PART 2

664 Words
Ganti rugi dan segala masalah mobil penyok selesai. Arslan memutar lagu RnB begitu mobil dinyalakan. Dia berharap kesialan hari ini tidak mengikutinya lagi. Waktunya sudah cukup tersita untuk hal diluar perkiraan. Tapi tunggu, ternyata ini belum selesai. Setelah mobil melaju lima ratus meter, dia melambat dan memastikan penglihatannya benar. ‘Wanita itu lagi.’, batin Arslan. Arslan melihatnya berjalan santai di trotoar. Rasanya ingin mengacuhkan saja tapi menikmati body itu dari belakang ternyata menarik. Logika lelaki Arslan tak mau rugi. Sekian menit kemudian Arslan memacu kecepatan hingga berhenti sepuluh meter didepan wanita tadi. Arslan turun dengan gaya gagah andalannya untuk menghampiri, dia bermaksud memberi pelajaran. “Apa uangmu sudah habis untuk menyewa mobil lainnya? Seingatku tadi kau berkata tidak ada masalah dengan uang, Nona.” Sebenarnya wanita itu terkejut, namun dia bisa mengontrol diri untuk berekspresi datar terhadap kedatangan Arslan. “Bukan urusanmu.”, jawabnya kemudian berlalu melewati Arslan. Kembali, Arslan mengejarnya dan mereka sama-sama menghentikan langkah. “Apa kau butuh uang untuk mencari transportasi umum? Atau kau justru butuh tumpangan?”, ejek Arslan dengan senyum manis yang tak digubris wanita itu. “Tidak bisakah level sombongmu lebih tinggi lagi, Tuan Payah?”, wanita itu membalas. “Tuan Payah??? Huh, Tuan Payah katamu? Arslan. Arslan itu namaku, Ellen.” Wanita itu tertegun mendengar kalimat Arslan. Sepersekian detik dia berpikir dan menemukan jawabannya, ini pasti ulah Becca. “Senang kau bisa menyebut namaku dengan benar. Becca tidak sedang mengerjaimu.”, ucap Ellen. Arslan bangga dan tersenyum sambil memijit dagunya. “Jadi, uang atau tumpangan?”, ulangnya. Ellen tiba-tiba tersenyum lebar. Aneh. “Apa pilihanmu?”, ulang Arslan lagi. Ellen tetap tersenyum. “Pilihan mobil yang sangat bagus, Ars.” “Tentu. Kupastikan harga sewanya tinggi.” “Oh ya, tapi aku tak yakin hal itu menjamin keamanan didalamnya.” Arslan bingung. Pertama perubahan ekspresi Ellen dan kedua kalimat ambigu yang baru diucapkannya. Arslan menoleh ke mobilnya. Dia melihat ada dua orang bermotor baru saja darisana, terlihat dari gaya seseorang di belakang menoleh ke arah Arslan dan Ellen sambil tersenyum licik. ‘What?’ Lelaki itu membawa laptop Arslan ditangannya. “Hey, kau....”, teriak Arslan dari kejauhan. Ellen reflek tertawa. “Terlambat Tuan Payah. Relakan laptopmu berpindah tangan.” Arslan mengacak rambutnya dengan frustasi. “Aku masih ingat kau bilang uangmu banyak. Kehilangan satu laptop tak akan membuatmu bangkrut, bukan?”, ejek Ellen. Arslan tiba-tiba mengeraskan ekspresi wajahnya. “Aku tidak peduli dengan laptop itu, Nona Ellen, tapi isi didalamnya. Puas?” “Jika kau pandai, maka harusnya ada kesempatan backup sebelum ini. Haha payah sekali.” Mendengar kalimat Ellen justru menambah emosinya. “Tunggu, aku yakin kau tahu saat pencuri itu mau menjarah laptopku dan jelas-jelas kau membiarkannya terjadi, benar? Terimakasih Nona Pengacau.” Ellen mengangguk karena hal itu memang sengaja ia lakukan sebagai pembalasan. Arslan tiba-tiba murung dan memijit kepalanya. Tampak begitu frustasi. “Sebenarnya apa yang penting didalamnya? Kau terlihat menyedihkan.”, akhirnya Ellen sedikit bersimpati. “Begini, masalah tadi siang adalah kesalahan kita berdua, tapi untuk saat ini adalah jelas kesalahanmu dan hanya aku yang dirugikan, Ellen.” “Kau memperhitungkan ini lagi? Ingat bahwa kau menyerangku secara moril terlebih dahulu, oh bahkan kau bermaksud menghinaku, Tuan Payah.” Arslan menggeleng dengan lemah. “Moril dan Materil, sekarang yang benar-benar berimbas adalah aku kehilangan laptop.” “Hitung saja itu sebagai hukumanmu dari Tuhan.” “Apa? Jadi kau tidak mengaku salah?” “No, aku mengaku salah dan memang sengaja melakukannya. Selesai.” “Tidak ada yang selesai di sini Ellen. Kau harus bertanggungjawab.” Ellen mengernyitkan dahi. “Darimana kau tahu aku bersedia? Aku bukan orang yang baik.” Arslan mengusap wajahnya kasar. “Aku masih ingat kawanmu, Becca, sempat berkata jika kau adalah orang yang bertanggungjawab. Aku yakin pemahamanku tidak akan meleset. Itu jika kau benar-benar bukan manusia jalanan yang tidak tau adat.” Ellen tersentak. “Kau meremehkanku?” “Tidak saat kau bersedia bertanggungjawab, Ellen.” “Tergantung dari seberapa penting masalahmu, Arslan.” Tak henti mereka berdebat di trotoar yang panas. Adu mulut saling sahut menyahut, beruntung jalanan sedang sepi, tidak beruntung karena ulah pencuri tadi. “Aku akan mengisi workshop untuk komunitas mahasiswa Indonesia yang ada di sini. Seluruh materi belum aku backup. Aku ingat semuanya di kepalaku tapi hardcopy harus kubagikan ke mereka sesuai MOU dengan pihak penyelenggara. Jadi, intinya apa yang harus kubagikan jika materinya hilang? Paham?”. Jelas Arslan kepada Ellen. Ellen hanya mengangguk. “Kau tinggal mengetik ulang, kan?” “Benar, tapi dengan sisa waktu yang kupunya dan persiapan yang belum kusempurnakan sepertinya tidak akan cukup.” “Memang kapan acara itu berlangsung?” Arslan menghembuskan nafas lelah. “Malam ini, which is tiga jam dari sekarang, Nona Pengacau.” Sempat terkejut dan ingin tertawa kembali namun akhirnya Ellen memahami keadaan dan bersedia membantu Arslan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD