Permintaan dan Pernyataan

1329 Words
Tiba-tiba dia kayak ngejauhin gue gitu, tapi nggak taunya.... *** Menatap Putri yang sedang merona itu kayak liatin bayi lagi kepanasan. Manis banget, pipinya yang putih bersih jadi ada merah-merah pink gitu. “Lo kenapa Put? Baru di tembak cowok?” tanyaku blak-blakan. Dia dengan senyumannya menatapku polos sebelum berkata, “Gue ketemu dia lagi, dia yang dulu pernah ngisi hati gue!” Ucapnya dengan bahagia, antara bingung mau jawab apa dan ngapain, aku ikut tersenyum. “Selamat ya!” “Iya, eh kak Reyhan nggak ada ndeketin lo lagi ya hari ini?” tanyanya yang tiba-tiba bikin aku kesentak kaget. Astaga, keliatan banget apa kalau si Api itu kayak ngejauhin gue hari ini? Aku sendiri ya nggak ndeketin dia lah, kayak apaan aja gue. Naksir aja kagak(?) “Syukur malahan dia nggak ada gangguin hidup nyaman gue di hari kedua, yakali MOS tiga hari berasa di kurung sama Api!” Iya 'kan? Di gangguin terus tuh nggak enak. Tapi kenapa gue jadi ngaca ya, kalau gue suka ngeganggu hidup orang. Kualat nih kayaknya(?) “Lo nggak ada ngefans gitu sama kak Reyhan?” selidik Putri yang membuatku menggeleng. “Nggak selama dia rokok dan masih berandalan, gini-gini juga gue masih suka cowok alim,” ucapku. Macam kak Al, tambahku dalam hati. “Nyari yang alim di jaman sekarang susah, ada satu dua palingan juga udah ada yang ngegandeng duluan.” Aku mengangguk, iya sih tapi Kakak gue masih jomblo tuh. “Hooh, itu si k*****t ngapain?” tanyaku tiba-tiba. Putri yang semula fokus padaku kini ikut memalingkan wajah, melihat apa yang tengah aku lihat sambil bertanya, “k*****t?” jeda sebentar sebelum dia melanjutkan kata-katanya, “Kak Azka?” “Hooh, kakak gue ... tapi lebih suka gue panggil k*****t!” “Lah? Gila kali lo, abang sendiri di panggil k*****t!” ucapnya kaget. “Dia yang mulai, dia yang ngajarin, jangan salahin gue dong kalau gue sebagai adek yang baik. Meniru apa yang di lakukan kakaknya!” kataku membela diri. “Adek baik tapi manggil kakaknya sendiri, k*****t! Bagus amat,” cibir Putri terang-terangan yang membuatku langsung tertawa. Agenda hari ini adalah permainan, games gitu. Aku sama Putri sudah pakai seragam olah raga dari SMP kami dulu. Aku juga dari tadi lihatin kerjaan OSIS, yang ternyata rapi. Walau Ketos(ketua OSIS)nya berandalan dan kayak anak ilang. Persis cabe-cabean keriting di pasar. Tinggal rambutnya aja di panjangin terus di rool, dan pakai lipstik merah maroon. Ho... cakep cabenya, eh. “Semuanya ngumpul di barisan kelompoknya masing-masing ya!” seru seorang kakak OSIS. Cowok sih, pakai kacamata, kulitnya putih, hidung mancung, dan mukannya itu gimana ya? Hm... kayak anak nerd. Aku sama Putri udah ada di barisan, tapi bisa ngerumpi. Mungkin sedikit-sedikit Putri ketularan aku yang sukanya ngomong sampai nggak bisa di rem. Kulihat anak lainnya yang sepertinya malah ricuh, gue kasian sama si kakak Nerd. Sumpah. “Nggak ada yang dengerin gue Ka, lo aja deh! Si Reyhan juga nggak tau kemana?” Aku sedikit mendengar ketika si Nerd berkata begitu, denger lah karena posisi kelompok gue deket sama speaker yang di pasang. Dan dia ngomong gitu sedikit masuk ke Michrophone. “BISA DIEM NGGAK!” Dari belakang barisan yang masih awut-awutan. Seseorang berteriak yang kayaknya gue hapal banget siapa dia. Si Api. Dengan beberapa kertas di tangan, tak lupa setelan bajunya yang keluar dan berantakan, rambutnya juga acak-acakan. Kelihatan banget kalau itu rambut abis dia amuk karena kebanyakan pikiran. Gue doaim moga gila aja dia! Anak-anak lain yang mendengar instruksi gahar itu langsung kicep, diem kayak anak tikus ketemu kucing. Sementara diem-diem juga mereka baris dengan rapi, lah ko pinter! Saat aku menoleh lagi ke si Api, dia udah ngilang, nggak tahu kemana larinya. Cepet amat! “Judul games kali ini adalah kekeringan.” Salah satu kakak cewek di atas podium sana yang sengaja di buat untuk menyampaikan pengumuman dan lain-lain. Tapi kata kekeringan itu kayaknya nggak etis deh, ini lagi musim penghujan loh. “Lagi banjir kak bukan kekeringan!” Nah kan ada juga yang nyeletuk nggak gue untungnya. “Rumah lo kali kebanjiran?” tanya Azkampret keras-keras. Tawa anak-anak lainnya meledak dan membuat mereka kembali riuh. Aku mau ngakak tapi nggak jadi, kena lagi mati gue ntar 'kan? “Bisa aku lanjut nggak nih?” Kakak yang tadinya ngejelasin soal permainan ini kembali bersuara. Azka yang ada di samping kakak itu mengangguk saat anak-anak sudah diam lagi, takut di bentak Reyhan kali ya? “Jadi di barisan kalian ada sebuah ember berisikan air penuh dan juga sebuah gelas kosong a***, dan juga botol a*** yang sudah di potong tiga perempat dan udah kita kasih bola ping-pong di dalamnya. “Tugas kalian adalah ... duduk lurus saling menatap punggung temannya. Yang paling belakang tugasnya ambil air di ember dengan menggunakan gelas, lalu di berikan ke teman di hadapannya. Dengan tangan kanan, terus estafet sampai paling depan. Tugas yang paling depan adalah menuang air di gelas itu ke dalam botol, sampai bola ping-pongnya jatuh atau tumpah karena air. Lalu gelasnya di kembalikan lagi ke belakang dengan cara estafet menggunakan tangan kiri. Berulang-ulang gitu terus. Paham nggak?” “NGGAK!” Koor yang pinter 'kan kak, dari para adek kelasmu ini? “Nggak paham tanya sama OSIS yang akan mengawasi grup kalian, satu OSIS satu regu!” Dan regu gue jumlahnya 20 orang. “Oke silakan duduk!” Aku meneguk ludah, “Panjang juga nih, susah dong!” ucap gue sama Putri yang sudah duduk di depanku. “Iya Ci, panjang!” “EHANJIR GELASNYA ADA LOBANGNYA. GEDE PULA ANJU!” temen se-reguku yang paling belakang tiba-tiba mengumpat. Aku, Putri, dan lainnya langsung menoleh. Dan saat dia memperlihatkan lobang di gelas itu ... crazy games! Kapan penuhnya kalau kayak gitu? Lobangnya ada 6, di bawah satu sisanya di samping dan caranya melobanginya zig-zag. Kalau langsung di taruh mah gampang-gampang aja, lah ini estafet anjir! “Permainan dari gue bagus kan, kalian harus kompak dan punya strategi kalau menang! Jangan curang karena ada hukuman bagi yang kena disc.” Rasanya gue mau mati aja deh, dapet games dan pengawasnya adalah Api. “Sstt, gue ada ide!” bisik orang yang paling ada di depan, dan langsung membisik-bisik terjadi secara estafet, sari depan ke belakang. “Bisa nggak?” “Siap, gampang komandan!” seruku yang langsung bikin reguku itu ketawa ngakak. “SIAP SEMUA? MULAI!” Kami memulainya, dengan straregi yang si bisikan tadi. “Caranya hati-hati dan satu-satu aja pas jari kita nutup lubang lebar itu. Nggak usah buru-buru oke!” Lubang itu besarnya se-jari telunjuknya anak SMP. Otomatis kita hanya diijinkan menggunakan satu tangan, dan lima jari itu kita pakai untuk menutupi lubang yang ada. “Kalau jatuh atau airnya abis, pakai tangan kiri untuk kembali ke belakang! DILARANG PAKAI DUA TANGAN!” “Iya kakak!” Aku tertawa dalam hati, ada sebuah sensasi seru ketika bermain ini. Ada yang ketawa, ada yang cuma senyum, dan ada yang sumringah. Apalagi ketika airnya jatuh dan kita harus mengulangi lagi. Kita nggak ada mikir mau menang atau kalah yang jelas ... kita bahagia dengan kebersamaan kita yang mungkin nggak selamanya. Karena kita nggak mungkin satu kelas semuanya, dua hari lagi 'kan? Kita beda kelas, mungkin gue di 10-2 atau 10-3 dan lain-lainnya. Tapi gue sedikit berharap, gue, Putri dan dua orang lainnya bakalan satu kelas. *** “Cia, I love you!” ucapan itu dari podium ketika kita bersiap untuk berdoa di lapangan dan pulang kerumah masing-masing. Aku sebenernya nggak kenapa-kenapa asal dia nggak makai nama gue, dia itu Reyhan. Berdiri dengan angkuh sambil megang mic di atas podium, dan mengatakan kata cinta. Ke gue? Aku meneguk ludah, ini cabe sosis satu ini kenapa? Kesambet apa? Kulihat Azkampret tersenyum menatapku, dia menggodaku. Apa yang terjadi nih? “Ciarra Alea, will you be mine?” “CIEE!!” “CIEEEE!!!” “TERIMA WOI TERIMA!!” Semuanya menoleh ke arahku, What the-? Aku hanya bisa kicep dulu sebelum berani menjawab. “Udah terima aja!” kompor si Putri. “G-g-gue...!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD