Dua

1078 Words
-Dan dalam situasi seperti ini, apa harus aku mengatakan bahwa 'persahabatan lebih penting dari segalanya' itu benar?- ♤♤♤ Gadis itu pun mendongakkan kepalanya dan... "Vani!" "Nia!" Mereka mengucapkannya secara bersamaan, dengan suara yang lantang. Mereka tidak sadar, bahwa saat ini menjadi pusat perhatian. Sesaat mereka tersadar, lalu menolehkan kepalanya dan meminta maaf pada orang sekitarnya. Setelah dirasa cukup kondusif, Nia menatap tajam pada Vani. "Lo kemana aja sih Van? Ngilang mulu si kerjaannya. Gue tadi muter - muter buat cari lo." "Sorry ya Ni," ucap Vani sambil menunjukkan cengirannya. Nia hanya mengeluarkan sumpah serapahnya, "Lo it-" "Oh iya Ni, kenalin nih temen gue namanya Ardian." Vani memotong pembiacaraan Nia, "Ar, dia Nia." Tambahnya. "Ardian." "Vannia, panggil aja Nia." "Eh? Nama kalian sama?" "Hmm." Vani hanya menjawabnya dengan gumaman. Ardian hanya menganggukkan kepalanya. "Kalian mau pesen apa? Gue traktir deh." Tawar Ardian "Gue beli bakso sama es jeruk aja deh." Vani angkat bicara Lalu Ardian beralih menatap Nia. Seakan tau apa yang dimaksud Ardian Nia mengangguk dan mengatakan,"Samain aja!" Seraya tersenyum. Entah mengapa seyuman Nia membuat perasaan Ardian menghangat , Ardian langsung teringat pada tujuan awalnya yaitu memesan makanan maka ia segera berlalu dari hadapan Vani dan Nia. Setelah kepergian Ardian, Nia menatap Vani dengan wajah yang berbinar, "Van, minta Id Line nya Ardian dong." Vani mengernyit bingung, karena tak seperti biasanya Nia membahas masalah laki - laki. "Emangnya kenapa sih? Seneng banget wajah lo." Vani menggelengkan kepalanya melihat kelakuan sahabatnya ini. Nia menghela nafasnya pelan, "Gue kayaknya suka sama Ardian!" ucap Nia mantap disertai dengan senyumnya yang lebar. Deg Nia suka Ardian? Lidah Vani terasa kelu hanya untuk mengucapkan satu kata. Tenggorokan tercekat dan oksigen seakan hilang dalam sekejap disekitarnya. Ia tidak menyangka bahwa akan seperti ini. "Van..." Nia melambaikan tangannya dihadapan Vani. Setelah tersadar dari lamunannya, Vani kembali menatap Nia, "E-eh iya?" "Bantu gue yah?" "L-lo beneran s-suka Ardian?" Tanya Vani terbata - bata, ia berusaha untuk terlihat biasa saja didepan Nia. Nia mengangguk mantap, tanpa menghilangkan senyum diwajahnya, "Bantu gue deket sama Ardian yah?" Nia menaik - naikkan kedua alisnya, "Please.." tambahnya dengan puppy eyes diwajahnya. Vani yang bingung hanya menganggukkan kepalanya, "I-iya" Vani menunjukkan senyumnya, walau terlihat sangat dipaksakan. "Thanks van!" Nia beranjak dari duduknya dan langsung memeluk Vani. "Hmm." Balas Vani dengan anggukan lemas, "Emm Ni, gue mau kekelas dulu yah ada urusan bentar.” Alibi Vani kemudian melepaskan pelukannya. "Lah?! Terus baksonya gimana?" "Kasih ke orang lain aja, soalnya penting banget!" Nia menganggukkan kepalanya, "O-oh, oke!" "Good luck!" Vani menepuk bahu Nia dan segera meninggalkan kantin sebelum bulir bulir bening jatuh dari matanya. ♤♤♤ Ardian kembali membawa nampan dengan tiga mangkok bakso, dua gelas es jeruk dan segelas es teh. Ardian mengernyit bingung ketika melihat bahwa meja tadi hanya tersisa Nia disana, "Ni, Vani kemana?" Nia mendongakkan kepalanya setelah fokus dari handphone dihapannya, "Katanya mau ke kelas." Dengan senyumannya yang sangat manis. Ardian membalas seyuman tersebut dan menarik kursi yang berhadapan dengan Nia. "Lah, terus baksonya gimana?"  "Dimakan lah." Nia terkekeh pelan karena jawabannya yang sangat asal. Ardian mengerucutkan bibirnya, "Ya iyalah Ni, emangnya mau diapain lagi." Nia tertawa melihat ekspresi Ardian yang terlihat sangat lucu, "Yaudah, dibungkus aja. Nanti lo bawa pulang aja." "Oke deh." Pasrah Ardian Setelah menghabiskan makanannya, Ardian mulai angkat bicara. "Eh, Ni. Lo mau ikut ekskul apa?" Nia tampak berpikir. Beberapa detik kemudian ia menjawabnya, "Basket, maybe." "Kalo gitu sama kayak gue dong." Ardian sangat antusias jika berbicara dengan orang yang memiliki kesamaan dengan hobinya. "Oh ya? Kalo gitu gue punya partner dong nanti." Ucap Nia tak kalah antusias dengan Ardian. Mereka pun terlarut dalam obrolannya. Mereka mulai membahas dari hal yang penting hingga yang tidak penting. ♤♤♤ Vani bohong ketika mengatakan akan kekelasnya. Karena sekarang ia berada ditaman belakang sekolah yang sangat sepi dan sepertinya jarang dikunjungi oleh siswa SMA Angkasa. Ia menangkup wajahnya dengan telapak tangan. Dadanya terasa sesak saat mengetahui bahwa sahabatnya menyukai orang yang sama dengan dirinya. Tiba - tiba ada seseorang yang menepuk bahunya, "Ada masalah?" Tanya orang tersebut, kemudian duduk disebelah Vani. Vani yang terkejut lantas mendongakkan kepalanya lalu memberi respon dengan menggelengkan kepalanya. "Beneran?" "Iya Windi, gue gapapa." Vani tersenyum walau sangat terlihat jika senyuman itu dipaksakan. Windi Pratiwi, sahabat Vani sejak kecil. Bahkan Vani lebih dulu mengenal Windi daripada Nia. Mereka telah bersahabat sejak di bangku taman kanak-kanak. Dan itu membuat mereka sangat mengerti sifat mereka satu sama lain. Windi memegang bahu Vani, "Gue tahu lo bohong ke gue, cerita ke gue. Gue akan dengerin semua cerita lo." Windi menarik tubuh Vani untuk masuk ke dalam pelukannya. Seketika tangis Vani pecah. Ia tak peduli akan ada orang yang mendengarnya, karena ia hanya ingin meluapkan semua emosinya. Setelah tangis mulai reda, mereka berdua menguraikan pelukannya. Windi menatap iba kepada Vani, karena ia tak pernah melihat Vani sesedih ini. "Sekarang lo cerita, kenapa bisa gini?" Windi angkat bicara setelah terjadi keheningan. Lalu mengalirlah cerita Vani. Vani menceritakan jika Nia menyukai Ardian. Windi terkejut saat mengetahui ini, ia memang telah mengenal Nia walau tak terlalu akrab. Windi yang sejak awal tau jika Vani menyukai Ardian tak pernah menyangka bahwa dua sahabat ini menyukai orang yang sama. "Kenapa lo gak ngaku aja sih Van, kalo gini kan yang nanggung sakit cuman lo sendiri." Kesal Windi. "Gue gak mau ngecewain dia win." Windi hanya menggerutu kesal karena sahabatnya ini tak pernah berubah, mementingkan perasaan orang lain daripada perasaannya sendiri. "Udahlah Van, itu terserah lo. Percuman kalo gue ngomong panjang kali lebar kalo pada akhirnya lo gak bakalan ngikut saran gue." Putus Windi. Vani hanya tersenyum. Lalu ia melihat jam yang ada dipergelangan tangannya, "Ayo balik ke kelas, 5 menit lagi bel." Windi menganggukkan kepalanya, lalu menarik tangan Vani untuk menuju ke kelas. ♤♤♤ Saat Ardian telah kembali menuju kelas, tak ada tanda - tanda Vani ada dikelas. Ia mengernyit bingung, karena menurut Nia, Vani telah kembali menuju kelas. Akhirnya, ia memutuskan untuk bertanya pada teman sebangku Vani. "Mmmm..." Ardian bingung untuk memanggil teman Vani dengan apa, karena ia belum berkenalan. Fika yang merasakan ada orang tengah memperhatikannya, lantas menoleh dan mendapati Ardian disana. "Ada apa ya?" "Mmm..." Fika yang mengerti dengan keadaan ini lantas memotong ucapan Ardian, "Panggil gue Fika." "Oke Fika, lo liat Vani gak?" Tanya Ardian. Fika mengernyit bingung, "Loh? Bukannya tadi lo ngajak dia ke kantin?" "Lo gak ngeliat di balik kesini?" Ardian kembali bertanya. "Daritadi gue disini, tapi gue gak ngeliat Vani." "Oke, makasih ya." Pasrah Ardian lalu bergegas ingin keluar. Saat membalikkan badannya, orang yang ia cari telah kembali. Senyum Ardian mengembang, namun kemudian memudar setelah melihat wajah sembab Vani. Ardian menghampiri Vani yang tak jauh darinya, "Lo kenapa Van?" Vani hanya menggelengkan kepalanya dan memaksakan senyum di wajahnya. "Beneran?" Tanya Ardian memastikan. "Iyaaa." "Yaudah." Putus Ardian, "Mmm... Van, minta Id line nya Nia dong." Lanjutnya. Vani lantas melihat Ardian, tiba-tiba perasaannya berubah tidak enak. "Bu-buat apa?" Tanyanya gugup. "Gue pengen tambah deket, karena gue suka sama Nia." Ucap Ardian dengan senyumnya yang lebar, sehingga memperlihatkan deretan gigi putihnya. What the... Ardian suka Nia? Kenyataan apa lagi ini.   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD