Prolog

372 Words
"Berenti ngikutin gue!" Andre berbalik. Kali ini dengan kesal. Mata coklatnya menyipit penuh peringatan. "Berapa kali udah gue bilang stop following me! Lu nggak bosen apa? Gue aja bosen, Vi!" Vian menunduk takut. Mencoba mengintip wajah tampan Andre yang terlihat memerah melalui celah bulu matanya. "Jangan ngikutin gue lagi! Paham lu?!" Vian menghembuskan napas melalui mulut sebelum menengadah menatap Andre yang memang lebih tinggi darinya. Gadis berambut brown itu tersenyum manis. Membuat Andre mendengus semakin kesal. Entah harus dengan apa lagi dia mengusir gadis berdarah Indonesia-Italia itu. Rasanya sudah semuanya ditempuhnya, tapi Vian tetap menempelinya. Meskipun sudah dikasari berkali-kali tetap saja Vian membuntutinya kemanapun dia pergi, dengan senyum manis yang selalu tersungging di bibirnya yang berwarna pink alami. Seperti sekarang, senyum Vian merekah walaupun dia sudah mengancamnya. "Kan kata mommy aku nggak boleh jauh-jauh dari kamu, Ndre." Kentara sekali suara itu bergetar. Vian ingin sekali menangis tapi ditahannya. Dia harus selalu tersenyum dan menunjukkan pada Andre kalau dia itu kuat. Sungguh rasanya dia tak sanggup lagi dengan semua ini. Tapi untuk tidak berdekatan Andre pun rasanya tak bisa. Hatinya yang rapuh selalu ingin bersama dengan pemuda itu. Vian tahu, tak pernah sedikitpun terbersit rasa suka dalam diri Andre untuknya. Walaupun mereka sudah bertunangan  selagi mereka masih sama-sama  duduk di bangku sekolah dasar. Bagaimanapun keadaannya, Andre sekalipun tak pernah meliriknya. Meskipun Vian selalu menuruti segala keinginan pemuda itu, tetap saja Andre tak melihatnya. "Lu itu nerd, Vi." Andre mengusap rambut coklatnya frustasi. "Jadi please, jangan dekat-dekat gue lagi!" Vian menggigit bibir. Andre benar, dia seorang nerd. Tapi bukankah Andre yang memintanya berdandan seperti ini tiap ke sekolah? Demi Andre, Vian rela berdandan seperti sekarang. Memakai kacamata segi empat tebal, seragam kebesaran dan rambut dikepang. Juga kawat gigi yang membuat dirinya jauh dari kata cantik. Bahkan dia juga merelakan dirinya yang kerap kali menjadi bahan bullyan teman-teman sekolahnya yang merasa cantik. "Lu cantik aja gue ogah, apalagi jelek kek sekarang!" Vian meneliti penampilannya yang sungguh sangat berbeda pada saat dia di rumah. Kadang dia merasa jijik berpenampilan seperti sekarang. Tapi dia tak ingin mengecewakan Andre. Dia tak ingin Andre menilainya gadis yang tidak kompeten. Yang hanya karena intimidasi sesaat langsung menyerah. Yeah, dia tidak akan menyerah. Begitu juga untuk Andre, dia akan terus berjuang untuk mendapatkan hati pemuda itu. Karena hatinya menginginkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD