✉ 1 || Vienna Esterina Elara

1022 Words
    Aku mulai merasa bosan. Sesi MOS hari pertama memang tidak ada seru-serunya. Sedari tadi aku hanya mendengarkan kakak-kakak panitia berbicara.     Aku sudah duduk di aula selama lebih dari tiga jam. Selama itu pula pikiranku melayang-layang entah kemana. Yang jelas, aku tidak bisa fokus pada sesi MOS yang sedang kujalani.     Pagi ini, secara tak sengaja, aku menemukan sebuah surat misterius. Aku tidak tahu surat itu sungguhan ditujukan untukku atau orang lain. Pasalnya aku bukan cewek cantik dengan banyak penggemar misterius atau orang penting yang bakalan sering berkirim surat dengan kolega.     Tidak, surat ini berbeda. Dari luarnya saja aku sudah bisa merasakan aura-aura memikat yang misterius. Sepertinya, hanya orang-orang tertentu yang akan menerima surat semacam ini.     Biar kujelaskan. Surat ini menggunakan warna hitam untuk kertas dasarnya dipadukan dengan tulisan tangan bertinta emas. Tulisan tangan ini juga rapi banget. Seolah-olah ini adalah hasil cetakan. Tapi aku yakin seratus persen kalau tulisan dalam surat yang kuterima tadi pagi itu bukan hasil cetakan mesin. Pasti orang yang menulis surat itu adalah orang yang perfeksionis.     Tuh kan, ngomongin soal surat ini, rasa penasaranku makin menjadi. Sekali lagi aku melirik arloji yang melingkar di tangan kiriku. Tahan rasa penasaran lo sampai lima menit lagi, bisikku dalam hati untuk menenangkan diriku sendiri.     Lima menit terasa begitu lama. Sampai akhirnya, salah satu kakak panitia yang bertugas sebagai seksi acara memberitahukan pada semua peserta untuk mengambil jam istirahat.     Tanpa banyak bicara, aku segera meluncur ke toilet. Bodo amat mereka mau menertawakanku karena lari terbirit-b***t seperti sedang menahan untuk tidak buang air sembarangan.     Tebakanku benar, toilet masih sepi. Kosong malah. Aku segera menuju bilik toilet paling ujung. Di dalam toilet, aku merogoh saku rok seragamku dan mengeluarkan surat misterius itu. Jujur saja, jantungku berdebar-debar sekarang ini. Rasanya persis seperti menerima surat dari orang yang kita suka. Meski kurasa aku belum pernah dapat keistimewaan seperti itu.     Aku membuka surat itu sedikit dan mengintip tulisan di dalamnya. Mataku berhasil menemukan namaku tertera di surat itu. Jadi kusimpulkan surat itu memang sengaja diberikan padaku.     Aku mulai membaca satu per satu kalimat dalam surat itu. Mendadak saja aku berkeringat. Bukan karena kepanasan, tapi karena aku syok banget. Aku belum pernah menerima surat semacam ini. Kalimat-kalimatnya membuatku panas dingin. ✉ Untuk Vienna Esterina Elara Hallo, Vienna. Kamu mendapat kesempatan untuk menjadi kandidat Raja dan Ratu Sekolah. Silakan datang ke ruang makan setelah acara MOS hari ini berakhir. Temui kandidat yang lain dan kamu akan mendapat keseruannya. Kesempatanmu ini tidak akan datang dua kali. Salam hangat, Raja dan Ratu Sekolah ✉     Siapa yang tidak senang mendapat surat semacam ini? Aku bahkan masih linglung sampai sekarang. Raja dan Ratu Sekolah? Kedengarannya jabatan itu keren banget.     Aku mengatupkan bibirku yang ternyata sedari tadi ternganga saking tidak percayanya. Apakah ini sungguhan atau hanya lelucon belaka?     Apakah aku sedang bermimpi? Kuharap tidak. Aku sudah senang luar biasa sekarang ini. Demi apa, aku yang bukan salah satu spesies makhluk spesial di muka bumi ini justru mendapat kesempatan menjadi salah satu kandidat Raja dan Ratu Sekolah?     Baiklah, harus kuakui kalau aku tidak cantik. Sama sekali tidak. Kulitku bahkan terlalu putih untuk kebanyakan orang. Beberapa temanku sering bilang kalau kulitku nyaris pucat dan terlihat seperti orang sakit-sakitan. Aku tidak memiliki tubuh tinggi bak model atau tubuh berlekuk semacam gitar spanyol. Aku juga tidak pintar berdandan dan selera fashionku tidak bagus-bagus amat. Belum lagi, aku ini kan anak baru di SMA. Bisa kalian bayangkan betapa dekil dan cupunya aku dibandingkan kakak-kakak kelasku yang kece maksimal. Jadi, kenapa aku terpilih menjadi kandidat? Sungguh, aku penasaran setengah mati.     Oh ya, berapa banyak kandidat Raja dan Ratu Sekolah yang nanti akan kutemui? Tiba-tiba saja aku minder berat. Gimana kalau kandidat Ratu yang lain cantik-cantik? Atau bahkan tajir melintir sehingga mereka tampil bak Raja dan Ratu sungguhan?     Aku menggeleng. Tidak, aku tidak boleh berpikiran rendah diri. Itu hanya makin menekan rasa pedeku.     Samar-samar aku mendengar bel tanda masuk berbunyi. Beberapa anak yang tadi sibuk mengobrol di toilet tampaknya juga mulai meninggalkan toilet ini. Duh, sudah berapa lama aku mendekam disini? Jangan-jangan mereka mengira aku sedang punya masalah pencernaan karena tidak kunjung keluar dari bilik toilet.     Aku membuka pintu bilik toilet lalu mengintip keluar. Ternyata toilet sudah kosong. Syukurlah, aku tidak perlu malu kalau bertemu siswi lain.     Aku merapikan ikatan rambutku lalu berjalan pelan menuju aula. Sekitarku mulai terasa hening. Kebanyakan peserta MOS sudah duduk rapi di dalam aula. Ya, acara MOS ini memang diadakan seminggu sebelum tahun ajaran baru berlangsung. Itu artinya, hanya ada panitia dan kami para peserta MOS di sekolah ini. Sisanya, kakak kelas kami yang kelas sebelas dan dua belas, masih menikmati liburan di rumah masing-masing.     Aku menambah kecepatan jalanku. Ternyata suasana sepi sekolah baruku ini mampu membuatku bergidik ngeri.     Aku berlari-lari kecil sambil merapikan kemejaku yang sedikit keluar dari rok. Malang bagiku karena pada akhirnya aku harus menabrak seseorang dengan bodi yang lebih besar dariku. Aku terhuyung-huyung sampai akhirnya jatuh terhempas ke lantai. s**l, sakit juga bokongku ini!     Tapi aku tidak berani marah-marah. Aku sadar, sepertinya akulah yang salah. Aku segera berusaha bangun lalu kembali merapikan rokku.     Orang itu masih ada di tempat. Karena terburu-buru, aku hanya menggumamkan kata maaf sambil mulai kembali berjalan ke aula. o0o     Seperti dugaanku, kursi-kursi di aula sudah terisi. Hanya ada beberapa kursi kosong di bagian belakang. Dengan terpaksa, aku mengambil tempat duduk itu. Aku tidak terlalu suka duduk di belakang begini. Rasanya jauh dari peradaban. Tapi aku bisa apa coba? Salahku sendiri datang terlambat.     Sesi dimulai. Dua orang panitia menjadi pembicara. Mereka membahas pendidikan karakter. Dan karena karakterku tidak bagus-bagus amat, aku jadi malas mendengarkan penjelasan mereka.     Pikiranku malah mulai berkelana lagi. Kemana? Tentu saja kembali ke surat itu. Aku teringat bahwa surat yang kuterima tadi dikirim oleh Raja dan Ratu Sekolah. Itu artinya, mereka adalah anak-anak yang terpilih di pemilihan Raja dan Ratu tahun lalu. Kalau begitu, apakah Raja dan Ratu Sekolah yang menulis surat itu ada di sini? Apakah mereka bagian dari panitia MOS?     Ya, Tuhan! Aku penasaran banget. Akhirnya kuputuskan untuk mengedarkan pandangan ke sekeliling aula. Aku mengamati satu per satu kakak-kakak panitia. Berharap di antara mereka ada yang terlihat mencolok. Namun nyatanya, tidak ada hal seperti itu.     Semua kakak panitia tampak sama. Mereka mengenakan seragam OSIS dan juga jas almamater. Tak ada yang terlihat spesial. Tidak ada yang terlihat sebagai pemimpin dari para pemimpin. Semua tampil apa adanya. Lalu apakah Raja dan Ratu Sekolah tahun lalu itu tidak ikut serta sebagai panitia MOS? o0o
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD