Chapter 2

1871 Words
Putih abu-abu adalah masa yang paling tak terlupakan, banyak kenangan yang sangat indah dan juga hal-hal yang mungkin akan selalu diingat sepanjang masa. Saat memasuki usia remaja dan bersekolah dengan seragam putih-abu, Mikaila adalah anak yang sangat ceria, memiliki banyak teman karena dia memang mudah bergaul dengan banyak orang. Dia memiliki satu teman akrab yakni Lisa, bisa dibilang mereka kemana-mana selalu berdua, sampai suatu ketika masa puber itu membawa Mikaila bertemu dengan cinta pertamanya, Rai. Pemuda yang sangat populer disekolahnya, siapa lagi kalau bukan Ketua ekskul basket. Memiliki tinggi diatas rata-rata anak laki-laki seusianya dan juga paras wajah yang sangat manis. Rai mendekati Mikaila dan akhirnya mereka pacaran. Sebenarnya saat itu, ada juga yang selalu memerhatikannya, tapi anak itu ketampanannya tertutup oleh buku-buku yang selalu dibacanya. Dia selalu memerhatikan Mikaila dari jauh dan dia sangat senang jika saat jam istirahat bisa bertemu dengan Mikaila di perpustakaan. Semua berjalan baik dan normal saja, sesaat setelah kenaikan kelas, Mikaila terlihat aneh, dia tidak seperti sebelumnya, tapi perubahan ini belum terlalu disadari oleh teman-temannya. Bahkan Mikaila sering sekali pergi keperpustakaan, dia menjadi lebih pendiam dan cenderung menarik diri dari teman-temannya. Makin lama, Mikaila makin aneh dan benar-benar menarik diri dari lingkungan pertemanannya, akhirnya terdengar kabar bahwa Rai dan Mikaila putus membuat seantaro sekolah geger. Bagaimana tidak, mereka adalah pasangan yang dianggap serasi, memiliki kelebihan masing-masing dan sangat dikagumi banyak orang. Tak sampai satu bulan hubungan mereka putus, sekolah lagi-lagi heboh terkait gangguan jiwa yang dialami oleh Mikaila. Mereka akhirnya menjauhi Mikaila dan membuat gosip makin heboh saja. Mikaila merasa sangat tertekan, dia banyak menghabiskan waktu diperpustakaan, bahkan Lisa yang dianggap teman sehatinya malah ikut menyebarkan bahwa Mikaila memiliki gangguan kejiwaan. Laki-laki yang selalu menjadi penunggu perpustakaan itu akhirnya memberanikan diri mendekati Mikaila, dia adalah Edzard Kenan, anak laki-laki yang juga mengagumi Mikaila sejak lama, tapi tak memiliki keberanian. Sebenarnya jika dilihat lagi Edzard memiliki postur tubuh yang kurus dan jangkung serta memiliki wajah yang sangat menarik dengan lesung pipinya. Dia sudah lama memerhatikan Mikaila, tapi untuk yang namanya suka tak mungkin dia lakukan. Dia hanya ingin bersekolah dengan baik dan membuat dirinya bisa dikenal lagi dengan deretan prestasinya. Ah, Edzard termasuk anak yang populer juga, tapi karena sikapnya yang dingin dan malas untuk bersosialisasi dengan teman sebayanya membuat anak-anak perempuan juga malas untuk meliriknya. Edzard selalu memberikan sumbangan prestasi untuk sekolahnya, dia sangat pintar pada pelajaran inti kelas Science: Matematika, Fisika dan Kimia tapi, ya karena sikapnya yang cuek dan suka ketus dengan orang lain membuat dirinya dianggap aneh oleh orang lain. Dia sebenarnya memiliki empati yang besar pada Mikaila, bagaimana mungkin dia bisa berubah menjadi seperti itu jika tidak ada pemicunya. Ini yang makin membuat dirinya tertarik pada gadis itu. "Makan ini saja. Sekolah sampai sore kalau kau tak makan apapun nanti kau pingsan." Ucap Edzard pada Mikaila yang memandang kosong pada sebuah cermin tua usang ditangannya tapi sayangnya, Mikaila tidak meresponnya. Janggal! Ya memang janggal, akhirnya dia menepuk pundak Mikaila. "Hei! Kau sedang memikirkan apa?" Lagi-lagi tak dihiraukan oleh Mikaila, Edzard mengerenyitkan keningnya, apa mungkin Mikaila sedang pura-pura tak mendengarnya dan mengabaikan keberadaan dirinya saat ini. Pola yang diperhatikan oleh Edzard terhadap Mikaila adalah bahwa dia terkadang tersenyum menatap pantulan bayangan yang ditangkap oleh cermin yang dipegangnya. Edzard lalu mengambil cermin yang dipegang oleh Mikaila dan benar saja, seketika itu juga gadis ini seakan sadar kembali. "Kau ... apa yang kau lakukan pada cerminku? Kembalikan!" Suara Mikaila yang terdengar sangat nyaring ini membuat penjaga perpustakaan memberikan kode diam untuk mereka. Mikaila memiliki badan yang tak terlalu tinggi ini berusaha menggapai cerminnya, tapi sia-sia karena Edzard meninggikan tangannya, detik kemudian dia menyodorkan tangan kanannya pada Mikaila sedang tangan kirinya diangkatnya tinggi-tinggi agar Mikaila tidak bisa menjangkaunya. "Kenalin, aku Edzard Kenan." Dia kemudian tersenyum pada gadis yang sudah sangat kesal padanya dengan memamerkan lesung pipinya. "Aku tak peduli. Kembalikan atau kau terima konsekuensinya." Ancam Mikaila dengan suara pelan. "Kau bisa panggil aku Edzard." Ucap Edzard tak menghiraukan ancaman Mikaila. Tak disangka jika selanjutnya Mikaila menendang harta beharga Edzard dengan cukup kuat sehingga dia harus membungkuk kesakitan menahan tendangan maut yang diberikan Mikaila padanya. "Aaawwww!!!" Sontak saja seluruh perpustakaan melihat kearah mereka. Edzard yang mendapatkan perlakuan seperti barusan benar-benar tak habis pikir. Mikaila lalu dengan mudahnya mengambil cerminnya kembali dari tangan Edzard. Kejadian ini memang dilihat beberapa pengunjung perpustakaan dan juga penjaga perpustakaan tentunya sehingga Mikaila kembali menjadi bahan perbincangan diantara murid lainnya. Mereka berdua akhirmya dipanggil ke ruang konseling oleh guru BP, tapi dia membantah bahwa itu adalah salah Edzard dan tentu Edzard mengatakan bahwa dia yang mengganggu Mikaila terlebih dahulu tapi, perbuatam Edzard ini membuat Mikaila makin membencinya dan Edzard menyadari itu. Saat Mikaila lewat menuju kelasnya beberapa anak langsung melirik tak suka dan mulai mencibir, ada juga yang mengatakan kalau Mikaila itu memiliki gangguan kejiwaan. Mikaila yang mendengranya dengan samar ini berusaha untuk sabar. Saat Mikaila duduk dikelasnya, anak yang lain langsung menghindarinya seolah dia adalah penyakit yang harus dijauhi. Mikaila akhirnya mengambil kembali cermin yang ada dikantong roknya lalu membukanya lagi dan dia memasuki lagi dunia yang dimilikinya dengan portal cermin itu. Cermin itu menangkap bayangan anak laki-laki yang sangat membuatnya kesal, siapa lagi kalau bukan Edzard. "Roti untukmu. Kau belum makan siang hari ini kan?" Dia meletakkan roti itu didepan Mikaila dan satu buah air mineral cup. Mikaila enggan untuk berkata barang sepatah katapun. "Aku tak memberimu racun. Kau makan saja, jam tambahan sekolah masih 4 jam lagi." Ucap Edzard lagi. "Makasih." Jawab Mikaila sekenanya saja. "Jangan lupa kau makan!" Edzard memastikan lagi sebelum akhirnya dia meninggalkan ruang kelas Mikaila. Saat Edzard keluar dari kelas itu, banyak yang memerhatikan terutama anak cewek. Edzard yang dikenal ketus menghampiri Mikaila yang memiliki gangguan jiwa. Ini pastinya akan mudah tersebar dengan cepat. Mikaila menyadarinya tapi dia tak memedulikan hal itu. *** Pulang sekolah, Mikaila jalan sendiri tanpa seorang teman. Edzard yang melihat itu bergegas menghampirinya. Yah, hari ini dimana mereka bisa pulang kerumah masing-masing setelah pelajaran usai. "Hei!" Tepuknya pada pundak Mikaila. Mikaila hanya menoleh dan mendengus kesal. "Apa lagi? Nanti kamu kena penyakit menular. Lebih baik jauh-jauh." Ujar Mikaila cuek. "Justru karena kamu sakit makanya aku deket kamu." Edzard tersenyum memamerkan deretan gigi rapinya. "Menyebalkan!" Mikaila berkata sambil menghentakkan kakinya dengan kuat ke tanah. "Terima kasih." Jawabnya lagi masih tetap tersenyum manis. Mikaila meliriknya dan kemudian melangkahkan kakinya dengan cepat. "Cerita padaku." Ucap Edzard lalu memblok jalan Mikaila. Mikaila menghentikan langkahnya dan mendongak keatas, Edzard cukup tinggi bahkan lebih tinggi dari Rai. "Cerita padaku." Ulangnya lagi. "Siapa kamu sampai aku harus cerita padamu." Mikaila masih tak sudi berteman dengan Edzard. "Panggil aku Ed, biar lebih akrab." Ucapnya santai. Lalu detik berikutnya dia menginjak kaki Ed. "Rasakan!" Geram Mikaila yang tersenyum puas melihat Edzard yang berdiri dihadapannya ini meringis kesakitan. Mikaila langsung lari meninggalkan Edzard disana, tak mau kalah Ed yang memang langkah kakinya lebih lebar ini bisa dengan mudah mengejarnya. Namun Mikaila menghentikan larinya saat diujung lorong dia mendapati Lisa dan Rai sedang berciuman! Sangat menyakitkan, sahabat sendiri menusuknya dari belakang rasanya ingin dia berteriak karena mendapati mereka seperti itu, tapi dia mengurungkan niatnya. Dia menarik nafas dalam mencoba membesarkan ruang di parunya yang terasa sesak. Edzard yang juga menyaksikan itu langsung menutup mata Mikaila dia berdiri tepat dibelakang Mikaila ada perasaan yang bergejolak disana. Tangan Ed yang terasa basah ini menyadari kalau gadis yang berada didepannya sekarang menangis dalam diamnya. Perlahan Ed membawa Mikailai menjauhi tempat itu. *** Mikaila yang terlihat sekarang seperti linglung ini mengikuti saja kemana langkah kaki Ed membawanya. "Rumahmu dimana?" Ed membalikkan badannya dan bertanya sengan Mikaila yang masih berjalan dengan pandangan kosong. "Entahlah." Jawabnya singkat. "Hei, aku tak mungkin membawamu kerumahku." Ucapnya lagi. "Terserah. Mau ditinggal disini juga tak masalah." Ucapan Mikaila ini membuat Ed sadar akan sesuatu kalau gadis ini benar-benar memiliki masalah besar dalam hidupnya. "Okay, kalau begitu kau ikut aku." Edzard menggandeng tangan Mikaila ke salah toko roti yang ada diseberang jalan mereka. Mikaila tak menolak atau menepis seperti sebelumnya dia hanya menuruti Edzard saja. "Kau mau roti apa?" Tanyanya pada Mikaila yang masih sibuk dengan pikirannya sendiri. "Aku tertinggal dompet dirumah." Jawab Mikaila dingin, dia sebenarnya malas untuk merogoh dompet didalam tas ranselnya. "Kau pilih saja." Edzard  kehabisan kata-kata meladeni Mikaila, karena jujur saja saat Edzard membawanya, semua mata orang yang melihat mereka seakan mengatakan bahwa Edzard menyebabkan gadis ini menangis. Ada juga yang seolah berkata mungkin pasangan ini sedang marahan. "Aku ikut pilihanmu." Jawabnya singkat sambil mengembuskan nafasnya. Lalu, Edzard kemudian memilih roti isi coklat dua dan air mineral dua botol. Setelah membayarnya, dia kembali mengajak Mikaila pergi dari toko roti itu. Mereka akhirnya duduk di halte sambil makan roti. Mata Edzard tak lepas memandang Mikaila yang menikmati rotinya yang terkadang menghapus air mata yang keluar. "Cerita saja. Kau perlu teman untuk bercerita." Edzard kembali menawarkan jasa untuk mendengar keluh kesah Mikaila. "Orang tuaku sepertinya akan bercerai." Mikaila membuka pembicaraannya dengan suara yang terdengar berat. "Mereka memang bukan orang tua kandungku, tapi saat mendengar mereka untuk bercerai aku merasa sangat terpukul. Bu Minah juga sudah berpulang." Dia kemudian kembali menghapus air matanya. Edzard hanya mendengar dan memerhatikannya. Otaknya berpikir tentang sesuatu yang harus dia lakukan. Dia tak tahu harus menjawab apa, dia juga tak tahu siapa Ibu Minah yang dimaksudkan olehnya. "Mungkin aku sangat tidak beruntung didunia saat ini." Kembali air matanya menetes membuat Edzard merasa sangat iba dengannya. "Sabarlah, jika Tuhan memberikan kau ujian ini artinya kau bisa melaluinya." Edzard terdengar bijak, tapi sayangnya Mikaila menanggapinya dengan tertawa sinis. "Kau mengejekku?" Dia kemudian melihat kearah Edzard dengan tatapan mata yang menyedihkan. "No, bukan gitu maksudku. Aku hanya berusaha untuk menenangkanmu saja." Edzard takut kalau Mikaila malah tak jadi cerita, tapi Mikaila benar tak bisa ditebak, dia malah tersenyum melihat Edzard yang terlihat kebingungan. "Ed, apa kau tau aku ini hanya anak angkat dari keluarga Juhana?" Edzard mengerenyitkan keningnya, Juhana adalah salah satu donatur yang ada disekolah mereka dan keluarga ini memang cukup terpandang juga dikenal masyarakat. "Yah, aku tahu kau bahkan tak tertarik dengan gosip. Orang sepertimu memang cocok berteman dengan buku." Sepertinya sudah lama dia tak melihat Mikaila tersenyum lebar seperti sekarang. Mikaila bercerita tentang dirinya pada Edzard dia berkata dengan sangat jelas, suara riang seperti ini sejak gosip-gosip mengatakan Mikaila mengalami gangguan jiwa sudah tak pernah terdengar Edzard tahu betul karena dia selalu memerhatikan Mikaila walau dari kejauhan. Matahari sudah kembali keperaduan, bulan sudah meninggi tapi Mikaila belum selesai bercerita. "Sudah malam. Apa orang tuamu tidak mengkhawatirkanmu? Ini hari dimana kita pulang kerumah, kan?" Tanya Edzard dengan hati-hati. "Ah, mereka tak khawatir karena mereka sibuk dengan urusan mereka sendiri. Aku pulang Ed." Mikaila berdiri dari tempat duduknya dengan tiba-tiba. Edzard tak mengerti pikiran anak ini. "Aku antar." Ucap Edzard. "Aku masih bisa pulang sendiri." Ucapnya santai. "Oke." Jawab Edzard. Sebenarnya Edzard mengikuti Mikaila dari kejauhan dia memastikan agar Mikaila pulang dengan selamat sampai rumahnya. Tiba didepan rumah yang megah itu, Mikaila lama berpikir untuk melangkahkan kakinya masuk kedalam. Beberapa kali Mikaila mengatur nafasnya kemudian memejamkan mata lalu menarik nafas panjang tapi tak kunjung masuk kedalam. Edzard memaklumi hal ini setelah dia mendengar cerita yang sesungguhnya tentang Mikaila langsung dari mulut gadis itu. Setelah lebih kurang sepuluh menit akhirnya Mikaila melangkahkan kakinya kedalam pagar dan kemudian mengetuk pintu. Edzard berjalan pulang setelah memastikan Mikaila masuk kedalam rumah itu. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD