Chapter 2

1014 Words
                                                                                         *** "Oma tolongin Asa Oma!" teriak Aksa. Dia berlari menghampiri Omanya di dapur. Dia tak memakai baju dan hanya menggunakan kolor Dora yang sudah basah. "Aduh Asa kenapa lari-larian kesini. Lihat lantainya jadi basah gara-gara kolor kamu," ucap Widi. "Abisnya Asa takut Oma," jawab Asa yang kini berdiri di belakang Widi. "Takut kenapa?emang ada hantu?" Belum sempat Aksa menjawab pertanyaan Omanya, Devan datang. Sama seperti adiknya dia juga menggunakan kolor doraemon yang sudah basah. "Sa kok lo kabur sih," ujar Devan. "Aduh kalian ini apa-apaan,kaya anak kecil aja," ucap Widi yang sudah mulai kerepotan dengan tingkah kedua cucunya ini. "Oma masa kak Devan nyuruh Asa nyiumin keteknya selama satu jam. Ketek kak Devan kan bau bangke Oma," rengek Aksa. Dia masih berlindung di belakang Oma kesayangannya. "Oy jangan curang dong! itukan udah kesepakatan,"kata Devan. Dia masih berusaha untuk menangkap Aksa. "Kesepakatan? kesepakatan apa Devan?" tanya Widi tak mengerti. "Gini lho Oma, tadikan Devan sama Asa lomba berenang. Terus kita bikin kesepakatan siapa yang kalah harus ngabulin permintaan yang menang. Terus Devan menang, jadi gak salah dong Devan nagih," ungkap Devan panjang lebar. Widi hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan konyol cucunya. Kadang dia berpikir, ngidam apa dulu ibu si kembar hingga kelakuan cucu-cucunya seperti ini. "Udah lah jangan gitu-gituan. Mendingan sekarang kalian mandi terus makan, Oma udah masakin makanan kesukaan kalian." "Yah Oma gak asik ah," ucap Devan. "Yeyeye gak jadi nyiumin ketek, hore!" Aksa berlari kegirangan menuju kamarnya. "Oh ya Devan, Dimas mana? kok Oma gak lihat." "Katanya sih kerja kelompok Oma. Lagian Devan kan gak sekelas sama Dimas." "Emm gitu. Abis makan kamu jemput Caca ke kampus ya." "Emang kak Caca gak bawa mobil, Oma?" "Nggak, mobilnya lagi service." "Oke deh, kalo gitu Devan mandi dulu ya. Dingin nih," ujar Devan seraya memeluk tubuhnya yang bertelanjang d**a. Setelah menghabiskan makan siangnya, Devan bergegas untuk menjemput Caca. Namun baru saja dia menyalakan mesin motor, Aksa datang. "Kak Devan mau kemana? ikut dong." "Kagak ada ikut-ikutan. Gue mau jemput Kak Caca ke kampus." "Wih ke kampus, ayolah gue ikut." Aksa merengek pada Devan. "Gue bawa motor b**o! Lo mau duduk dimana hah?" "Lo yang b**o Kak, Gue bawa motor sendiri lah. Gesrek kali boncengan sama lo." "Njir enak aja. Yaudah deh terserah lo aja." "Gue ambil kunci motor dulu ya." Aksa masuk ke rumah untuk mengambil kunci motornya. Selang 5 menit dia kembali, sosok Devan sudah menghilang entah kemana. "k*****t, Gue di tinggalin." Berkat melajukan motor dengan kecepatan tinggi, akhirnya Aksa berhasil menyusul sang kakak. "Hello cinta, lelet amat sih lo Kak! masa udah kesusul lagi sama gue,"ledek Aksa saat motornya bersebelahan dengan motor Devan. "Gue bukan lelet somplak! Gue sengaja nungguin Lo," jawab Devan membela diri. "Cihh, ngeles mulu Lo," ucap Aksa. "Yaudah kalo lo gak percaya mending kita buktiin. Kita balapan sampe kampus kak Caca. Siapa yang menang boleh minta apapun dari yang kalah," ujar Devan dengan penuh percaya diri. "Oke siapa takut." Dalam hitungan ketiga motor mereka berdua melesat membelah keramaian kota Jakarta. Dan pada akhirnya Aksa berhasil mengalahkan sang kakak. "Yes, gue menang!" teriak Aksa begitu sampai di depan kampus Caca. "Lo curang Sa!" ujar Devan yang datang sepersekian detik setelah Aksa. "Curang apaan? Gue sportif kok!" "Lo bawa motor kekencengan b**o. Kalo lo gak kekencengan pasti gue menang." "Kak, sebelumnya gue minta maaf ya," ucap Aksa ragu. "Minta maaf apaan?" tanya Devan heran. Setelah menghela napas, Aksa mencondongkan tubuhnya kearah Devan. Dan ketika jarak mereka semakin dekat, Aksa menoyor kepala sang Kakak dengan tangan kanannya. "Lo yang b**o somplak! Dimana-mana balapan itu ya harus kenceng. Kalo gak kenceng bukan balapan namanya." ujar Aksa gemas. "Anjir! Lo berani jitak gue hah?!" "Kan tadi gue udah minta maaf!" Setelah perdebatan yang cukup sengit. Devan dan Aksa pun bergegas mencari Caca. Langkah mereka terhenti ketika melihat sang Kakak sedang duduk di sebuah bangku taman bersama seorang pria. Pria itu duduk begitu rapat dengan Caca, dan sesekali pria itu mencolek pipi Caca. Tak ada perlawanan dari sang pemilik dagu, yang ada hanya senyuman malu-malu setan. "Berani banget tuh cowok colek-colek Kakak gue," ucap Devan tak terima. "Iya, dia pikir Kak Caca sabun apa. Dicolek-colek," timpal Aksa. "Gue sebagai adik yang baik, harus bertindak Sa." Devan melipat lengan kemeja yang dia pakai sampai ke siku. "Yaudah sono Bang, abisin." " Lo tunggu disini ya." "Oke." Devan pun menghampiri Caca dan pria yang menurut Devan nggak banget. Bisa-bisanya Caca dekat dengan pria seperti itu, pikirnya. "Heh Bang, ngapain lo?" tanya Devan persis di depan pria yang duduk bersama Caca. "Devan?" tanya Caca heran. Pria itu berdiri dari bangku yang di dudukinya. "Siapa Lo?" tanya pria itu. "Kenalin, Nama gue Raffa. Dan gue pacarnya Caca." Devan mengulurkan tangannya, namun tak dibalas. "Apa-apaan Lo?" tanya Caca pelan. "Pacar?" Pria itu melirik Caca untuk meminta kepastian. "Ka..kamu ja..jangan percaya,"ucap Caca gugup. "Kamu bilang kamu single. Tapi ini buktinya apa? Aku gak suka ya dibohongin kaya gini. Mulai sekarang kita putus." Sebelum pergi pria itu menatap Devan dengan intens. "Andre kamu salah paham!" teriak Caca. Namun pria itu tak menghiraukan teriakan Caca. "Yah, Jomblo lagi kan gue,"ucap Caca. Dia lalu menatap Devan dengan tatapan seperti seorang pembunuh haus korban. "Devan! Lo apa-apaan sih?!" teriak Caca. "Gue nyelametin lo Kak," ucap Devan. "Nyelametin pala lo gundul! Awas lo ya." Caca mengarahkan telunjuknya di depan wajah tampan Devan lalu pergi meninggalkannya begitu saja. Bahkan saat melihat adik kesayangannya, Aksa. Caca terus berlalu. "Kak tungguin dong." Aksa berlari mengejar Caca. Di parkiran, Aksa berhasil meraih lengan kakaknya. "Kak Caca mau kemana? kan Asa kesini mau jemput Kakak." "Sebel banget gue sama si Devan! Gara-gara dia gue jomblo lagi," ucap Caca yang masih menampilkan wajah betenya. "Kak Devan kaya gitu karena dia sayang sama Kakak. Tadi kita lihat Kakak dicolek-colek sama cowok itu, jadi kak Devan langsung bertindak." "Iya tapi kan gak gitu juga Sa, caranya!"Caca tahu mereka perduli padanya. Tapi tidak seharusnya juga mereka berkata seperti itu di depan pacarnya. "Iya-iya Ngewakilin Kak Devan, Asa minta maaf. Udah ya jangan ngambek terus. Kakak jelek tahu kalo ngambek." "Ah, masa? iya gitu?"tanya Caca seraya memegang kedua pipinya. "Iya. Oh ya kak, Gimana kalo sekarang kita jalan? udah lama nih Asa gak shopping sama kak Caca." "Yaudah deh ayo. Sekalian Kakak mau ke toko buku," kata Caca. Setelah itu mereka pergi meninggalkan Devan yang entah dimana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD