chapter 2

1380 Words
Khandra berjalan di koridor rumah sakit, hari ini ia mulai bekerja lagi setelah di skors selama sebulan. selama sebulan itu ia memantau kegiatan Kiara ia masih bingung apa yang akan ia lakukan untuk membuat Kiara bangkit dari keterpurukannya. "Selamat pagi dokter Khan....." Sapa seorang perawat pada Khandra yang berjalan di lorong rumah sakit menuju ruangannya. Siapa yang tidak kenal dokter Khandra, dokter muda awal 30 An dengan wajah rupawan dan jenggot halus di rahangnya yang menegaskan ketampanannya. Tubuhnya yang atletis menambah daya tariknya membuat setiap wanita tidak akan bisa berpaling saat Khandra berjalan melewati mereka. Setiap perawat di sepanjang lorong yang menyapa Khandra berharap mendapat balasan sedikit senyuman namun hanya anggukan dan wajah serius Khandra yang mereka dapat. Khandra duduk di kursi kebesarannya dan bersandar di sandaran kursinya. Fikirannya menerawang jauh pada wajah muram Kiara, ia ingin tidak terus memikirkan Kiara namun rasa bersalah akan meninggalnya kedua orangtua Kiara membuatnya mau tidak mau harus perduli pada gadis itu. Jam makan siang Khandra berjalan menuju ruang administrasi rumah sakit karena ia memerlukan beberapa berkas pasien. Khandra duduk di kursi di dalam ruang administrasi dan mengecek berkas pasien karena berkas itu tidak dapat dibawanya. "Gimana ini, dokter Meisy resign nya mendadak jadi kita sudah cari penggantinya" ucap seseorang yang masih bisa di dengar Khandra. "Iya nih, rumah sakit kita udah lama kerjasama dengan yayasan yatim piatu "Cahaya Kasih" jadi akan sangat berpengaruh jika kita tidak bisa mencari pengganti dokter Meisy" Mendengar nama yayasan milik Kiara disebut oleh staf administrasi membuat Khandra menoleh dan memasang telinga baik baik. "Kita bilang aja sama kepala rumah sakit, biar beliau yang memutuskan siapa yang akan menjadi dokter klinik yayasan yatim piatu Cahaya Kasih" "Biar saya saja" sela Khandra yang sudah berdiri di depan meja di staf administrasi yang sedang bingung. "Dokter Khan?" Ucap dia staff itu bersamaan, mereka keheranan karena tidak biasanya dokter cool satu itu menawarkan diri untuk menggantikan dokter lain. Yang mereka kenal adalah dokter yang pelit senyum dan tidak begitu suka bersosialisasi dengan staf rumah sakit. "Dokter Khan serius?" Tanya salah satu dari mereka "Apa saya pernah bercanda?" Ucap Khandra dengan wajah cueknya. "Baik dok, akan saya atur agar tidak berbenturan dengan jadwal dokter di rumah sakit." "Terima kasih" Khandra kemudian meninggalkan ruang administrasi. Oooo----oooO Khandra keluar dari mobilnya yang ia parkir di halaman kantor yayasan yatim piatu. Ia menatap sejenak kantor yayasan  cahaya kasih di hadapannya, ia menghela nafas panjang kemudian berjalan masuk. "Selamat siang....." Ia menyapa seseorang yang ia temui, seorang ibu paruh baya dengan seragam batik, sepertinya ia adalah staff yayasan yatim piatu. "Selamat siang, bisa saya bantu?" Ibu itu takjub melihat Khandra yang menjulang di hadapannya dengan wajah tegasnya yang menawan. "Saya dokter Khandra, saya yang menggantikan dokter Meisy bertugas disini" "Oh pengganti dokter Meisy, mari saya antar ke klinik yayasan" "Saya ingin bertemu kepala yayasan terlebih dahulu" "Oh mbak Kiara sedang ada urusan di luar, mungkin 1 jam lagi akan kembali" "Baiklah, tolong beritahu saya kalau ia sudah kembali" "Baik dok, mari saya tunjukkan klinik yayasan" Khandra mengikuti langkah wanita paruh baya itu melewati lorong yayasan. Sepi suasananya karena anak anak sedang sekolah hanya ada beberapa balita saja yang sedang bermain di halaman dalam yayasan. Khandra mulai memeriksa beberapa stok obat dan peralatan di klinik tersebut, obat obatanya sangat lengkap juga peralatan cukup lengkap. Setelah selesai cek dan ricek Khandra duduk dan memeriksa berkas di meja. Sebuah ketukan membuat Khandra mendongakkan kepalanya. Pintu terbuka dan ia melihat gadis yang beberapa Minggu lalu ia lihat putus asa di pemakaman. Khandra hanya menatap Kiara, sedangan Kiara melangkah perlahan mendekati Khandra. "Dokter Khandra? Saya Kiara pimpinan dan pemilik yayasan cahaya kasih" "Saya tahu" jawab Khandra cuek membuat Kiara jengah dengan keangkuhan dokter dihadapannya. "Baiklah, Bu Ita bilang bahwa anda ingin menemui saya?" "Saya hanya ingin memberitahukan tentang kedatangan saya dan tentang saya yang menggantikan dokter Maisy bertugas di yayasan ini 2 kali seminggu" "Baiklah" Kia membalikkan badan kemudian melangkah pergi. "Tunggu...." Kia berhenti saat mendengar ucapan Khandra dan menoleh, ia melihat Khandra berdiri dan melangkah kearahnya. "Saya ikut berduka cita atas meninggalnya kedua orangtua anda" ucap Khandra tulus. Kia terkesiap mendengar ucapan Khandra, tak menyangka akan mendapatkan ucapan belasungkawa. "Terima kasih" ucap Kia tergagap, wajahnya yang muram semakin terlihat kesedihan disana. Melihat hal itu Khandra merasa bingung dan merasa menyesal sudah mengucapkan sesuatu yang membuat Kiara sedih. "Maaf, saya tidak bermaksud untuk...." "Tidak apa apa..... permisi" Kia melangkah cepat meninggalkan klinik yayasan. Khandra hanya menatap kepergian dengan tatapan yang sulit diartikan. ~~~ ~~~ 2 Minggu sudah Khandra bertugas di klinik yayasan cahaya kasih dan hanya 2 bertemu Kiara, hal ini membuat ia kesulitan mendekati Kiara karena Kiara sangat tertutup. Tapi hati kecil Khandra masih belum tenang jika tidak melihat Kiara bisa lebih ceria. Oooo----oooO Kiara menggendong seorang bayi yang berusia sekitar 9 bulan berjalan di koridor rumah sakit, dengan terburu-buru ia mencari ruangan dokter anak di rumah sakit itu. Ia berpapasan dengan Khandra. "Dokter Khandra...." "Kiara? Ada apa?" "Ini dok Alan, badannya demam makanya segera saya bawa kesini, takut kenapa napa" "Ya sudah biar saya periksa" Khandra mengajak Kiara ke poly umum untuk memeriksa Alan, bayi yang di gendong Kiara. Setelah memeriksa Khandra mengembalikan Alan pada Kiara. "Alan kenapa dok?" "Dia tidak apa apa, hanya demam karena akan tumbuh gigi kamu tenang aja" Kiara bernafas lega karena tidak terjadi apa apa pada Alan. "Sepertinya kamu khawatir sekali pada Alan" tanya Khandra "Anak anak di panti sudah seperti adik adik saya sendiri, tentu saja saya sangat khawatir dok" "Bagus, cukup bertanggung jawab sebagai pemimpin" ucap Khandra dengan wajah datar Pujian Khandra dengan wajah datarnya membuat Kiara jengah. ~~~ ~~~ Kiara memandang selembar kertas yang berada di tangannya, ia baca kembali dari atas kemudian ia tanda tangan di atas materai. Setelah selesai ia memasukannya kedalam map berwarna kuning, ia lalu berjalan keluar dari ruangannya. Hari sudah malam terlihat langit yang gelap tanpa bintang. Ia berjalan menyusuri lorong dalam menuju mobilnya di halaman kantor yayasan. Saat ia akan membuka mobilnya angin tiba tiba bertiup dengan kencang dan menerbangkan berkas yang ia bawa, rambut panjangnya pun berantakan. Ia mencoba mencari berkas penting yang baru saja ditandatanganinya tapi ia tak menemukannya di manapun. "Kamu mencari ini??" Khandra melangkah mendekati Kiara yang kebingungan mencari berkas, dan mengacungkan sebuah kertas putih dan Kiara sangat tahu kalau itu adalah berkas yang dia cari. Kiara berusaha mengambilnya namun Khandra mengentikan Kiara. "Apa maksudnya ini?, Apa yang akan kamu lakukan dengan membuat surat wasiat ini? Kamu mau mati hah?!!?" "Itu......saya.......anu......" Dengan geram Khandra memegang lengan Kiara dan menariknya kembali ke dalam yayasan panti asuhan Cahaya Kasih menuju kamar anak anak. Jam menunjukkan pukul 10 malam, Khandra sebenarnya sudah pulang sejak sore namun ponselnya ketinggalan dan terpaksa ia kembali ke yayasan. "Lepasin dok......" Rintih Kiara yang tangannya merasa sakit. Setelah sampai di depan kamar anak anak, Khandra membuka pintu kamar tersebut dan mendorong Kiara masuk, anak anak sudah terlelap tidur. "Kamu lihat mereka, sejak kecil kedua orangtua mereka sudah meninggal tapi mereka masih punya semangat untuk hidup dan berjuang. Tapi kamu dengan sengaja ingin melenyapkan diri sendiri dan meninggalkan mereka. Apa hak kamu ingin mati, nyawa kamu itu hak milik Tuhan bukan hak kamu jadi kamu tidak berhak mengakhiri hidupmu sendiri" Kiara hanya termangu menerima amarah dari Khandra, ia memikirkan semua ucapan Khandra yang benar adanya. Kenapa ia sangat ingin mati dan menyusul kedua orangtuanya sedangkan anak anak ini masih punya semangat hidup yang tinggi bahkan ada dari mereka yang tidak mengenal orang tuanya. Ia merasa tertampar, ia hanya mampu terdiam. Khandra kembali menarik tangan Kiara dan membawanya keluar, ia mendorong tubuh Kiara masuk dalam mobilnya dan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju bukit dekat yayasan. Kiara yang masih merenungkan ucapan Khandra hanya diam saat Khandra membawanya pergi. Setelah sampai di jalan bukit yang sepi Khandra menghentikan mobilnya dan membawa Kiara keluar. "Lepaskan beban dihatimu.....berteriak lah jika itu bisa membuat hatimu lega" Air mata Kiara mulai berlinang dan iapun mulai terisak, Isak tangisnya semakin kencang. "Aaaaaaaaaaaaaaa.........." Kiara berteriak sekuat tenaga, beban berat dihatinya seperti menguap begitu saja. Ucapan Khandra terngiang di kepalanya. Ia memang terlalu lemah hati hingga saat orang tuanya meninggal ia sangat kehilangan, tapi berkat ucapan Khandra ia mulai membuka fikirannya, ratusan anak yatim piatu bergantung padanya dan jika ia mati belum tentu anak-anak itu akan terus dengan baik. Kiara bertekad akan benar benar fokus mengurus yayasan peninggalan kedua orangtuanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD