bc

The Lady Killer

book_age16+
909
FOLLOW
10.1K
READ
forbidden
love-triangle
one-night stand
pregnant
playboy
goodgirl
boss
sweet
bxg
small town
like
intro-logo
Blurb

Alrescha Megantara--seorang chef tampan yang tidak percaya akan adanya cinta. Bagi Al, mencintai seorang wanita adalah sebuah kebodohan. Dendam pada ibunya, lantas membuat pria berusia tiga puluh lima tahun itu memutuskan untuk mengubah hidupnya. Al berubah menjadi seorang Lady Killer. Mengencani para wanita, meniduri, kemudian membuang para wanitanya setelah ia terpuaskan.

Di sisi lain, ada Amaya--gadis tomboi yang tengah patah hati karena diselingkuhi pacarnya. Nasibnya makin sial, ketika ia justru dikejar-kejar rentenir untuk membayar utang pacarnya tersebut. Amaya sempat beruntung, ada Super Hero yang tiba-tiba datang dan mau menolongnya. Hanafi--direktur rumah sakit tempat Amaya bekerja, dengan senang hati mau membantu melunasi utang gadis itu. Namun, sayangnya Hanafi tidak sepenuhnya tulus mau menolong Amaya. Hanafi meminta Amaya untuk menaklukkan Al--yang notabene adalah anak Hanafi sendiri.

Hubungan Hanafi dan Al tidak akur sejak Al tidak terima orangtuanya bercerai. Apalagi setelah tahu ibunya sudah menikah dengan pria lain. Saat itu pula, Al dendam. Al sakit hati. Ia lantas membenci wanita. Dan berakhir dengan kegilaan Al yang semakin gencar mempermainkan wanita. Ia hanya ingin rasa sakit hatinya pada sang ibu terbayarkan, dengan cara meniduri wanita, sebatas menyalurkan nafsu, tanpa harus melibatkan perasaan, apalagi ikatan.

Bagaimana dengan misi Amaya untuk menaklukkan Al? Apakah akan berhasil? Atau justru Amaya yang nantinya akan menjadi korban Al selanjutnya? Lalu bagaimana dengan Elisa, wanita pertama dalam hidup Al, yang senantiasa mengharapkan Al membalas perasaannya?

_____________

Main Cast :

- Alrescha Megantara

- Jian Amaya Zena

Cover vector by : Riandra27

chap-preview
Free preview
Part 1 (Playboy Cap Kaleng Khong Guan)
"May ...! Gaswat, May! Gaswat!" teriak Vira saat Amaya baru saja mengangkat panggilan teleponnya. "Lo kenapa sih, Vir?! Telepon pas jam kerja, rempong banget lo!" Amaya masih fokus dengan komputer di meja kerjanya. Gadis berusia dua puluh delapan tahun itu adalah seorang apoteker. Sedangkan Vira adalah seorang suster. Mereka bekerja di sebuah rumah sakit ternama di kota Jogja yang dikepalai oleh Dokter Hanafi Sp.PD. "May! Cepetan rene, May! Urgent tenanan, May ... urgent ...!" Suara Vira terdengar panik. "Urgent apanya, Vir? Ada apa, sih? Gue lagi banyak kerjaan, nih." "Eyalah, May, May. Bojomu, May. Bojomu." "Iya, si Doni kenapa? Tadi pagi gue jenguk, masih baik-baik aja, kok." Amaya memiliki pacar bernama Doni. Dan kebetulan, kekasihnya itu tengah dirawat di rumah sakit ini karena gejala thyphus. "Bojomu lagi ndak baik, May. Tadi aku lewat depan ruang inapnya. Pintune sedikit terbuka. Aku kepo, dong. Melipir-melipir ngintip. Aku kaget tenanan, May." "Lo kagetnya kenapa, Vir? Ngomong yang jelas dulu napa?" "Iku, loh, May. Bojomu nyeleweng. Bojomu lagi asyik ciuman karo wedok liyo, May." "Apa?!" pekik Amaya tak percaya. Sementara di dekat mejanya ada Rina--seorang asisten apoteker yang tidak lain adalah sahabat Amaya sendiri--menatap gadis itu dengan tatapan kaget. "Lo kenapa, sih, May? Kenceng banget suaranya?" Apoteker itu hanya melirik sekilas asistennya. Bagai petir di siang bolong, Amaya merasa Vira tengah bercanda. Ia sangat yakin Doni adalah pria baik-baik. Toh, beberapa bulan lagi mereka akan naik ke pelaminan. "Si Doni lagi enak-enak selingkuh, May. Ndang rene." Vira kembali mengadu. "Nggak. Nggak mungkin si Doni seling--" 'Laki-laki bisa aja selingkuh, karena beberapa faktor. Dua di antaranya, karena bosan, dan karena emang dasar mata keranjang tuh laki!' Amaya langsung teringat dengan wejangan Rina kapan lalu. Kasus mereka berdua hampir sama. Keduanya sama-sama diselingkuhi oleh pacar masing-masing. "Lo serius , Vir?!" Amaya kembali memastikan. Gadis itu masih belum percaya saja, sebelum ia melihat dengan mata kepala sendiri. "Tenanan, Cah Ayu." Dada apoteker muda itu seketika terasa panas. Apa karena Amaya selalu menolak jika Doni mengajak berciuman, sehingga hal itu menjadi akal-akalan bagi Doni untuk leluasa berciuman dengan wanita lain? "Yo, ngapain aku bohong sih, May? Wes, ndang ke sini, ben lihat sendiri." "O-oke, lo tunggu di situ, Vir. Jangan ke mana-mana, sebelum gue dateng!" Panggilan seketika terputus. Ponsel itu lantas Amaya letakkan kembali di tempat semula. Gadis itu lalu berdiri sambil meregangkan otot kedua lengannya. Rasanya sudah lama sekali ia tidak menghajar orang. Amaya memang gadis tomboi. Jika ada yang berani macam-macam, ia tak segan-segan menghajar sang lawan langsung. Tak peduli kali ini lawannya adalah pacar sendiri. "May, lo lagi ngapain? Kayak mau ngehajar orang gitu?" tanya Rina dengan nada yang terdengar heran. "Gue mau hajar pelakor sama lelaki hidung belang yang lagi berbuat m***m di salah satu ruang rawat di sini!" jawab Amaya ketus. Rina langsung mingkem kalau temannya itu sudah mengeluarkan tanduk. Meninggalkan area apotek dan melangkah cepat di lantai koridor, Amaya sama sekali tak mau membalas sapaan demi sapaan dari beberapa pegawai rumah sakit yang tak sengaja berpapasan dengannya. Padahal sehari-harinya, Amaya adalah pegawai medis yang murah senyum. Yang saat ini ia inginkan hanyalah cepat sampai di ruang rawat Doni. Tentunya ingin melihat sendiri, apa yang dikatakan oleh Vira barusan benar atau tidak. Kebetulan ruang inap Doni masih satu lantai dengan ruang apotek. Langkah gadis itu makin tergesa-gesa. Ia justru melihat Vira tengah berdiri di depan salah satu ruang rawat pasien dengan kondisi tangan kanan memegang jarum suntik, dan tangan satunya lagi memegang map. Amaya yakin, suster muda itu tengah menunggunya. "May, Do-Doni. Nga-nganu ...." Vira menunjuk ke arah pintu ruang perawatan Doni. Amaya lantas menarik lengan suster muda itu untuk ikut masuk. "Eh, May! Kok, aku digowo?" "Lo harus jadi saksi pertengkaran gue sama Doni, Vir!" Mereka sampai di depan pintu ruang rawat Doni. Pintu berwarna putih itu memang agak sedikit terbuka. Amaya mencoba mengatur napas. Pelan-pelan gagang pintu itu ia dorong. "Ah, Doni ... cium lebih dalam, Sayang." Terdengar suara desahan wanita dari dalam sana. Seketika Amaya merasa jijik dan muak mendengarnya. Pintu itu Amaya buka perlahan. Ia hanya tidak ingin Doni dan juga si selingkuhan kaget akan kehadirannya. Nyatanya memang benar, mereka tidak sadar kalau ada orang masuk. Saat Amaya berhasil masuk dan berdiri di ambang pintu, Doni dan selingkuhannya itu tengah asyik b******u. Sesekali terdengar suara wanita di depan sana mendesah sambil menyebut-nyebut nama Doni. 'Ck! Najis banget gue dengernya,' umpat Amaya dalam hati. Amaya melirik Vira yang tengah berdiri di sampingnya. Si suster muda itu mengangguk. Ia pun mulai beraksi. Jangan menganggap remeh seorang Jian Amaya Zena. Vira selalu menjuluki sahabatnya ini dengan sebutan 'Preman Wedok Muntilan'. Amaya lumayan mumpuni menguasai seni beladiri. Sewaktu SMA, kedudukan sabuk hitam dalam beladiri taekwondo berhasil ia raih. Kebetulan, kakeknya di kampung pun jago silat. Semenjak Amaya memutuskan untuk belajar beladiri, ia memiliki satu prinsip. Amaya ingin mandiri, menjaga diri dengan kemampuannya sendiri. Cumbuan dua manusia laknat itu terlihat makin panas saja. Keduanya benar-benar sudah terbuai oleh buaian setan. Amaya pun juga tak mau kalah. Setan sudah berhasil membisikkan rayuan agar gadis itu segera mengamuk. Dan memang benar, dengan langkah cepat dan pasti, pertama-tama Amaya menghampiri wanita yang tengah b******u dengan Doni. Menarik kasar rambut si wanita sambil memaki-maki. "Arghh ... pelakor bangke!" "Akh! Sakit ...!" Wanita selingkuhan Doni itu menjerit kesakitan. Amaya menarik tubuhnya. Mengempaskan begitu saja sampai sang wanita terjengkang di lantai. "A-Amaya?!" Doni terbata-bata saat melihat kekasihnya berjalan mendekat. "May, a-aku--" Plak! Plak! Plak Bug! "Argh ... sa-sakit, May ...." Kini giliran Doni yang dihajar habis oleh pacarnya. Tamparan bertubi-tubi serta tonjokan maut Amaya daratkan pada wajahnya. "Kamu berani-beraninya main serong di tempat kerja aku, ya?! Siapa jalang itu?! Cepetan kasih tau! Kalian udah berapa lama main belakang, hah?! Ih ...!" Amaya menjambak habis rambut pacarnya. Rasa-rasanya ia ingin sekali memutilasi tubuh Doni yang kadang-kadang bau apek itu. "A-ampun, May. A-aku baru beberapa hari aja jadian sama Puput." "Oh, jadi si jalang itu namanya Puput?!" Amaya menatap wanita yang bernama Puput itu yang detik ini sudah berdiri tak jauh darinya. Puput lantas menunduk saat Amaya melempar tatapan tajam. "Kamu nyadar nggak, sih, Don, bentar lagi kita mau nikah? Dan kamu berani-beraninya jadian sama cewek ini?! Kamu benar-benar nggak menghargai kerja keras aku selama ini, Don! Kamu bangke banget jadi cowok!" Plak! "Aw! A-ampun, May ...!" Amaya kembali menampar pacarnya. Kembali menjambak habis rambut Doni. Ia ingin sekali menenggelamkan playboy cap kaleng-kaleng itu ke dasar laut. Dimakan hiu pun jelas Amaya ikhlas-ikhlas saja. "May, please, May. Sakit, May. Tolong maafin aku, May. Aku janji nggak akan ngulangin lagi. Cukup sekali aja, May ...." "Gue udah nggak percaya sama elo lagi, Coek!" Aksi menjambak rambut si berokokok alias playboy cap kaleng-kaleng itu makin menjadi. Amaya makin gemas saja. Menjambak sekuat tenaga sambil terus memaki-maki Doni. Vira mencoba melerai. Tetapi sahabatnya itu sepertinya belum puas menyiksa laki-laki tukang nyeleweng seperti Doni. "Wes to, May, uwes. Reputasimu iso rusak nek ngamuk-ngamuki pasien ngene ki." "Bodo amat, Vir. Bodo amat! Gue lahir batin nggak terima diginiin sama dia!" "A-Ampun, May. Please, May. Aku janji aku akan tobat," mohon Doni. Namun, sang pacar makin gencar menyiksanya. Tak peduli dengan permohonan ampun dari Doni, Amaya justru menemukan satu benda yang kiranya pas untuk menambah hukuman pacarnya. Ia menemukan jarum suntik milik Vira yang terletak sembarang di meja nakas dekat ranjang pasien. Tak pikir-pikir lagi, Amaya pun meraih benda itu. Kemudian menancapkan dengan penuh emosi ke lengan Doni. Lantas pria pembohong itu menjerit sekuat tenaga. Vira pun ikut-ikutan dramatis. "Aaaa ...! Sakit, May!" "Owalah, May. Gendeng awakmu, May! Iki suntikan induksi buat pasiennya Dokter Anna yang mau mbrojol, May. Seenak udel main nyuntikin ke Doni. Nanti nek Doni jadi terangsang terus mules-mules, piye? Haduh, Biyung ...." Vira menepuk jidat sambil geregetan dengan tingkah nekat sahabatnya. Amaya lantas menatap Doni dengan tanpa dosa. Wajah lelaki itu kini terlihat pucat. Ia seketika kejang-kejang. Matanya pun merem melek. "May ... a-aku, kok, mules, ya, May? Jangan-jangan, bayi kita mau lahir, May." Doni bicaranya mulai ngelantur. Amaya justru makin muak padanya. "Sukurin! Anggap aja ini hukuman! Mulai hari ini kita putus! Aku benci sama playboy cap kaleng Khong Guan kayak kamu!" Keluar dari kamar inap Doni sembari memasang wajah garang saat berpapasan dengan Puput, Amaya berlari kecil sambil menahan isak tangis di lantai koridor. Di dalam ruangan tadi memang ia terlihat tegas. Ia bahkan tak segan-segan menganiaya Doni dan juga Puput. Tapi sebenarnya, dalam hati, Amaya sadar dirinya hanyalah wanita biasa. Yang sudah terlanjur rapuh, hancur, terlebih kecewa atas pengkhianatan orang yang sangat ia cintai. Segalak-galaknya Amaya pada Doni, lelaki itu mungkin tidak akan tahu bahwa Amaya begitu menyayanginya. Mereka sudah pacaran sejak zaman kuliah. Haruskah hubungan mereka berakhir dengan cara kotor seperti ini? Berakhir hanya karena Doni sudah terlanjur tergoda wanita lain. Sampai akhirnya lelaki itu nekat bermain curang tanpa sepengetahuan Amaya. Gadis penyuka warna hitam itu berlari kecil menuju ruang apoteker dengan kondisi masih menangis. Beberapa orang yang berpapasan dengannya lantas menatap Amaya bingung. "Ih ... punya mata nggak sih?! Kalau jalan, liat-liat, dong!" Amaya tak sengaja bertabrakan dengan seorang pria. Ia justru memarahi pria tersebut. Si pria dengan postur tinggi tegap itu menatap Amaya heran. Mereka terlibat saling tatap sejenak. "Dasar, cowok nyebelin!" maki Amaya pada lelaki di depannya. Ia lalu melangkah pergi. Meninggalkan si lelaki tersebut tanpa minta maaf terlebih dahulu. Setelah seorang gadis dengan seragam rumah sakit itu memaki-maki tak jelas padanya, Al kembali melangkah. Ia berniat mengunjungi sang ayah. Seorang pria yang tadi tidak sengaja bertabrakan dengan Amaya adalah Al (Alrescha Megantara). Ia adalah anak dari Hanafi--kepala rumah sakit ini. Sampailah Al tepat di depan ruangan ayahnya. Lelaki itu sebenarnya sangat malas mengunjungi sang ayah. Hubungan mereka sudah lama renggang. Namun, Hanafi senantiasa meminta Al untuk datang ke rumah sakit, karena hari ini kebetulan Hanafi tengah berulang tahun. "Siang, Pa," sapa Al setelah ia memasuki ruang kerja bernuansa putih itu. Hanafi yang tengah duduk di kursi kebesarannya pun lantas menoleh setelah mendengar suara putranya. "Siang, Nak. Ayo, ke sini." Dengan langkah malas, Al perlahan menghampiri ayahnya. Ia lalu meletakkan kotak jam tangan di atas meja kerja Hanafi. "Selamat ulang tahun, Pa. Al belikan jam tangan untuk Papa." Hanafi jelas sangat terharu. Di ulang tahunnya yang ke lima puluh tujuh itu, anak semata wayangnya mau datang menemuinya, terlebih memberikan hadiah berupa jam tangan. "Duh, papa jadi terharu. Kamu sempat-sempatnya belikan papa jam tangan. Makasih banyak, ya, Nak. Sini, duduk. Kamu sudah makan siang? Kalau belum, kamu mau menemani papa makan siang?" Al senantiasa berdiri tepat di depan meja kerja ayahnya. Ia sama sekali tidak ada niat untuk duduk sejenak. Apalagi menemani Hanafi makan siang. "Maaf, Pa. Al ke sini hanya untuk memenuhi permintaan Papa untuk datang. Dan soal makan siang bersama, mohon maaf, Al masih sibuk di restoran. Papa bisa makan siang sendiri, atau minta ditemani rekan kerja Papa yang lain. Al permisi." Lelaki tampan berusia tiga puluh lima tahun itu mulai melangkah meninggalkan ruangan ayahnya. Jelas Hanafi lalu memanggilnya. "Al, tunggu Al! Mau sampai kapan kamu begini terus sama papa? Kapan kamu mau memaafkan papa, Al?" Al berhenti sejenak setelah ia menekan gagang pintu. Perlahan kedua matanya terpejam. Rasa sakit akibat perceraian orang tua sampai detik ini masih Al rasakan. 'Sampai Al puas menyiksa Papa dan Mama,' lirih Al dalam hati. Ia lalu membuka pintu ruang kerja ayahnya. Pergi tanpa menghiraukan panggilan sang ayah berkali-kali. "Al! Dengarkan papa dulu, Al!" Hanafi lantas berdiri, ingin sekali mengejar putranya, tapi ia merasa percuma. Hanafi sudah cukup putus asa menghadapi sifat keras kepala anaknya. Lelaki paruh baya itu memutuskan duduk kembali. Mengusap wajah kasar, dilanjutkan dengan mengembuskan napas berat. Berbagai cara sudah Hanafi lakukan untuk membuat Al luluh, tapi lagi-lagi pemuda itu selalu menjaga jarak dengannya. Al berubah semenjak Hanafi dan Alya memutuskan bercerai tiga tahun lalu. Bukan hanya itu, sampai detik ini Al masih membenci ibunya karena sang ibu tega membuangnya. Hal itu yang membuat Al memutuskan hidup sendiri, jauh dari jangkauan kedua orangtuanya. Hanafi merasa ia membutuhkan bantuan seseorang. Seseorang yang kiranya mampu membuat Al takluk. Rasa-rasanya Hanafi sudah cukup kehabisan akal untuk membuat Al kembali. "Kira-kira ada tidak, ya, wanita yang bisa membuat Al benar-benar berubah? Setidaknya, bisa membuat anak pembangkang itu takluk." Hanafi tengah memikirkan, siapa yang kiranya cocok untuk ia jadikan alat guna menaklukkan Al. "Al itu butuh wanita yang tegas. Pokoknya wanita yang bisa membuat Al menuruti apa pun kemauan wanita itu. Tapi sejauh ini, aku belum menemukan orang yang pas untuk Al." Kepala rumah sakit itu menyugar rambutnya frustrasi. Ia belum ada gambaran siapa orang yang pas untuk menaklukkan Al.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Over Protective Doctor

read
474.9K
bc

Nur Cahaya Cinta

read
359.2K
bc

Skylove (Indonesia)

read
109.3K
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.3K
bc

Love Match (Indonesia)

read
173.3K
bc

Dosen Killer itu Suamiku

read
311.8K
bc

Istri Kecil Guru Killer

read
156.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook