Bercandanya Benuja

1589 Words
Hari ini Ditaza pergi bekerja untuk pertama kalinya, setelah kemarin dirinya hanya cukup mengamati dan diajak Benuja untuk berkeliling kantor. "Besok gak usah pakai hitam putih, ini bukan kantor BUMN yang seformal itu. Pakai yang nyaman dan sopan aja cukup." Ucapan Benuja membuat Ditaza berdecak kala membuka lemari lemarinya. Ia mengira pasti dirinya terlihat konyol di hadapan lelaki itu dengan pakaian hitam-putih. Oleh karena itu, hari ini ia memutuskan memakai kemeja dengan celana kain yang dipadupadankan dengan sepatu berhak yang tidak terlalu tinggi. Rambutnya tetap diikat ekor kuda lengkap dengan poni depan yang menghiasi. Ditaza sudah tidak melihat keberadaan Airin dan Emma ketika keluar kamar. Artinya dua orang itu telah pergi terlebih dahulu. Sebenarnya Ditaza merasa perutnya sedikit bergejolak akibat rasa lapar, karena belum sarapan. Namun dirinya tidak ingin terlambat bekerja untuk singgah makan. "Selamat pagi," sapa Ditaza menyapa Rehan yang baru ada di kantor, khususnya tim videografi. Rehan mengulas senyum menatap Ditaza. "Halo Dit, pagi sekali datangnya," katanya melirik jam tangan model trendi yang dipakainya. "Kan anak baru jadi harus rajin," balas Ditaza kemudian menuju meja kerjanya yang berada di sebelah milik Sanisa. "Kak Rehan sendiri kenapa datang pagi?" Ditaza malah heran melihat pria itu yang kenyataannya lebih datang terlebih dahulu darinya. Rehan tertawa. "Oh itu, aku harus menyelesaikan editan sebuah video prewedding sebelum rapat nanti." "Rapat?" Rehan mengangguk singkat. "Oh kau pasti belum menerima jadwal kegiatan bulan ini. Kau bisa memintanya kepada Ben, dia akan menjelaskan lebih detail." Ditaza tersenyum masam. "Kau tidak mempunyai jadwal itu?" "Tenanglah Ben tidak akan memakanmu, meski ... salah satu alasan mengapa aku datang pagi-pagi adalah untuk menyesaikan pekerjaan agar tidak terkena omel darinya," kata Rehan sambil tersenyum kecil. Ucapan Rehan membuat Ditaza merasa sedikit waswas, bagaimanapun ia masih mengingat dengan jelas tentang Benuja pada saat menjabat sebagai panitia OSPEK sewaktu SMA. Suara Benuja yang keras dan lantang serta tatapan dinginnya, membuat sebagian besar murid baru pada saat itu terdiam membisu. Matahari mulai meninggi dan para karyawan Minor mulai berdatangan satu per satu, termasuk Benuja. Mata Ditaza melirik diam-diam lelaki yang memakai kemeja putih lengkap dengan celana jeans dan deck shoes. Ia tidak sadar memuji lelaki itu dalam hati. "Gagah ya?" Sejauh ini Ditaza hanya memerhatikan bagaimana anggota videografi melakukan tugas yang telah ada sebelum perempuan itu bergabung. Ditaza sesekali dipanggil oleh Rehan atau Sanisa dan menjelaskan bagaimana alur pekerjaan. Dimulai dari klien yang akan datang, kemudian dirapatkan untuk mendapat konsep sesuai termasuk pemilihan tempat dan bahan tambahan yang kiranya perlu, barulah proses pengambilan gambar atau video akan dilakukan. "Kira-kira buat satu proyek kerja butuh waktu berapa lama?" tanya Ditaza tidak menyangkah bahwa video-video yang selama ini bertebaran di ** ternyata memiliki proses pembuatan yang tidak mudah. Rehan berpikir sejenak. "Dua minggu? Sebenarnya sih tergantung tempat dan kondisi. Kalau untuk acara tunangan, ulang tahun dan pernikahan biasa cuma selama acara berlangsung. Mereka kan sudah punya konsep, jadi kita tinggal tanya mau dibuat yanh seperti apa misalnya editannya." Sanisa mengangguk membenarkan. "Iya. Yang butuh waktu itu kayak prewedding atau iklan. Harus dipersiapkan mulai konsep sama waktunya. Pernah sekali butuh waktu sebulan untuk prewedding gitu, karena proses ambil videonya di luar negeri." "Wah, berarti aku nanti bagian setelah rekamnya kan?" tanya Ditaza mengenai bagiannya sendiri. "Iya, nanti setelah aku edit bakal kasih lihat ke kau. Dari situ kau bisa menyesuaikan kata-kata per kalimat dan sebelum disetujui harus diperlihatkan terlebih dahulu kepada Ben," jawab Rehan membuat mata Ditaza sedikit melebar. "Kenapa Kak Benu?" Sanisa tersenyum tipis. "Karena Ben yang bakal komentarin, apakah sudah sesuai atau belum. Kalau sudah, ya tinggal edit tahap akhir." "Rapat akan dimulai sepuluh menit lagi ya," ujar Benuja yang baru keluar dari elevator dan melihat ke arah meja kerja Rehan, di mana Ditaza dan Sanisa juga berada di sana. "Mau ke mana Ben?" tanya Sanisa melihat Benuja berjalan ke arah pintu. "Beli americano," balas Benuja melirik sekilas ke arah Ditaza. "Pasti mood Ben lagi kacau, biasanya latte juga," ujar Rehan sudah bisa membaca kebiasaan Benuja. Ternyata ucapan Rehan itu bukan tanpa alasan. Setelah kembali dari membeli kopi, Benuja tidak langsung naik ke lantai tiga di mana terdapat ruang rapat, lengkap dengan proyektor dan layar besar. Namun lelaki tersebut masuk ke bagian fotografi. Mata Ditaza langsung terbelalak begitu gelas kopi yang dipegang Benuja seperti dibanting dan dua karyawan di ruangan fotografi sedikit membungkuk sambil meletakkan kedua tangan di depan dengan sedikit menunduk. Jelas mereka sedang kena omel atau marah dari Benuja. Doni yang baru datang sambil memegang drone kamera, langsung mengikuti arah pandang tiga orang yang sedang menatap Benuja yang sudah memijit pelipisnya. "Kali ini apa lagi?" Doni menyenggol bahu Rehan seolah bukan pertama kali melihat Benuja seperti itu. Rehan menghela napas. "Aku cuma dengar dari Freya, kalau editan foto klien yang menikah di Hotel Y sudah selesai, tapi Irwan lupa simpan di google drive dan laptop milik Irwan kena virus dan file-nya hilang. Untung Freya masih simpan mentahan pada memori card-nya," jelasnya sudah mengetahui sejak awal kenapa Benuja membutuh kopi yang lebih pahit hari ini. "Kan bisa edit kembali," sahut Ditaza berpendapat. "Masalahnya besok kliennya sudah mau ambil, bisa sih edit kembali, cuma bakal begadang semalaman dan," kata Rehan mengambil napas sejenak. "Benuja lagi gantiin Mas Arya jadi sebelum benar-venar diserahin sama klien, harus dilihat olehnya dulu." "Jadi Kak Benu juga terpaksa begadang?" "Binggo, begadang atau bangun tengah malam untuk cek email," tambah Sanisa tidak bisa membayangkan bagaimana raut wajah Benuja ketika sedang enak tidur, lalu terbangun secara terpaksa, karena panggilan telepon. Begitu Benuja keluar dari ruangan bagian fotografi, sekumpulan orang yang sedaritadi berada di sekitar meja kerja Rehan langsung berhamburan menuju meja kerja masing-masing. "Kita rapat sekarang, ayo naik," seru Benuja membuat keempat orang yang melihatnya meluapkan emosi kini bangkit berdiri dan berjalan menuju elevator. Ruang rapat terletak di sebelah ruangan kerja Arya, namun kini ditempati oleh Benuja sementara. Ruangan tersebut kedap suara dan memiliki jendela yang besar, sehingga pemandangan kota kadang memanjakan mata atau malah membuat kehilangan fokus. Sreppp! Benuja menarik tirai untuk menutup jendela agar bisa memandang keluar. Ia kemudian duduk kembali di depan sebuah meja panjang persegi. Rapat berlangsung selama dua jam dengan semua orang di dalamnya saling melempar pertanyaan, pendapat atau gagasan ide. Kecuali Ditaza, wanita itu hanya menjadi pendengar, karena bagiannya belum lah dimulai. Benuja menghela napas panjang. "Kau pasti lupa mencatatnya," ujarnya menatap Ditaza. Ditaza menelan saliva. Ia melupakan tugasnya selain sebagai penyaji narasi, tetapi juga seorang notulen. "Maaf Kak Benu." Rehan, Doni dan Sanisa hanya saling melirik dan melempar kode. Saling menyalahkan melalui pandangan, kenapa mereka tidak mengingatkan Ditaza tentang hal itu. "Baiklah, Rehan perlihatkan padaku sebelum pulang editan terakhirmu," ujar Benuja mulai bangkit berdiri. Tidak menghiraukan ucapan Ditaza sebelumnya. "Oh baiklah," balas Rehan melirik sekilas raut wajah Ditaza yang sudah tegang. "Sanisa, hubungi kembali klien. Pastikan jadwal mereka untuk pengambilan gambar dan ... Doni pastikan bawa matte box, karena kita akan mengambil video di pantai," ujar Benuja sebelum berjalan keluar. Ditaza terpaku pada tempatnya. Bahkan ketiga karyawan lainnya sudah mulai keluar sambil memikirkan tugas mereka masing-masing. Ia mengigit bibir bawahnya, mengumpulkan sisa keberanian dalam dirinya. Ketika mulai merasakannya, dirinya segera berlari mengejar Benuja. Ditaza berpikir bahwa Benuja mungkin sudah turun melalui elevator bersama yang lainnya, tetapi nyatanya lelaki itu masih berdiri di depan ruang rapat sambil menatap ponselnya. Perlahan Ditaza mendekati lelaki tersebut. "Aku benar-benar minta maaf, melupakan tugasku sebagai notulen," ujarnya sedikit membungkuk. Benuja menekan tombol daya untuk mematikan layar ponselnya, lalu memasukkan benda itu ke dalam saku celananya. "Kuharap selanjutnya kau tidak akan lupa." "Iya, terima kasih atas--" Grrrghhh~ Mata Ditaza melebar begitu suara perutnya mendahului kalimat yang akan diucapkannya. Benuja tersenyum kecil, tanpa bisa dilihat oleh Ditaza yang masih tertunduk. "Ayo kita makan siang. Aku akan menjelaskan hasil rapat tadi dan kau bisa mencatatnya." Ajakan Benuja tidak membuat Ditaza terlalu terkejut, karena bagaimanapun hal itu masih terkait dengan pekerjaan. Apalagi mereka berdua kini makan siang di restoran ayam cepat saji. Lelaki itu bahkan mentraktir bawahannya itu. Sambil menunggu makanan diantarkan, Ditaza telah mengeluarkan buku catatan kecil dan pulpen. Namun tangannya ditahan oleh Benuja yang otomatis membuat tangan lelaki itu memegang tangannya. Ditaza bisa merasakan kelembutan telapak tangan Benuja dan dirinya sangsi bahwa telepak tangannya mungkin lebih kasar. Bagaimana mungkin bisa begitu? Benuja menghela napas singkat. "Aku bercanda soal kau mencatat hasil rapat tadi. Aku bisa menyampaikannya lewat pesan ... jadi berapa nomor ponselmu?" Mata Ditaza mengerjap sekali. Bingung sekaligus heran bahwa ternyata Benuja hanya bercanda tentang makan siang sambil bekerja. "Kenapa? Kau tidak ingin memberikannya?" tanya Benuja menatap lekat mata Ditaza. Ditaza yang mulai tersadar segera menggelengkan kepala. "Tidak, maaf." Ia mulai merogoh ponsel dalam tasnya dan menyerahkannya kepada Benuja. "Silakan Kak Benu--oh Kak Ben tulis sendiri." Benuja mengernyit menyadari bahwa Ditaza mulai memperbaiki cara memanggil namanya, setelah ia mengatakan bahwa lebih terbiasa dengan sebutan Ben daripada Benuja. Ia kemudian beralih ke ponsel Ditaza, mengetikkan nomor dan namanya ke dalam kontak, lalu menyerahkannya kembali ke Ditaza. Ditaza dengan hati-hati mengambil ponselnya kembali dan terkejut melihat nama 'Senior Benu' dalam kontak tersebut "Tetaplah memanggilku dengan Benu jika itu nyaman bagimu," ujar Benuja menjelaskan. Ditaza tersenyum tipis sambil mengangguk. "Ya, terima kasih Kak Benu," balasnya bersamaan dengan ayam goreng serta minuman yang mulai disajikan oleh pelayan restoran. Mata wanita itu langsung berbinar melihat renyahnya tepung ayam yang terlihat seperti baru keluar dari penggorengan. Namun tanpa Benuja dan Ditaza sadari ada dua pasang mata yang juga berada di restoran yang sama dengan mereka sedang menatap mereka dengan pandangan kaget dan heran. "Sejak kapan Ben suka makan di sini?" komentar Sanisa, lalu menyeruput minuman sodanya. Doni mengangguk pelan. "Benar, bahkan setiap kita mengajaknya, dia selalu menolak." Sanisa mendengus pelan. "Dia benar-benar sesuatu." ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD