Jika dilihat dari asal usul Swana, siapa yang menduga jika seorang Swana Aristia akan berada di sini. Di sebuah mansion mewah yang hanya bisa ia lihat di televisi. Padahal gadis itu hanyalah lulusan sekolah menengah atas dan bekerja di kantin perusahaan Broxe karena kemampuan bahasa inggrisnya yang lancar.
Sudah sebulan lebih Swana menikah dan tinggal di mansion Ford. Sejak pernikahan fenomenal yang mengegerkan media terjadi ia sudah sepenuhnya menyandang status nyonya Broxe Amarta dan tinggal di mansion mewah suaminya.
Swana tidak pernah puas mengagumi lukisan cita rasa abad pertengahan. Itu karena ia hanya melihat arsitektur maupun lukisan itu hanya dari ensiklopedia atau di gambar saja. Dan sekarang, ia justru menatapnya langsung dengan mata kepalanya sendiri jadi meski sudah sebulan tinggal mansion---tetap saja Swana merasa terhipnotis dengan keelokan sentuhan jaman Renaissance yang di aplikasikan di atap ruangan mansion.
Rasa kagum dalam diri Swana saat melihat arsitektur kebarat-baratan, tanpa sadar membuatnya berhenti dari pekerjaannya sehari-hari. Dan di saat dia terpesona oleh memandangan ala barat. Suara kecil melengking mengalihkan dunianya. Berkat suara itu Swana seolah ditarik dari surga ke neraka.
"Apa yang kau tunggu, Swa?! Jangan berlagak jadi nyonya rumah sini, ya! Kau cuma pelayan di sini, ingat kau setara ama babu! " Kepala pelayan rumah mulai memaki Swana lagi.
Lely memang memiliki masalah dengan Swana. Dia membencinya karena tuannya yang sempurna menikahi Swana karena tragedi pemerkosaan yang Ford Broxe Amarta lakukan pada Swana. Lely menganggap Swana wanita jalang yang sengaja menjebak Ford dan membuat pria sebaik Ford bertanggung jawab. Dia pun tidak pernah berhenti membuat Swana bekerja keras. Apalagi tidak ada yang perduli, lebih tepatnya Ford sendiri tidak memperdulikan kondisi Swana. Itu membuat Lely semakin melonjak.
"I-iya nyonya Lely. Aku akan segera mencuci sprei. "
Swana tergopoh-gopoh menuju ruang cuci. Sayangnya di sana dia juga mendapatkan masalah.
"Heh, cuci pake tangan. Nanti mesin cucinya rusak lagi kalau kau yang gunain!"
Lely tidak henti-hentinya menekan Swana.
Swana yang takut pada Lely hanya diam dan melakukan pekerjaannya. Dia mulai mencuci dengan tangan tumpukan kain di bak.
Di mansion ini, Lely yang sudah bekerja sangat lama merasa berkuasa dari pelayan lain. Itu karena hanya dia yang memberi laporan tentang kebutuhan mansion, dan pernak pernik urusan rumah ini. Banyak yang tidak berani melawan Lely karena bisa diintimidasi olehnya.
Setetes air mata turun di pipi Swana. Bagaimanapun dia gadis desa yang pendiam. Orang tuanya yang meninggal tidak pernah mengajarinya menjadi gadis pembangkang. Oleh karena itu dia tidak pernah melawan ucapan orang yang lebih tua darinya.
"Hiks, aku ga pengen ada di sini. Hiks buat apa sich tuan Ford memaksaku menikah jika aku di sia-siain kayak gini."
Brrrm.
Di depan, terdengar suara mobil yang berhenti. Lalu di susul sebuah teriakan dari sana.
"Mana jalang itu?! Mana gadis yang udah jebak Ford buat nikahin dia. Sini kau! "
Lely yang memang penggemar berat Cindy Colona mulai menjilat Cindy. Bagaimanapun Cindy adalah model yang sudah lama tinggal di Amerika. Jadi Lely ingin mendapatkan saweran jika Cindy tau dia sudah membuat Swana seperti pembantu.
"Dia ada di belakang, Non. Jangan kuatir, saya udah menyuruhnya jadi kayak babu di sini. "
Cindy mendengus jijik melihat Lely yang mencoba menempel padanya. Dia menggeser tubuhnya agar sedikit menjauh dari Lely.
"Jaga jarak ya, aku ngak mau terkontaminasi ama bau pembantu. Tunjukkan di mana jalang yang udah ngerebut Frod dariku."
"Ke arah sini, Non."
Lely menunjuk ke arah Swana yang mengucek baju.
Swana berdiri saat Cindy mendekat.
'Ko gadis ini punya mata coklat dan kulit putih? Apa dia blasteran? ' batin Cindy.
Sadar dari melamunnya, Cindy mulai melabrak Swana.
"Heh, dasar jalang tak tau malu! "
Swana ketakutan melihat wanita cantik, tinggi, berpakaian minim, seksi yang melotot marah padanya. Seingat Swana, dia adalah kekasih Ford yang seorang model.
"A-aku?"
Plak!
Mata Swana membola ketika rasa panas dan pedih menyengat di pipinya. Cindy menamparnya dengan mata yang berkaca-kaca.
"Hiks, teganya kamu ngerebut Ford dariku. Padahal aku ma dia dah lama pacaran dan mo nikah! Tapi kau njebak dia buat nikahin kamu! Hiks. "
"A-aku tidak njebak dia hiks... Itu fitnah. Aku ngak pernah lakuin itu hiks, " rintih Swana.
Cindy tidak mau mendengar penjelasan dari Swana. Dia masih ingin memaki-maki Swana yang menangis sambil memegangi pipinya.
"Asal kau tau ya, Ford cintanya ma aku. Ama aku!"
Usai mengatakan hal itu, Cindy pergi meninggalkan Swana yang menangis. Namun Lely justru sangat senang.
"Heh, ngapain nangis? Kerjaan masih banyak."
Lely menyeringai lebar melihat gadis yang ia anggap tidak tau diri ditampar oleh Cindy.
"Rasain. "
Lely pun ikut meninggalkan Swana. Dia mengekori Cindy dan bersiap mendapatkan pujian. Siapa tau berkat ini gajinya bisa naik.
"Psst kau dengar tadi? "
"Huh, pantesan. Mana mungkin gadis udik macam dia bisa menikah ma tuan Ford yang gantengnya di luar kadar normal. "
"Ga tau malu banget ya, wajahnya ja yang polos tapi busuk banget. "
Suara bisikan pelayan di mansion terdengar semakin keras. Vetri sudah kewalahan dengan semua ini. Tapi dia tidak bisa berbuat apapun.
"Ibu, ayah... Hiks. Swana sudah enggak kuat. Hiks. "
Swana duduk meratap sambil mengucek sprei. Hal ini sudah berlangsung selama sebulan ketika dia menikah dengan Ford B.Amarta. Tidak ada hari yang terlewatkan tanpa hinaan dan bisikan pelayan yang memfitnah dirinya. Namun hari ini adalah yang terburuk. Itu berkat kedatangan Cindy.
.
.
Menjelang malam, Swana sudah menyelesaikan cuciannya. Rasa lapar mendera Swana tapi dia ingin mandi dulu sebelum makan.
"Eh, Swana sudah selesai nyuci tuh. Cepat habiskan makananya. Sisain roti satu aja. " Salah satu pelayan memberi tahu pelayan lainnya agar tidak menyisakan makan malam buat Swana. Itu juga salah satu instruksi dari Lely agar membuat Swana kelaparan. Pelayan satu itu seperti sudah bersumpah untuk membuat Swana menderita.
Swana yang tidak sengaja lewat hanya menggelengkan kepalanya. Dia sudah tidak mempunyai nafsu makan. Swana terlalu lelah berebut makanan dengan pelayan di rumah ini.
Tik.
Tok.
Tik.
Tok.
Swana kali ini bertekad untuk bertemu dengan Ford. Dia sudah tidak tahan hidup dimusuhi semua orang yang tinggal di sini. Lebih baik dia pulang ke kampung dari pada hidup di kota dan difitnah setiap hari.
Tin.
Tin.
Mobil mahal Audi yang biasa di pakai Ford memasuki ruang garasi. Tak lama kemudian, pria berperawakan tinggi dan tampan keluar dari benda mewah itu.
"Tuan! " sapa Swana.
Ford berhenti saat melihat Swana."Tsk, Jangan ganggu aku. Aku lelah. "
Tapi Swana enggan mundur. Dia menghalangi Ford naik tangga. Nafasnya naik turun karena emosi di dadanya yang mencekik. Dia tidak tahan melihat suami yang membencinya juga para karyawannya.
"Tolong ceraikan saya, ijinkan saya pergi dari sini. "
Ford menatap dingin pada gadis yang dia bawa karena sebuah tragedi yang secara tidak sadar ia lakukan. Wajah gadis ini merah dan matanya bengkak. Jelas terlihat jika dia baru saja menangis.
"Sudah kubilang jika itu tidak bisa terjadi. Masyarakat akan menghakimiku. "
"Saya akan pulang kampung, jadi tidak akan ada yang tau tentang saya. Tolong tuan----"
Bruk.
Swana pingsan karena emosi yang memuncak. Dia sudah sangat stress dengan semua ini.
Ford terkejut melihat istri yang tidak pernah ia pedulikan pingsan. Keterkejutan Ford bertambah saat menggendong gadis yang pingsan ini. Tubuhnya seolah hanya di balut kulit tanpa daging.
"Brian, siapkan mobil. Kita ke rumah sakit! "
Asisten Ford yang kebetulan belum pulang langsung melaksanakan instruksi dari Ford. Dia juga terkejut melihat istri tuannya yang pingsan.
Di rumah sakit.
Dokter jaga Unit Gawat Darurat langsung menangani Swana. Sementara itu Ford hanya bisa menunggu di depan dengan marah.
'Sialan, aku seharusnya beristirahat malam ini. Tapi ternyata aku harus menemani gadis itu! ' maki Ford dalam hati. Dia mengusap rambutnya frustasi dan jengkel.
Ceklek.
Dokter keluar dari pintu UGD.
"Nyonya sudah kami pindahkan ke ruang rawat inap. Dia mengalami kekurangan darah dan kurang nutrisi. Sepertinya nyonya tidak makan dengan benar. Padahal dia sedang hamil. "
Ford mengernyit heran dengan pernyataan dokter. Bagaimana mungkin ada orang yang kelaparan di rumahnya. Bahkan pelayan di rumahnya makan dengan teratur.
"Terima kasih dokter. "
Dokter itu pergi meninggalkan Ford yang membeku.
Ford menoleh ke arah Brian. Wajahnya yang datar mengeras karena tidak puas.
"Brian, kau sudah mendengarnya, Kan? Cari tau apa yang terjadi di rumahku?"
"Baik tuan."
Ford terpaksa menginap di rumah sakit. Dia pun melepas jas dan tidur di sofa kamar rumah sakit tempat Swana yang masih pingsan dengan infus di tangannya. Tapi dia senang dengan sesuatu, dan itu terkait dengan kehamilan istrinya.
Akhirnya...
Swana Pov.
Aku terbangun di bangsal rumah sakit. Anehnya tuan Ford menemaniku dengan wajah khawatir.
"Tuan Ford? "
Aku terkejut ketika melihatnya berada di depanku. Dia duduk di kursi ranjang bangsal rumah sakit. Dia pasti sangat marah.
"Ma-maafkan saya karena pingsan dan membuat anda membuang waktu berharga anda. "
Aku kembali ketakutan karena menyebabkan pria ini berada di rumah sakit. Tubuhku bergetar tidak nyaman. Aku sangat takut dengan tatapan dinginnya.
"Swana... "
"I-iya tuan, " jawabku cepat dan sigap seperti pelayan yang terbiasa bekerja di rumahnya.
"Shawa, tolong tenanglah. Aku suamimu, mengapa kau memanggilku tuan? " Ford hendak meraih tanganku namun aku buru-buru menarik tanganku sebelum dia berhasil meraihnya.
"Maaf, maaf...Tuan. "
Tes.
Tes.
Air mataku turun begitu saja. Tapi aku dengan cepat mengusap air mata itu.
"Swana? "
Tuan Ford mengernyit melihatku yang ketakutan dan enggan untuk ia pegang. "Kita memang hanya sekedar atasan dan bawahan, " kataku.
"Tidak ... kau istriku, Swanaa. Anak dalam kandunganmu itu adalah anakku. "
"Apa!? aku mengandung. "
Air mata kembali menetes di pipiku. Kali ini lebih deras. Aku semakin kalut dengan kenyataan ini.
"Maafkan aku tuan. Aku akan menggugurkan bayi ini agar tidak membebani anda. Hiks hiks. Lalu anda bisa menceraikanku. "
Ya Tuhan, mengapa semua ini terjadi. Mengapa aku harus ditakdirkan membunuh bayiku. Mengapa aku harus melakukan dosa ini.
"Tidak Swana, tidak ada yang boleh menyakiti bayi itu. Dia berdarah Broxe. Dia adalah pewaris Broxe. "
Aku menggelengkan kepala. "Aku tidak bisa membiarkan putraku hidup dalam cemoohan sepertiku. "
Dengan suara bergetar aku menatap dalam-dalam Ford. "Tuan, tolong ceraikan saya. "
"Swana."
"Kumohon tuan, saya tidak ingin anak saya menanggung hinaan seperti yang saya alami. Tolong biarkan kami pergi dan menjalani hidup jauh dari semua ini. Hiks, tolong ceraikan saya tuan. "
Tuan Ford terdiam, mungkin aku salah lihat tapi aku merasa raut wajah tuan Ford berubah sendu. "Swana, aku akan melindungi kalian. "
Akan tetapi aku tidak ingin lagi tinggal di sana, jadi aku menggelengkan kepalaku keras-keras.
"Tuan, berikan saya kebebasan. Hiks. Kumohon. "
Ford mengambil tanganku. Sekali lagi dia mengernyit. Mungkin karena melihat tanganku penuh luka. Ini disebabkan aku menggali tanah untuk berkebun. Nyonya Lely menyuruhku menanam bunga tanpa cangkul.
"Ini salahku karena membiarkanmu menderita. Tolong beri aku kesempatan. Demi bayi itu. Kumohon. Aku berjanji tidak akan ada yang akan membuatmu menderita lagi."
"Tapi... "
"Tolong Swana, ini salahku yang terlalu sibuk bekerja. Bayimu adalah satu-satunya keluargaku. Aku tidak memiliki keluarga yang sedarah denganku lagi. "
"Tuan..."
Tatapan penuh tekad Ford meluluhkan hatiku. Aku hanya mengangguk dan diam. Meski demikian aku tetap akan meninggalkan Ford saat ia rasa sudah cukup dengan pernikahan paksa ini. Aku tau jika pernikahan ini hanyalah untuk sementara. Dia akan menceraikanku ketika berita tentang kami reda. Sampai saat itu tiba, aku akan menunggu dengan sabar di rumahnya sekaligus melihat seperti apa perubahan yang ia ucapkan.
Tbc.