bc

It's Okay, That's Love

book_age16+
1.2K
FOLLOW
9.1K
READ
possessive
goodgirl
independent
boss
doctor
sweet
bxg
like
intro-logo
Blurb

Menikah?

Anastasia Maharani tak terlalu memusingkan soal menikah. Baginya, menikah berada diurutan ke sekian. Prioritas utamanya saat ini adalah menyelamatkan nyawa seseorang. Meski sudah sering mendapatkan undangan pernikahan dari teman-temannya, tapi hal ini tak membuatnya gengsi dan bergegas menyusul. Dia belum mau menikah.

Menikah?

Fernando Wijaya sudah mulai kalang kabut karena satu-persatu temannya menikah. Undangan pernikahan datang silih berganti seolah-olah mengejeknya karena belum menyusul ke jenjang yang lebih serius tersebut. Kriterianya adalah berhijab, cantik, dan mandiri. Apakah kriterianya terlalu berlebihan sampai-sampai tak menemukan satu saja di ibukota ini? Dia ingin menikah, sangat ingin.

chap-preview
Free preview
LOVE AT THE FIRST SIGHT?
“Jalanmu yang cantik, kenapa? Masa perempuan jalannya kayak gitu!” Gadis bernama lengkap Anastasia Maharani itu memutar bola matanya. Dia tak suka diatur dan perempuan di sebelahnya, yang sayangnya berstatus sahabat karib justru sedang mengaturnya karena masalah sepele. Buru-buru dia menegakkan badannya, berjalan dengan anggun, dan menarik sudut bibirnya untuk melengkung ke atas. “Udah?” Nada kesal sangat kentara, tapi sepertinya perempuan di sebelahnya tak terlalu peduli. Wajahnya tampak cuek lalu dia mengendikkan bahu seolah tak peduli. “Lo liat jam pas kita berangkat tadi? Kita telat tau dan semua ini gara-gara kelakuan yang lebih milih hibernasi dulu dibandingkan langsung dandan. Awas aja kalo sampe kita telat dan gue kehilangan moment godain pengantin baru itu, gue doain anak-anak magang lo makin urakan!” Sahabat Ana, Veronica Herlambang mengomel. Gadis itu menengok ke samping dengan mata melotot sebal. “Gak perlu lo doain juga anak magang gue udah urakan. Gak berkompeten.” Dengus gadis itu seraya fokus ke depan. Langkahnya dipercepat mengikuti langkah perempuan di sebelahnya. Mereka sekarang sudah memasuki aula besar di mana resepsi ini diadakan. Mereka berdua mengedarkan pandangan dengan pertanyaan yang sama. Ke mana pengantinnya pergi? Jangan-jangan udah ke kamar? “Itu!” Ujar Veronica atau yang sering disapa Vero sambil menunjuk ke arah pengantin baru itu berada. “Ayo kesana!” tanpa menunggu lebih lama, Vero langsung menggeret lengan Ana. Ana hanya memutar bola matanya kesal. Perempuan di sebelahnya sudah membuatnya malu. Ini ruangan yang penuh sesak, bukannya lapangan dimana kita bia lari-larian. Sebelum masuk Vero menasehati agar berjalan dengan cantik, tapi begitu di dalam, gadis itu malah yang membuat Ana tampak aneh dan bodoh karena menggeretnya hingga langkahnya terseok-seok. Dengan perasaan malu, Anastasia memilih menunduk dan baru mendongak ketika sudah sampai tujuan. “Ya ampun, Sha... Lo cantik banget, serius!” Vero memberi komentar setelah matanya menatap Sasha —sang pengantin wanita— dalam balutan gaun putih yang sederhana namun elegant. “Yaelah, lebay banget sih, lo!” cibir Sasha sambil mengulum senyum manis. “Eh, tapi kok kalian baru dateng sih? Ah, gak asyik. Padahal, beberapa jam sebelumnya tuh banyak banget cowok-cowok yang ganteng, mapan, dan dijamin single. Cocoklah kalo dijadiin target masa depan.” Mata Vero membulat penuh binar. “Serius, Lo?” Sasha mengangguk mantap yang membuat binar di mata Vero langsung meredup dengan kesal. Matanya menengok ke arah sosok yang menjadi sumber dia telat bertemu dengan laki-laki tampan. “Gara-gara Lo, gue batal ketemu cowok-cowok ganteng!” Ana yang semula diam hanya menarik sudut bibirnya untuk sedikit tersenyum. Dia tak terlalu memusingkan apa yang Vero katakan. Baginya, apa yang Vero katakan adalah candaan. “Ya kalo batal ketemu tandanya belom jodoh.” Sahut Ana sambil melewati Vero yang tampak kesal. Dia melangkah lebih dekat ke arah Sasha. Begitu dekat, dia langsung merentangkan kedua tangannya, minta di peluk. “Happy wedding, my best friend!” Mereka berpelukan dengan erat. Ini wajar saja. Mereka bertiga adalah sahabat yang sangat dekat. Suka duka mereka lewati bersama. Sasha melepaskan pelukannya dan menatap mata Ana dengan berkaca-kaca. “Makasih, ya... Oh ya, Lo sendiri kapan nyusul? Gue nih yang ngawalin, terus yang kedua siapa?” “Ya pasti Guelah, Ana kan belom berminat nikah. Dia lebih sayang sama rumah sakit dari pada membangun rumah tangga!” Kalimat Vero barusan langsung mengundang gelak tawa. Veronica memang selalu PD terhadap semua hal. Dia tipikal yang selalu ceplas-ceplos dan menyesal di akhir. “Siapa aja yang duluan, Gue doain yang terbaik. Tapi, buruan... jangan kelamaan karena umur udah gak muda lagi. Kan gak keren, udah dokter, cantik, tapi single.” Tawa mereka pecah. “Oh ya, ayo ketemu sama laki gue. Kayaknya tadi dia lagi sama koleganya yang ganteng pake banget. Ayo!” Ujar Sasha dengan senang. Dia menggandeng Ana dengan tangan kanan dan tangan kirinya untuk menggandeng Vero. Mereka berjalan beberapa ke depan dan berhenti di salah satu meja yang hanya berisi dua orang pria. “Kak!” Seru sang pengantin wanita dengan riang. Suaminya mendongak dan tersenyum. “Ini loh tamu yang sangat-sangat dinantikan, tapi sayangnya gak tahu diri dan dateng telat.” Sasha mendorong Ana untuk maju berhadapan dengan suaminya. Ana agak canggung dan hanya tersenyum tipis. “Baru dateng, Na?” Pertanyaan itu keluar dan Ana membalas dengan anggukan kepala ragu diiringi dengan senyum canggung. Sasha dan suaminya memang cukup lama menjalin hubungan asmara, makanya suaminya itu cukup mengenal beberapa teman dekat Sasha. “Iya nih, Kak... Ana pake tidur dulu makanya bisa telat kayak gini. Gara-gara dia aku gagal ketemu cowok-cowok ganteng calon suamiku!” Anastasia memejamkan matanya. Dia merasa malu sekali sekarang. Kenapa Sasha dan Vero terus-menerus mengoloknya perihal kedatangannya yang telat? Mata Ana melirik melalui bahu tegap suami Sasha dan dia mendapati seorang pria tengah duduk dengan pandangan penasaran ke arah mereka. Sepertinya pria itu mendengar semua yang dikatakan Sasha dan Vero. “Oh, tidur... kirain kamu keliling pulau Jawa dulu terus baru transit ke sini.” Mata suami Sasha melirik ke bawah, menilai penampilan Anastasia. “Cie... yang berpakaian normal. Cantik banget sih!” Ana melengos mendapat pujian seperti itu. Jujur saja, dia tak suka dipuji seperti itu oleh laki-laki. Rasanya canggung. Malam ini Ana mengenakan salah satu gaun yang dibelikan oleh Mamanya. Kesibukan Ana dalam mengurus pasien membuat dia melupakan hal-hal yang seharusnya identik dengan perempuan. Ana lebih suka gamis kebesaran berbahan kaos dibandingkan gaun-gaun untuk ke pesta. Dia suka pakaian yang simple namun elegant, dia juga tak terlalu suka berdandan, kecuali untuk hari-hari tertentu. Dan malam ini Ana datang lengkap dengan segala hal yang tak disukainya. Dia memakai gaun berwarna merah yang agak mengembang bagian bawahnya. Sederhana, tapi elegant. Dia juga berdandan dengan menggunakan peralatan make up lengkap. “Ish, apaan sih? Kalo absurd gini mending Gue pulang deh.” ancam Ana yang langsung digelengi oleh pemilik hajat. “Dateng juga baru lima menit, tapi udah mau pulang. Sahabat macam apa Lo?” Sindir Sasha. “Ya abisnya laki Lo sama nyebelinnya kayak kalian. Tidur itu kebutuhan. Emangnya apa salahnya Gue tidur? Gue kan capek dan butuh istirahat setelah ngurusin pasien yang sakit.” “Tapi disesuaikan dong sama waktunya. Masa sahabat married, eh Lo-nya malah tidur nyenyak.” Pertengkaran kecil antara dua bersahabat ini harus terhenti saat mendengar deheman yang berasal dari punggung suami Sasha. Ah, Ana ingat. Yang berdehem mungkin kolega suami Sasha yang merasa terabaikan beberapa menit yang lalu. Deheman itu membuat suami Sasha membalikkan badannya dan tersenyum lebar. “Oh ya, kenalin, ini kolegaku. Namanya Fernando Wijaya. Dia itu Direktur Utama di perusahaan keluarganya, Wijaya Company.” Laki-laki bernama Fernando mengulurkan tangannya ke arah Ana dengan senyum ramah. Ana menatap wajah laki-laki itu, lalu menatap tangan pria itu yang masih menggantung di udara menunggu responnya. Bibirnya tersenyum tipis dan perlahan Ana menangkupkan kedua tangannya di depan. Sementara pria itu tampak salah tingkah karena sudah mengulurkan tangannya. “Ana...” katanya pelan seraya menatap manik mata pria itu, tapi tak lama karena beberapa saat kemudian Ana langsung menunduk. Dia tak ingin ada kontak mata. “Fernando,” balasnya pelan sambil menangkupkan kedua tangannya di depan d**a seperti yang dilakukan Ana. Fernando, laki-laki itu tampak masih terkejut karena ada perempuan yang menyalaminya seperti itu. Sangat jarang. Biasanya, ketika tangannya terulur maka para perempuan akan dengan sigap meraihnya. Berebutan untuk siapa yang mendapatkan jabatan tangan pertama dan dalam waktu yang lama. Tapi kali ini berbeda. Dipandanginya wajah cantik yang ada di depannya. Sayangnya perempuan itu menunduk, makanya dia tak bisa menelusuri detail wajahnya. Astaghfirullah! Fernando menggumamkan istighfar di dalam hati. Dia baru saja melakukan zina mata dan merambat ke zina hati. Bagaimana mungkin dia bisa lepas kontrol dan mengagumi perempuan yang baru dikenalnya beberapa saat lalu? “Namaku Veronica, tapi biasa dipanggil Vero.” Fernando mendengar suara itu. Dia langsung mengalihkan tatapannya dari wajah Ana dan mendapati sebuah tangan terulur. Dengan buru-buru dia mengambil tangan itu dan menjabatnya dengan profesional. Tak lama kemudian, tangan itu dilepaskan dan reaksi yang di dapatnya sudah bisa ditebak. Veronica langsung tersenyum lebar dengan kegirangan karena bisa beralaman dengannya. Ya, kira-kira kebanyakan perempuan yang bersalaman dengannya, meski beberapa sikapnya lebih malu-malu atau jaga image, tak seperti Veronica yang langsung seperti itu. Ana tampak cuek, berbeda dengan Vero yang nampak masih kegirangan karena berhasil bersalaman dengan laki-laki tampan dan mapan itu. Ana tak terlalu berminat dan merasa mulai jengah. Dia bukannya tak sadar sedang dipandangi meski secara diam-diam. Ana mengakui kalau lelaki di depannya memang laki-laki idaman. Sudah tampan, mapan, dan sopan. Model macam ini, siapa sih yang tidak suka? Wijaya Company juga sangat terkenal sebagai perusahaan yang sukses. Tak hanya pada satu bidang, tapi di beberapa bidang. Kalau perusahaannya semaju itu, bisa dibayangkan bukan seberapa banyak uang yang dihasilkan. “Na, Lo ngelamun?” pertanyaan itu diikuti dengan sikutan pelan yang membuat Ana sedikit tersentak. “Hah? Lo ngomong apa barusan?” Sasha memutar bola matanya. “Jangan ngelamun, nanti kemasukan makhluk astral, lho!” kali ini gantian Ana yang menyikut lengan Sasha. Seenaknya aja kalo ngomong! Sungut Ana dalam hati. “Gue tanya, gimana kabar anak magang Gue? Masih pada hidup, kan?” Pertanyaan penuh sindiran itu membuat darah Ana agak mendidih. Bukan karena sindirannya, tapi karena ucapan Sasha mengingatkan Ana pada anak magangnya yang benar-benar diluar ekspetasinya. “Asli, tuh anak magang memang luar biasa. Kerjaannya gak becus, gak cekatan, dan gak bisa diandalin. Masa ngambil darah aja bisa salah antara arteri sama vena. Kampusnya aja yang terkemuka, tapi ternyata gak bisa ngambil darah yang notabene-nya adalah hal sepele dalam medis.” sungut Ana menceritakan hal buruk tentang anak magangnya yang membuat dia shock. “Sabar, namanya juga masih baru.” “Tapi itu gak bisa ditolerir banget, tau. Rasanya tuh bikin kesel hati. Udah gak becus, mereka juga gak disiplin. Dateng aja telat. Kalo gue seorang pasien, Gue ogah dateng ke dokter model itu. Bisa-bisa bukannya sembuh, tapi langsung wassalam.” “Kalo soal disiplin, Gue yakin Lo mampu menanganinya, kan? Secara, Lo kan yang paling disiplin!” Sasha berkedip centil dan membuat Ana berdecak sebal. “Jelas. Berani telat, sekalian gak usah dateng aja. Gue suruh pulang bagi yang telat dan dapet nilai minus!” Sasha tertawa sumbang. Dia mulai memikirkan anak magangnya yang bekerja dibawah tekanan yang luar biasa. Dia sangat tahu kalau Ana, sahabatnya, adalah sosok yang perfeksionis. Dia gak akan membiarkan ada kesalahan yang bisa merusak kesempurnaan, meski hanya sedikit. “Jangan galak-galak dong, Na, kasihanilah mereka. Gitu-gitu juga anak magang Lo.” “Biarin. Siapa yang suruh mereka gak berkompeten? Pekerjaan mereka gak main-main, lho. Taruhan mereka adalah nyawa manusia, bukan nyawa kucing. Mereka harus berkompeten, cekatan, disiplin, dan tahan banting. Jangan dikit-dikit ngeluh.” Sasha nampak berfikir keras untuk menjawab ucapan Ana. Yang Ana katakan memang benar, tapi bukankan ada cara yang lebih halus daripada pakai otot. Selain buang-buang tenaga, kasihan juga untuk anak-anak magang yang masih baru itu. Di tengah perdebatan itu, dua orang pria nampak terkekeh secara kompak. Salah satunya adalah suami Sasha, dan satunya lagi adalah Fernando. “Fern, mohon dimaklumi kelakuan istri Gue sama temennya. Mereka memang gitu, bisa bikin heboh suasana.” Suami Sasha mengakhiri kalimatnya dengan berlagak seperti bisik-bisik. Fernando hanya mengangguk dengan senyum yang masih terukir. Hal itu tak luput dari penglihatan Ana yang tajam. “Kak!” tegur Ana dengan pelototan yang lumayan mengintimidasi. Suami Sasha sadar, tapi pura-pura tak melihat. Begitupun dengan Fernando yang langsung mengedarkan matanya ke arah mana pun selain mata cantik Ana. Berurusan dengan Ana lebih jauh sangat tak dianjurkan.  “Udah pada ngumpul nih? Telat dong gue.” Sebuah suara yang familiar terdengar. Semua mata langsung memandang ke sumber suara. “Baru dateng Lo?” Tanya Ana tampak akrab. Ya, akrab. Ana mengenal laki-laki itu dengan baik. Dia adalah Prasetya, salah satu rekannya di spesialis jantung. Pras mengangguk. “Gue ada pasien yang harus operasi bypass jantung, makanya telat begini.” Jujur Pras. “Udah malem... belum ada rencana pulang?” sambung Pras dengan pertanyaan yang ditujukan ke Ana dan Vero. “Kita aja baru dateng, masa udah mau pulang. Pokoknya gak mau!” Vero nampak bersungut-sungut karena tak ingin pulang. Vero suka pesta semacam ini. Dia betah berlama-lama di pesta semacam ini hanya untuk memilah-milah mana laki-laki yang tampan dan cocok dijadikan target masa depan. “Serius? Gue pikir Ana izin pulang cepet karena udah gak sabar pengen dateng ke sini, tapi ternyata...” Pras menatap Ana dengan tatapan curiga dan hal itu langsung dibalas Ana dengan mendelikkan matanya seolah menantang. “Ana hibernasi dulu, jadi ya telat gini.” Celoteh Vero lagi. Ana memutar bola matanya. Entah sudah ke berapa kalinya Vero terus menyalahkannya karena masalah tidur. “Manusia itu butuh tidur, jadi wajar kalo gue tidur dulu sebelum dateng kesini.” ujar Ana santai. “Udah ah... gue mau pulang.” Vero mengibaskan tangannya yang membuat Ana sedikit kaget. Pergerakannya begitu tiba-tiba. “Lo nebeng gue dan gue memutuskan belom mau pulang. So, lo harus nurut.” “Terserah lo mau di sini sampe pagi, tapi yang jelas, gue mau pergi sekarang. Ada banyak taksi dan angkutan lainnya yang berkeliaran.” “Lo mah gak seru, baru juga dateng, tapi udah mau pergi.” Vero cemberut karena tak berhasil menahan Ana dengan ancamannya yang gak bermutu. “Seriusan? Gue baru dateng, lho.” Pras nampak kecewa. “Gue mau lanjutin tidur. Seriusan, gue ngantuk banget. Terus besok jam empat gue udah harus di rumah sakit, ada operasi... So, gue pergi ya, kawan.” Sasha berkacak pinggang dengan kesal sementara suaminya nampak terkekeh-kekeh saja. “Oh ya, Sha... selamat honeymoon dan jangan lupa oleh-oleh buat gue. Inget, lo cuma cuti seminggu, jadi jangan molor. Gue gak sanggup harus ngurusin anak magang sendirian lebih lama lagi.” Tanpa menunggu jawaban, Anastasia melambaikan tangannya dengan centil. Setelah itu dia berbalik dan bergegas pergi. Berada di pesta pernikahan bukan hal yang menyenangkan. Sasha berdecak menatap punggung Ana yang semakin menjauh. “Ck, anak itu... kalo kayak gitu kapan dia bisa nikah? Kelakuannya aja judes, jangankan mau ngelamar, deketin aja cowok ogah.” “Jodoh gak ada yang tahu, Sha,” suami Sasha menegur. Sikunya menyikut lengan Sasha lalu dagunya mengedik ke arah Fernando yang masih terpaku menatap kepergian Ana. Sasha paham dan langsung menatap suaminya dengan mata membulat senang. “Fer? Ekhem!” Pria yang namanya disebut langsung salah tingkah. Dia baru saja tertangkap basah memandangi kepergian seorang perempuan yang menarik hatinya. Dia jadi tak enak hati sekarang. “Iya, kenapa?” ujarnya berpura-pura santai. “Liatin siapa?” Suami Sasha berpura-pura mencari apa yang dilihat Fernando dengan menjinjitkan kakinya. “Gak kok, cuma liatin tamu yang dateng. Banyak ya, padahal udah malem.” Fernando mengakhiri kalimatnya dengan cengiran yang dipaksakan. “Ooh gitu...” Suami Sasha memasang senyum penuh makna, lalu menatap istrinya yang juga ikut tersenyum penuh makna. Fernando nampak kikuk. Dia menggaruk tengkuknya yang tak gatal dengan perasaan yang berkecamuk. Rasanya itu seperti ada sesutu yang menggelitik hatinya dan membuatnya berdebar-debar. Rasanya tak enak sekali. Apakah ini yang namanya love at the first sight? Kalau iya, maka Fernando harus bertemu dengan perempuan itu lagi, harus. Dia akan membuat perempuan itu bertanggungjawab karena sudah membuat jantungnya berdebar tak karuan seperti sekarang.    TBC

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Air Mata Maharani

read
1.4M
bc

Bukan Ibu Pengganti

read
526.2K
bc

MANTAN TERINDAH

read
6.9K
bc

Noda Masa Lalu

read
184.0K
bc

You're Still the One

read
117.5K
bc

Fake Marriage

read
8.5K
bc

Orang Ketiga

read
3.6M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook