3

1241 Words
Aku mencium wangi makanan lezat dan membuka mataku hanya untuk mendapati bahwa aku tertidur disebuah ruangan yang belum pernah aku lihat. Ah ya, aku ingat. Semalam adalah peristiwa nyata yang tidak masuk akal yang pernah aku alami. Sejak pertama kali mendengar cerita Werewolf dari warga sekitar aku mendengus, bukan aku tidak percaya, hanya saja aku malas memikirkan permasalahan seperti ini. Ini bukan urusanku, terlebih lagi aku masih mempunyai urusan yang harus segera aku selesaikan. Aku tidak punya waktu untuk memikirkan permasalahan seperti ini dan tanpa disangka aku mengalami sendiri permasalahan ‘yang bukan urusanku’. Tiba-tiba tadi malam seorang Werewolf muncul dihadapanku dan memanggilku dengan sebutan “Mate-ku” dan “Milikku” Oke, dia memang belum menjelaskan siapa dirinya. Namun aku tidak bodoh, aku tahu siapa dia. Hanya tinggal menunggu waktu sampai dia menjelaskan bahwa dia adalah Werewolf. Kebiasaanku sejak kecil adalah, aku tidak bisa terlalu lama berpikir keras. Itu akan membuatku sangat kelaparan. Apalagi aku mencium aroma makanan sejak aku terbangun tadi. Aku bangun dan bergerak menuju sisi kiri ranjang yang memiliki meja kecil disampingnya dan melihat piring tertutup. Baru saja aku akan membuka tutup saji tersebut, aku mendengar suara pintu terbuka. Dan si pria tampan semalam memasuki kamarku dengan pakaian rapihnya dan wajah yang tampak segar. Seketika aku mengingat kondisiku, baru bangun tidur dan kelaparan. Wajahku pasti terlihat sangat buruk. “Kau lapar?” Tanyanya dengan senyum mengembang diwajah tampannya. Aku baru menyadari bahwa dia sepuluh kali lebih tampan daripada kemarin malam. “Mm, ya. Apa aku boleh memakan ini?” Tanyaku ragu sambil menunjuk makanan tersebut. “Aku menyiapkannya memang untukmu. Makanlah.” Dia mengedikkan dagunya ke arah makanan itu. Aku melihat isinya, ternyata pancake yang disiram sirup dan ditaburi gula. Aku melahapnya, ternyata aku memang sangat lapar. “Dengar, Kate. Aku harus pergi sebentar. Hanya beberapa jam, aku berjanji akan kembali dengan cepat bahkan sebelum kau menyadarinya. Maukah kau bersikap baik?” “Tunggu, apa maksudmu bersikap baik? Apa aku terlihat seperti wanita yang sering mengacau? Lagipula darimana kau tahu namaku?” Pria itu berjalan mendekat dan duduk disamping tempat tidurku. “Maksudku, aku hanya ingin kau tenang menungguku disini sementara aku pergi.” Jelasnya dengan sabar. “Aku tidak akan melarangmu pergi, aku bukan bayi yang suka merengek. Dan kau tidak menjawab pertanyaanku, darimana kau tahu namaku? Lagipula apa maksudmu aku harus menunggu disini? Aku harus pulang. Ya tuhan, aku tidak pulang semalaman.” Ujarku panik. “Ini yang aku maksud, tenanglah. Aku harus menyelesaikan urusanku. Tolong tunggu aku dengan tenang disini.” “Aku tidak mau.” Aku berhenti makan pancake dan menyimpan piringnya. Berusaha bangkit dari tempat tidur saat dia menahan tanganku. “Dengar, aku akan cepat kembali.” “Aku tidak peduli, aku harus pulang.” “Kau tidak bisa kemana-mana, ini rumahmu.” “Ini bukan rumahku dan aku sama sekali tidak mengenalmu, tuan. Sekarang lepaskan aku dan biarkan aku pergi.” Aku membantah sambil menyentakkan tanganku. “Kau setuju untuk ikut denganku semalam. Mengapa sekarang kau seperti ini?” “Aku setuju ikut denganmu karena aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, dan aku lelah. Sekarang aku sadar aku harus pulang.” “Kau tidak bisa pulang, penjagaku diluar sangat banyak dan mereka tidak akan membiarkanmu melangkahkan kaki sedikitpun dari rumah ini.” “Apa kau berniat menculikku?” Selidikku padanya. “Tidak, sayang. Aku akan menjelaskan semuanya padamu nanti.” “Aku tidak mau nanti, aku tidak punya banyak waktu. Jelaskan semuanya sekarang, sialan!” Dia akhirnya bangkit keluar kamar sambil menggerutu pelan dan menutup pintu. Aku tersenyum lebar, dia menyerah dan membiarkanku sendirian. Aku beranjak dari kasur dan mencari sepatuku saat aku mendapati dia memasuki kamar kembali. “Kenapa kau kembali?” “Menurutmu kenapa? Aku baru saja menelepon asistenku untuk membatalkan pertemuan dengan tamuku.” Ujarnya sedikit kesal. Aku memutar mata. “Aku tidak memintamu untuk membatalkan apapun, aku hanya ingin pulang. Bagian mana yang sulit untukmu?” “Itu bagian tersulit yang kau minta. Aku tidak bisa membiarkanmu jauh dariku.” “Kenapa?” “Karena kau pasanganku.” “Tuan, aku bahkan sama sekali belum melihatmu. Kenapa kau..” Belum selesai melanjutkan perkataanku, dia sudah lebih dulu memotong kalimatku dan berkata. “Berhenti memanggilku dengan sebutan tuan. Kau telah ditakdirkan untuk menjadi pasanganku sejak kau lahir. Tidak peduli kau pernah bertemu denganku atau tidak, yang jelas kau pasanganku. Aku mengetahui keberadaanmu kemarin pagi saat aku melihatmu disebuah bar.” “Karena kau Werewolf dan aku mate mu?” Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari bibirku. Membuatnya mematung memandangku. “Dari mana kau tahu itu?” “Aku pernah mendengar ceritanya dari warga sekitar bahwa Werewolf itu ada dan tentang bagaimana mereka mendapatkan soulmatenya. Saat kemarin malam kau memanggilku dengan sebutan itu aku langsung tahu.” Jelasku. “Jadi sekarang kau bisa mengerti, kan?” Aku mengangkat alisku. “Mengerti apa? Aku tetap harus pulang.” “Kau tahu tentang cerita-cerita itu, seharusnya kau mengerti bahwa aku tidak bisa jauh dari mate ku.” “Ayolah, kau bisa bertahan hidup sebelum bertemu denganku. Mengapa sekarang tidak bisa? Aku punya banyak urusan.” “Aku akan menanggung semua urusanmu, kau adalah mateku tentu saja itu jadi tanggung jawabku.” “Apa kau ingin aku menjadi matemu?” “Kau memang mateku.” “Tapi aku bisa menolakmu jika aku mau. Dan kau tidak akan pernah mendapatkan seorang mate seumur hidupmu jika aku melakukan itu.” Dia membeku, matanya menggelap karena marah. “Apa yang akan kau lakukan?” “Kau tahu apa yang akan kulakukan jika aku tidak ingin menjadi mate mu.” “Kau tidak akan melakukan itu.” bisiknya. “Tidak.” Aku menggeleng. “Aku tidak akan melakukannya. Asal kau mengembalikanku pulang.” “Kau bercanda.” Ucapnya dengan sedikit tawa. “Kau bisa memilih, jauh dari mate mu atau kau tidak akan mempunyai mate sama sekali.” “Sialan.” Dia menyusupkan jari ke rambut coklat nya dan berjalan mondar mandir didepanku. “Hey, kau bisa menemuiku kapan saja jika itu memang maumu. Tapi, ijinkan aku pulang. Aku tahu kau bisa mengatasi semua masalahku tapi aku ingin menyelesaikannya sendiri.” Bujukku dengan halus. Tentu saja aku tidak akan membiarkannya menemuiku lagi, lagipula dia tidak bisa menyelesaikan masalahku. Mencari kakakku bukan urusan mudah. “OKE, BAIKLAH! Tapi aku akan menyuruh beberapa suruhanku untuk menjagamu.” “Terserah.” Aku memutar badanku dan bersiap untuk pergi saat dia berjalan menuju pintu dan menutup pintunya dengan keras. Aku yakin aku baru saja membuatnya marah besar. Ini sedikit melegakan. Berkat cerita dari temanku, Sara. Dia pernah mengatakan bahwa jika seorang Werewolf mendapatkan mate dari kalangan yang berbeda, sebut saja manusia sebagai contohnya, maka mate nya berhak menolak Werewolf tersebut dengan sepatah-dua patah kata. Kata penolakan yang sakral akan membuat seorang Werewolf tersebut kehilangan koneksi dan perasaan pada mate nya dan selamanya dia tidak akan mendapatkan mate seumur hidupnya. Hidupnya akan hampa, tanpa sedikitpun perasaan cinta. Tentu saja ini jarang terjadi, menurut Sara, setiap pasangan yang telah ditakdirkan selalu memiliki perasaan saling mencintai yang berbalas. Tidak peduli apakah mereka sesama Werewolf ataupun berbeda kalangan. Ini masih terlalu dini untuk memutuskan apa aku mencintainya atau tidak karena jujur saja aku merasakan sedikit perasaan menenangkan saat setiap kali aku melihat matanya atau berdekatan dengannya. Namun, aku tidak ingin menjadi mate pria itu dan mencintainya, karena banyak sekali yang harus aku lakukan dan tujuanku datang ke Lexington bukanlah untuk menemukan jodohku. Terlebih lagi, dia bukan manusia. ♥♥♥
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD