan tetap membiayai pengobatan ibumu dan biaya pendidikan adikmu." "Ayolah, Darlina ... 30 menit lagi pernikahan akan dimulai. Apa lagi yang kamu pikirkan?" tanya Gayatri sambil menyentuh bahu Darlina perlahan. Darlina memejamkan matanya dan menghela napas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. "Baiklah, aku akan menikah dengan Pak Kalman," jawab Darlina lemas. Terdengar helaan napas lega di ruangan itu. Mama Kusnita langsung memeluk Darlina dengan erat. "Kalian tunggu apa lagi, cepat dandani pengantinnya!" kata Mama Kusnita kepada MUA yang sedari tadi hanya berdiri terpaku di ruangan itu. Tiga orang MUA yang ada pun bergegas mendekat dan membantu Darlina untuk memakai gaun pengantin dan make-up. Beruntung ukuran tubuh Darlina dan Silvia sama sehingga gaun yang seharusnya dikenakan Silvia dapat dikenakan Darlina. Gayatri pun bergegas merapikan riasan make-up nya yang sedikit berantakan karena air mata tadi. Dalam hati dia merasa lega sekaligus kesal. Lega karena tidak akan dituntut oleh Kalman, tapi kesal karena putri kesayangannya tidak jadi menikah dengan orang kaya seperti harapannya selama ini. Sementara Darlina sendiri hanya bisa menguatkan hatinya. Dia merasa terjebak dalam pernikahan itu. Kenapa pula Silvia harus melarikan diri tepat di hari pernikahannya? Jika memang merasa tidak cocok, seharusnya dia bisa mengatakan baik-baik kepada Kalman jauh-jauh hari. Bukan seperti ini. Apesnya, dialah yang harus menjadi tumbal dipaksa menikah dengan bos yang menyebalkan itu. Darlina benar-benar merasa sangat sedih. Dia tahu jika tantenya pasti akan merasa sangat senang jika dia menikah dengan orang kaya, wanita itu pasti akan memeras dirinya dengan meminta ini dan itu. Kali ini, Darlina harus bisa bersikap tegas kepada tantenya itu karena dia tidak mau jika terus menerus dimanfaatkan. Hanya butuh waktu 25 menit untuk mendandani Darlina, beruntung gadis itu pada dasarnya sudah cantik sehingga tidak butuh make-up tebal untuknya. Dengan mengenakan gaun pengantin, Darlina pun tampil anggun dan terlihat elegan. Mama Kusnita yang menatap calon menantunya itu bernapas dengan lega, setidaknya meski bukan Silvia, anaknya tetap akan menikah sehingga keluarga besarnya terhindar dari rasa malu. "Kamu cantik, Darlina," puji Mama Kusnita. "Terima kasih sudah mau menyelamatkan keluarga kami dari rasa malu," lanjutnya sambil menggenggam kedua tangan Darlina dengan erat. "Ayo kita keluar, pernikahan akan segera dimulai!” ajak Galih. Mereka pun keluar dari ruangan itu dan bergegas menuju ballroom tempat pernikahan akan dilaksanakan. Tamu-tamu sudah datang dan saat kedua pengantin memasuki ruangan bisik-bisik pun mulai terdengar. Sebagian berbisik memuji kecantikan pengantin wanita, sebagian lagi berbisik mempertanyakan kenapa wajah pengantin wanita tidak sama dengan foto prewedding yang dipasang di depan pintu masuk ruangan. "Semua orang memperhatikanmu, tetap berjalan dengan tenang dan tersenyumlah. Ingat! Kamu akan menjadi nyonya Kalman dan menjadi istri seorang pengusaha muda!" bisik Kalman di telinga Darlina. Gadis itu hanya mengangguk dan berusaha untuk tersenyum. Hingga akhirnya, mereka pun tiba di depan penghulu dan pernikahan pun dimulai. Tak lama gema suara “SAH” terdengar pertanda jika Darlina sudah resmi menjadi istri Kalman. Perlahan Kalman memakaikan cincin berlian di jari manis Darlina. Beruntung, lagi-lagi ukuran jari Darlina sama dengan Silvia. Setelah sungkem dan meminta restu kedua pengantin pun memasuki ruangan resepsi. d**a Darlina berdebar kencang karena di ruangan itu dia melihat seseorang yang tengah menatapnya tajam penuh kemarahan dan kecemburuan. Darlina tak kuasa membalas tatapan mata Azril, sungguh ia merasa bersalah telah mengkhianati janji mereka untuk bersama selamanya. Ingin rasanya dia menjelaskan pada Azril, tapi apa daya, dia harus terus melangkah bersama Kalman menuju pelaminan dengan senyum palsu yang terukir di bibirnya. "Wah, selamat ya, Mbak Darlina. Saya pikir tadinya Mas Kalman akan menikah dengan Mbak Silvia, loh," sapa seorang wanita yang masih punya hubungan keluarga dengan Kalman. Darlina hanya tersenyum tanpa berani menjawab. Dia takut salah memberi jawaban. "Di detik terakhir saya baru menyadari jika wanita yang saya cintai adalah Darlina bukanlah Silvia, Tante. Doakan supaya pernikahan kami langgeng," jawab Kalman tenang. "Ah, jadi begitu ceritanya. Selamat ya sekali lagi, jangan lupa untuk cepat pergi berbulan madu. Mamamu pasti ingin segera menimang cucu." "Tentu saja, Tante. Segera," jawab Kalman lagi sambil melingkarkan tangannya di pinggang Darlina dengan mesra. Setelah hampir lima jam duduk di pelaminan, akhirnya tamu-tamu pun mulai sepi dan Darlina pun kini sudah duduk di kamar pengantin mereka. Dia merasa bingung dan canggung saat Mama Kusnita mengantarnya ke kamar pengantin dan mengatakan jika Kalman akan segera menyusul. "Kamu tunggu saja, Kalman akan segera datang. Mama yakin kamu tidak membawa pakaian ganti, bukan? Itu Mama sudah siapkan untukmu." Mama Kusnita menunjuk paper bag yang ada di meja rias. "Terima kasih banyak, Tan–" "Mama, bukan Tante. Kamu sudah menjadi menantuku. Jadi, kamu sudah berhak memanggilku Mama," potong Mama Kusnita. "Beristirahatlah! Besok pagi kita pulang ke rumah, oke." Wanita paruh baya itu tampak mengusap pangkal lengan menantunya dengan lembut sebelum pergi. Sikapnya begitu santai. Sangat berbeda dengan apa yang dirasakannya saat ini. Jantung Darlina berdebar begitu kencang karena malam ini dia akan sekamar dengan laki-laki yang menurutnya sangat galak dan menyebalkan. “Bagaimana ini? Apa aku akan tidur satu ranjang dengan Pak Kalman?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD