chapter 4

1244 Words
Khandra bersimpuh di hadapan kedua orangtuanya. "Maafkan Khandra pa, ma... Khandra tidak bisa mewujudkan impian mama dan papa untuk memiliki cucu, dengan keadaan Khandra yang......" "Sssstttt......sudah nak, mama yang minta maaf sayang. Mama dan papa khilaf karena ingin melihat kamu menikah lagi dan Bahagia" "Itu akan sulit ma" jawab Khandra "Sudahlah ma, mungkin garis keturunan kita hanya sampai di Khandra" ucap papa Khandra sedih kemudian berdiri dan meninggalkan anak dan istrinya. Khandra menatap kepergian papanya dengan tatapan bersalah. Ia kemudian berdiri dan melangkah meninggalkan mamanya menuju kamarnya dulu. Kamar sebelum ia menikah dan pindah ke apartemen. Khandra merebahkan tubuhnya di ranjang miliknya, matanya menerawang menatap langit-langit kamar. Ucapan pasrah papanya membuatnya semakin merasa bersalah, sungguh sebenarnya ia sangat ingin membahagiakan kedua orangtuanya namun apa dayanya keadaan dirinya membuat kedua orangtuanya pasrah. ~~~ ~~~ "Dokter Khandra...." Khandra menoleh dan mendapati seorang perawat berjalan ke arahnya. "Ada apa suster?" "Dokter Khandra diminta menemui pimpinan rumah sakit sekarang" "Baiklah, terima kasih" Khandra melangkahkan kakinya menuju ruangan pimpinan rumah sakit. Disana pimpinan rumah sakit sudah menunggunya. "Dokter memanggil saya?" Tanya Khandra "Iya dokter Khan, silahkan duduk" Khandra duduk di hadapan pimpinan rumah sakit, sepertinya pimpinan rumah sakit ingin membicarakan hal penting. "Begini dokter Khan, rumah sakit kita ikut berpartisipasi dalam bakti sosial di sebuah desa yang berada di lereng gunung di daerah Jawa Timur. Saya ingin dokter Khan yang mewakili rumah sakit ini." "Baiklah, saya bersedia" "Bagus, besok dokter Khandra berangkat" "Tapi.... siapa yang menggantikan saya di yayasan cahaya kasih dokter?" "Saya sudah mendelegasikan tugas itu untuk dokter Shania jadi dokter Khandra bisa berangkat dengan tenang, dokter disana selama 3 Minggu" Oooo----oooO Khandra masuk dalam tenda yang khusus untuk tim medis, ada 4 ranjang portabel ala army juga 2 meja kecil, sudah ada 2 koper besar di pinggir 2 ranjang. Berbanding terbalik dengan Khandra yang hanya sebuah tas ransel hitam yang hanya muat beberapa baju saja, Snelli dan beberapa alat kedokteran miliknya. Khandra duduk di ranjang yang sepertinya belum ada yang menempati, kemudian meletakkan tas ranselnya sebagai bantal kepala. Setelah itu kemudian ia keluar dan mengedarkan pandangannya, tempat itu lumayan asri, dengan letak di lereng gunung, membuat udara sangat sejuk cenderung dingin. Ada 4 tenda disana, tenda tinggal tim medis, tenda klinik darurat, tenda untuk para relawan umum dan relawan pendidik. Bhakti sosial ini di peruntukkan untuk penduduk yang berada di lereng gunung yang belum tersentuh tenaga medis dan tenaga pendidik yang mumpuni. Khandra berjalan berkeliling seorang diri di desa terpencil itu, beberapa warga desa yang berpapasan dengannya menyapanya yang hanya dibalas anggukan oleh Khandra tanpa senyuman, khas Khandra yang memang tidak ingin terlalu akrab dengan orang. Senyum samar dibibirnya tak terlihat sebagai sebuah senyuman. Di kejauhan ia melihat seseorang yang sepertinya ia kenal, seorang gadis sedang duduk di sebuah batu sedangkan di hadapannya terdapat bangku bangku dari kayu yang seperti baru saja dibuat, yang diduduki oleh anak anak dengan wajah penasaran, ia mencoba mencuri dengar apa yang terjadi. "Ada seekor kura-kura yang sombong dan merasa dirinya lebih pantas terbang dibandingkan berenang di perairan. Ia jengkel karena memiliki tempurung keras yang membuat tubuhnya terasa berat. Ia pun kesal melihat kawan-kawannya sudah berpuas diri dengan berenang. Saat melihat burung yang bebas terbang di langit, kejengkelannya kian bertambah. Suatu hari, kura-kura ini memaksa seekor angsa untuk membantunya terbang. Si angsa setuju, Ia mengusulkan agar si kura-kura berpegangan pada sebatang kayu yang akan diangkatnya Karena tangan kura-kura agak lemah, ia menggunakan mulutnya yang lebih kuat. Ia pun akhirnya bisa terbang dan merasa bangga Melihat teman-temannya yang tengah berenang, ia ingin menyombongkan diri. Ia lupa bahwa mulutnya harus terus dipakai untuk menggigit kayu. Ia pun terjatuh dengan keras. Beruntung, ia selamat berkat tempurung yang pernah dibencinya. Jadi adik adik, hikmah apa yang bisa kita ambil dari kisah kura kura tadi?" "Kita tidak boleh sombong kak" jawab salah satu anak yang duduk di belakang. "Benar sekali Nana, kesombongan akan mendatangkan petaka. Contohnya kura-kura tadi yang jatuh karena ia menyombongkan diri pada teman temannya" "Lagi kak, lagi....." Teriak anak anak itu. "Lagi??, Baiklah. Di sebuah desa, tinggallah seorang anak bernama Bawang Putih bersama dengan ayahnya. Ibu Bawang Putih sudah meninggal sehingga sang ayah memutuskan untuk menikah kembali. Sayangnya, ibu tiri dan saudara tirinya yang bernama Bawang Merah selalu bersikap buruk kepada Bawang Putih. Kejahatanya semakin menjadi-jadi ketika sang ayah meninggal dunia. Bawang putih diperlakukan layaknya seorang asisten rumah tangga." "Pada suatu pagi , Bawang Putih sedang mencuci baju di sungai. Dikarenakan aliran airnya terlalu deras, salah satu baju ibu tirinya pun hanyut. Mengetahui hal tersebut, ibu tiri langsung memarahinya dan meminta Bawang Putih untuk menemukannya. Dengan berat hati, ia pun menulusuri sungai untuk menemukan baju ibunya. Ternyata baju tersebut ditemukan oleh seorang nenek, Nenek tersebut akan memberikannya, tapi dengan syarat Bawang Putih harus menemaninya selama satu minggu. Dengan senang hati, Bawang Putih menemani nenek tersebut. Setiap hari ia membantunya merapikan dan merawat rumah. Setelah satu minggu berlalu, nenek itu mengembalikan baju ibunya dan menawarkan hadiah kepada Bawang Putih atas bantuannya merawat rumah. Hadiah tersebut berupa labu siam besar dan kecil. Bawang putih memilih yang kecil karena tidak ingin menyusahkan si nenek. Setelah kembali ke rumah dan membuka labu tersebut, ternyata isinya adalah emas-emasan. Mengetahui hal itu, Bawang Merah memutuskan untuk kerumah nenek tersebut dan meminta labu siam yang besar secara paksa, ia berharap jika labunya lebih besar, maka isi perhiasannya pun semakin banyak. Namun, setelah labu tersebut dibuka yang muncul justru binatang buas. Nah apa hikmah dari kisah bawang putih dan bawang merah adik adik?" Anak anak itu saling pandang. Kemudian salah satu anak lain mencoba menjawab. "Kita harus jadi anak baik kak, kalau enggak nanti dimakan binatang buas kak" "Hahahaha...." Gadis yang menceritakan dongeng rakyat itu tertawa sejadi jadinya mendengar jawab anak itu namun segera dihentikannya. "Maaf......., Jawaban kamu tidak sepenuhnya salah tapi kurang tepat. Jadi Kisah Bawang Putih dan Bawang Merah mengajarkan kita untuk selalu bersikap baik. Perbuatan yang jahat akan mendapatkan balasan yang setimpal. Seperti halnya kelakuan Bawang Merah dan Ibu Tiri yang jahat kepada Bawang Putih. Pada akhirnya, mereka mendapat hukuman yang setimpal atas perbuatannya, kalian faham?" "Faham kak" "Baiklah kakak akhir pertemuan kali ini, besok kita bertemu lagi disini di waktu yang sama ya?" "Yaaaa.....kak, lagi ceritanya" pinta mereka lagi. "Ini sudah sore adik adik, kedua orangtua kalian pasti sedang menunggu, jadi besok kita lanjutkan ya, da da" gadis itu melambaikan tangannya pada anak anak yang dengan terpaksa meninggalkan tempat itu. Khandra melangkah mendekati gadis yang dia rasa ia mengenalnya. Gadis itu membalikkan badannya akan pergi dari tempat itu namun tubuhnya langsung berhadapan dengan Khandra yang sudah ada di belakangnya. "Dokter Khandra?!" Pekik gadis itu terkejut. Khandra pun tak kalah terkejut mendapati gadis yang dikenalnya berada di tempat yang jauh. "Kiara....???,kamu juga ada disini?" "I....iya dari kemarin saya disini, dokter sendiri?" "Saya baru datang, kamu sering berpartisipasi dalam acara Bakti sosial seperti ini?" Tanya Khandra Keduanya berjalan beriringan menuju tenda. "Belum pernah dok, ini yang pertama. Papa dan mama yang biasanya ikut kegiatan seperti ini, saya hanya ingin melanjutkan apa yang sudah mereka lakukan" Khandra mengangguk angguk mengerti. "Yayasan siapa yang handle?" "Banyak staf dok di yayasan, saya hanya ingin tahu rasanya ikut kegiatan bakti sosial seperti papa dan mama, mungkin dengan begini saya akan merasa lebih dekat sama mereka" Hati Khandra tercubit mendengar ucapan Kiara, ia yang menyebabkan gadis itu terpisah jauh dari orangtuanya, bahkan untuk selamanya. "Maafkan saya.." ucap Khandra pelan "Apa? Minta maaf untuk apa?" Tanya Kiara bingung dengan permintaan maaf Khandra. "Oh bukan apa apa, saya permisi" Khandra mempercepat langkahnya meninggalkan Kiara yang masih bingung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD