Chapter 3

1058 Words
"Ayolah kak maafin gue dong. Kemaren kan gue niatnya nolongin lo." Devan masih merengek pada Caca. Dari semalam Kakaknya itu masih marah pada Devan. Meskipun sudah berkali-kali dia meminta maaf, tetap saja Caca tidak memaafkannya. "Apaan sih lo, pergi sono!" Usir Caca. Dia sedang duduk dimeja makan untuk menyantap sarapannya. Dan Devan masih setia duduk dilantai. "Wihh pagi-pagi udah ada drama nih,” Ucap Dimas yang datang dari ruang tamu. Dia pun duduk disamping Caca. "Diem lo somplak!" ucap Devan. "Galak amat sih lo Van, PMS ya?" Ledek Dimas lagi. "Dim, si Asa mana kok belum nongol?" Tanya Caca tanpa menghiraukan keberadaan Devan. "Masih dikamar, Kayanya lagi dandan." "Devan, kamu ngapain duduk dilantai kaya gitu?" Tanya Widi saat datang dan melihat cucunya duduk dilantai. "Oma tolongin Devan, masa kak Caca masih ngambek sama Devan," Rengek Devan pada Widi. "Ngambek, kamu ngambek kenapa Ca?" Tanya Widi pada Caca. "Oma masa kemaren si Devan b**o bilang kalo dia pacar Caca." Caca mulai mengadu pada Oma kesayangannya. "Lho, kan udah biasa mereka jadi pacar pura-pura kamu?" "Iya itukan kalo Caca jomblo Oma. Tapi kemaren Si b**o ngaku-ngakunya didepan pacar benerannya Caca. Jadi kan Caca diputusin," ucap Caca merengek seperti anak kecil yang kehilangan mainannya. "Hahahaha kalian ini ada-ada aja." Widi tak kuasa menahan tawa saat mendengar pengakuan Caca. "Ih Oma jahat! Malah ngetawain Caca." "Syukurin lo!" ucap Devan pelan namun terdengar oleh Dimas. "Kak masa si Devan bilang gini, syukurin lo!" ucap Dimas untuk memperkeruh suasana. "k*****t! lo bilang apa?" Tanya Caca semakin marah pada Devan. "b*****t lo Dim!"gerutu Devan. "Morning semua!" Sapa Aksa yang baru muncul. Seperti biasa penampilannya sudah rapi dan wangi. "Morning kesayangan Oma, si ganteng si pipi bakpau," ucap Widi. "Wih kak Devan kok kaya babu, duduk dilantai," Ucap Aksa saat melihat kakaknya duduk dilantai. "Sa, bujukin Kakak lo nih buat maafin gue. Masa dari kemaren ngambek terus,” Ucap Devan memelas. "Gue juga Kakak lo b**o!" Ucap Caca. "Kalo gitu maafin gue elah Kak. Susah amat sih. Apa perlu gue sujud di kaki lo?" "Ide bagus tuh!"Dimas mengangkat telunjuknya. "Sujud tuh dikaki orangtua Kak, bukan dikaki Kak Caca." Ucap Aksa. "Lo mau gue maafin?" Ucap Caca pada Devan. "Iye mau, kalo gak mau buat apa gue selonjoran dilantai kek babu gini." "Yaudah sini ikut gue." Caca beranjak dari kursinya. "Mau kemana?" Tanya Devan ragu. "Ca, Devan jangan kamu jatuhin di balkon ya." Canda Widi. "Nggak Oma,paling dari atas genteng." Devan pun mengikuti Caca menuju lantai dua, yang ternyata menuju kamar Caca. "Duduk!" Perintah Caca. "Dimana?" "Noh diatap genteng! ya disini lah bego." Caca menunjuk kursi riasnya. Demi mendapatkan kata maaf, Devan pun mengikuti perintah sang kakak. "Jangan apa-apain gue Kak, gue masih kecil,” Ucap Devan memegang kedua dadanya. "Najis gue nyentuh lo, apaan punya lo gak asik." Ucap Caca. "Terus gue mau diapain disini?" "Diem lo." Caca mulai melancarkan aksinya. Pertama dia mengambil bedak, lipstik, eyeshadow,dan blush on dari atas meja riasnya. "Gue mau lo pake ini ke sekolah." "Kak lo gila?!!" Devan hampir jantungan mendengar ucapan Kakaknya. Bagaimana bisa cowok sekeren dan setampan Devan memakai makeup. Apa kata dunia nanti? "Yaudah kalo gak mau, jangan ngarep gue maafin lo." "Gak ada syarat laen apa?" "Kagak!" "Mau gak lo? kalo gak mau gue berangkat nih, mau nguli." Caca hendak pergi meninggalkan Devan. Karena Devan sayang keluarga, Devan mencekal tangan Caca. "Oke deh, dandanin gue sesuka lo Kak." Hanya butuh waktu 15 menit Caca berhasil mengacak-acak penampilan adiknya. Dia memakaikan bedak, lipstik dan makeup lainnya di wajah tampan Devan. Sang pemilik wajah hanya pasrah dengan mukanya yang sudah menyerupai banci kaleng yang sering dia jumpai di pinggir jalan. "Puas lo kak?" Tanya Devan malas. "Kurang sih, harusnya kan sekalian aja lo pake rok sekolah gue dulu." Caca masih cengengesan melihat penampilan adiknya. "Ya Alloh Gusti nu Agung, abi naha boga lanceuk siga kieu." Ucap Devan dalam bahasa sunda. Tentu saja Caca tak akan mengerti karena mereka bukan orang Bandung. Devan hanya iseng mempelajari bahasa sunda untuk digunakan pada saat-saat seperti sekarang. "Gak ngerti gue!" Ucap Caca. "Bodo ah. Udah ye gue berangkat sekolah dulu, kesiangan nih." "Yaudah sono!" Devan berlari meninggalkan Caca dikamarnya. Dia segera menuju garasi untuk mengeluarkan motor kesayangannya. Baru saja dia hendak mengeluarkan si merah jagoannya, Caca berdiri diambang garasi. "Ada apa lagi kak?" tanya Devan jengah. "Ada yang lupa. Siniin itu." Caca menunjuk sesuatu yang dipegang Devan. "Apaan?" Tanya Devan tak paham. "Kunci motor lo b**o! Ayo siniin. Buat hari ini lo naik angkot aja ya ganteng." Caca tersenyum licik. "Gak mau gue! Lo mau adek lo yang ganteng ini disangka orgil apa?Naek angkot pas penampilan begini." "Bodo amat! Si amat aja bodo. Ayo siniin cepet!" "Kagak mau!" "Siniin setan!" Caca mencoba merebut kunci motor dari Devan. Sementara Devan pun bersikeras mempertahankan kunci si merah. "Oma! Kak Caca mau merkosa Devan!"Teriak Devan. Namun tak ada sautan dari dalam rumah. "Teriak aja yang kenceng lo! Oma kagak ada." "Ayolah Kak gak usah gini, kaya bocah tahu lo." Ucap Devan mencoba menghentikan kelakuan Kakaknya. "Lo pikir kelakuan lo kemaren gak kaya bocah hah?!"Caca pun tak mau kalah. Akhirnya Caca menggunakan jurus jitunya,yaitu menggelitik Devan. "Geli b*****t!" Ucapan Devan pada kakaknya sudah tak terkendali akibat menahan rasa geli. "Lo yang b*****t, Setan!" Ucap Caca. Akhirnya Caca pun berhasil merebut kunci motor Devan. Dia pun berlari meninggalkan adiknya yang masih tergeletak dilantai. "Babai banci." Ledek Caca. "Sial! Masa gue harus beginian sih ke sekolah." Gerutu Devan. *** Devan masih menunggu angkot menuju sekolahnya lewat. Sebenarnya sejak tadi sudah banyak angkot yang lewat,namun tak ada satupun yang mau Devan naiki karena mereka menyangka dia orang gila. Harapan terakhirnya datang,sebuah angkot berhenti didepan Devan. Barusaja Devan hendak naik,si sopir berteriak. "Heh orgil ngapain lo naik?!!" "Eh anjir! Gue bukan orang gila bego." "Alah, mana ada orang gila ngaku. RSJ penuh kalo lo ngaku." "Dia temen saya pak," Ucap seorang cewek yang duduk dipojok angkot. "Ah masa neng cantik temenan sama orang gila," Ucap sopir angkot tak percaya. "Gue bilang gue gak gila setan!" Umpat Devan. "Dia beneran temen saya pak. Biarin dia naik ya kasian," Ucap cewek itu. "Yaudah deh tapi kalo ada apa-apa Neng tanggung jawab ya?" Tanya si sopir memastikan. "Iya pak." "Yaudah masuk.," titah  si sopir pada Devan. "Gitu kek daritadi." Devan pun masuk kedalam angkot. Betapa terkejutnya dia ketika melihat sosok Rein, cewek yang dia taksir ada didalam angkot. "Re...Rein. jadi yang ngomong tadi lo?" Tanya Devan gugup. "Yaiyalah siapa lagi, lo pikir ibu-ibu disini." Ucap Rein melirik ibu-ibu yang duduk disamping dan didepannya. "Makasih ya, kalo gak ada lo pasti gue masih berdiri dipinggir jalan." Devan menggaruk kepalanya yang telah dikuncir oleh Caca. "No problem. Lagian lo apa-apaan dandan kaya orang stress kek gitu?" Tanya Rein penasaran. "Ini ulah Kakak gue. Kemaren gue bikin dia diputusin cowoknya, gini deh hukumannya." "Kejam juga ya Kakak lo." "Emak tiri aja kalah kejam Rein kalo dibanding Kakak gue." "Dasar lo, gitu-gitu juga masih Kakak lo tuh." "Iya sih. Meskipun dia kejam, tapi gue sayang."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD