P.O.S I

2568 Words
"And, when you want something, the entire universe conspires to help you achieve it." — Paulo Coelho, The Alchemist" -Prince of Sivillia- Indonesia. Gadis berpipi chubby itu menghela nafas melihat teman sebangkunya yang saat ini masih saja memejamkan mata. Jam sekolah sudah selesai 50 menit yang lalu, tapi mereka berdua masih tertahan di sekolah, bukan karena mereka menyukai suasana sekolah sampai tidak ingin pulang, melainkan karena tugas. Yang punya tugas hanya satu orang, satunya lagi hanya menemani sampai ketiduran karena bosan, plus lelah. "Shereen Senja Adinata!! Bangunn!!!" Kaget, pasti. Gadis yang di panggil Shereen itu langsung menegakkan punggungnya, dia menatap sekeliling dengan tatapan kosong seperti orang t***l. Suasana kelasnya sudah sepi, perlahan dia menatap sahabatnya yang cekikikan, raut wajah Shereen seketika berubah. Meraih buku dan menggulungnya, Shereen memukul gadis yang masih saja menertawai kekagetannya. Dasar tidak punya akhlak!  "Kinan reseeee!!" meski kesal, Shereen masih sempat-sempatnya menguap, bahkan dia merenggangkan otot-ototnya yang kaku. “Jam berapa sekarang?” tanya Shereen lagi. Kinan, gadis yang tadi membangunkan Shereen dengan cara seperti orang membangunkan warga lantaran ada gempa, heboh, melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. “Jam tiga kurang 10 menit” jawab Kinan santai. “Ya ampun, Kinan! Hampir satu jam kamu ngerjain tugas??” tanya Shereen, tadi saat dia hendak pulang Kinan menahannya. Meminta Shereen untuk menemani dia mengerjakan tugas, gadis itu sih tak masalah, toh palingan tidak lama. Tapi ternyata dugaannya salah, Kinan bahkan mengerjakan tugas hampir satu jam, “Perasaan cuma 5 soal tugas yang di kasih sama bu Dewi tadi.” Gadis berpipi chubby itu meringis tanpa dosa. “Tugasnya double, Re. Minggu kemarin aku belum ngerjain juga.” “Aaahh, Kinan.” Shereen mendesah seraya menyugar rambut, terlihat begitu cantik dan manis. Kinan merangkul pundak Shereen, “Yang penting sekarang kan udah beres, yuk pulang. Hari ini aku anterin kamu, supir juga udah nunggu didepan.” Shereen tak membantah, dia mengangguk saja. Sampai didepan pintu Kinan tiba-tiba saja mencubit kedua pipi Shereen dengan gemas, membuat sang empu jadi uring-uringan. Alhasil mereka kejar-kejaran sekarang, untung saja koridor sepi lantaran sebagian besar siswanya sudah pulang. Hanya ada beberapa saja yang masih stay, seperti anak osis dan anak-anak ekstrakulikuler. "Kinan, awas kamu!!” Kinan semakin mempercepat larinya, bahkan dia sempat menjulurkan lidahnya seraya menggoyang-goyangkan p****t menggoda Shereen, membuat Shereen semakin gemas sekaligus kesal. Dia harus meraup oksigen sebanyak-banyaknya lantaran dadanya mulai sesak. Shereen tak bisa tumbang disini, akhirnya Shereen menyerah dan berhenti.  Sementara Kinan entah sudah sampai mana, Shereen tak peduli. Gadis berambut hitam panjang tergerai itu bersandar di tembok, mencoba mengatur nafas. “Jangan sekarang, aku mohon.” memejamkan mata, Shereen menarik nafas panjang sekali dan perlahan menghembuskannya. Kali ini dia tidak akan berlari melainkan hanya berjalan saja, biarkan Kinan sampai dimobil duluan. Tapi baru beberapa meter, langkah kaki Shereen mendadak berhenti. Netra almond itu menatap Kinan tengah berhadapan dengan seseorang yang punya bentuk tubuh atletis serta tinggi badan kira-kira 183 cm. Untuk ukuran anak SMA, wajah nya terlalu ketuaan. Tapi siapa peduli? Meski terlihat lebih tua dari yang lainnya, sosok itu juga terlihat paling tampan di seluruh sekolah ini, mungkin. Shereen menelan salivanya, dia trauma berhadapan langsung dengan cowok itu. Netra mereka berdua saling bertemu, Shereen buru-buru memalingkan wajah. Kinan mengikuti arah kemana tatapan cowok yang ada di depannya tertuju, dia menoleh kebelakang menatap Shereen yang tengah mematung di tempatnya. Tak lama cewek itu berucap pada Shereen dengan lantang, "Kamu duluan aja, Re. Biar aku yang hadapin sekutunya setan satu ini" perintah Kinan pada sahabatnya, tapi Shereen tak menurut, dia malah melangkahkan kaki untuk mendekat. Shereen merasa ini masalah personal antara dirinya dan si cowok. Kini, mereka berdua saling berhadapan, Shereen mendongak menatap manik mata cowok itu dengan lekat, meski raut wajahnya terlihat begitu tenang tapi tidak untuk hatinya yang kembali diremas sampai hancur. Dia mengembangkan senyum tipis, menutupi luka yang ada di hatinya, luka yang kembali menganga lebar saat melihat wajah tampan cowok tersebut. Sudah sebulan semenjak kejadian buruk itu, dan kini dia baru berani menampakkan wajahnya kembali. "Apa lagi?" tanya Shereen dengan suara lirih, dia sudah capek dan muak, ingin jauh-jauh saja dari cowok yang sudah memberinya begitu banyak rasa sakit. Cowok itu meraih kedua tangan Shereen, namun sebelum berhasil Kinan sudah menarik lengan Shereen untuk di sembunyikan di balik punggungnya agar tidak bersentuhan dengan cowok iblis tersebut. Bukan hanya Shereen yang membenci cowok itu melainkan Kinan juga.  Kinan adalah saksi mata yang melihat secara langsung betapa teganya cowok itu memperlakukan sahabatnya dulu.  "Please maafin aku, Re. Aku nggak akan ngelakuin itu lagi ke kamu" kata dia, Reyhan namanya. Suaranya lirih sekali, sepertinya Reyhan memang tulus meminta maaf kepada Shereen atas apa yang dulu pernah dia perbuat. Shereen menoleh menatap Kinan yang langsung melipat kedua tangan didepan d**a, tatapan meremehkan Kinan benar-benar membuat Reyhan risih.  "Menurut kamu gimana, Kin? masa iya aku harus maafin orang yang sudah mempermalukan aku didepan seluruh sekolah sih?" suara Shereen kembali terdengar, Kinan tertawa remeh, gadis itu berjalan mengitari tubuh Reyhan, dan kembali berhenti di tempatnya semula.  "Kalo aku jadi kamu sih ogah, Re. Udah lah, biarin aja cowok t***l ini hidup dengan rasa bersalah!" Reyhan menahan untuk tidak membalas semua perkataan dan hinaan yang dilontarkan oleh Kinan karena dia ingat tidak boleh kasar pada perempuan, seandainya Kinan laki-laki sudah pasti Reyhan tidak akan tinggal diam, Shereen yang saat ini berdiri di depannya bukalah Shereen yang ia kenal dulu, bukan Shereen yang selalu mengejar-ngejar dia lagi, bukan Shereen yang memujanya lagi. Dia orang yang beda. "Kita mau lewat, kamu jangan berdiri disitu" usir Kinan sembari menggeser tubuh Reyhan yang masih diam ditempat. Karena tak berhasil menyingkirkan tubuh Reyhan akhirnya Kinan dan Shereen, berjalan sembari menabrak bahu cowok itu dan berakhir bahunya sendiri yang sakit karena bahu Reyhan sangat keras. "Apa aku harus ngelakuin hal yang sama supaya bisa dapet maaf dari kamu, Re?" suara Reyhan mampu membuat langkah kaki Shereen terhenti, gadis itu menghela nafas lantas menoleh menatap Reyhan kembali, selama beberapa detik netra mereka berdua kembali bertemu.  "Nggak perlu, kamu cukup menjauh dari aku dan Kinan udah otomatis aku maafin kok" Bukan, bukan ini yang diharapkan oleh Reyhan. Dia punya alasan untuk setiap penolakan dan perlakuannya kepada Shereen dulu, dan kalau gadis itu memberinya satu kesempatan saja maka Reyhan akan jujur dengan Shereen. Tapi sepertinya tidak akan semudah itu, terbukti selain Shereen yang sudah tidak peduli, dia punya pawang yang begitu galak, Kinan! Ponsel yang ada di saku bergetar, ada panggilan yang masuk. Setelah menyelesaikan panggilan nya Reyhan menatap punggung kedua gadis yang sudah menjauh itu sebentar sebelum dia berjalan tergesa-gesa menuju Apartemen, wah wah, padahal masih SMA dan tinggalnya sudah di apartemen. Tapi yaudahlah, tidak boleh julid. Dengan mengendarai motor hitamnya Reyhan sampai di gedung Apartemen nya lima belas menit kemudian, setelah mengamankan kendaraan roda duanya, Reyhan buru-buru berjalan masuk, tujuan nya adalah resepsionis karena ada surat penting yang ditujukan untuk dia.  Surat khusus yang bersifat secret and urgent. "Siapa yang mengantarkan ini?" tanya Reyhan. Resepsionis itu melihat sekilas nama yang muncul di layar komputer "Tuan Ali dan Tuan Ari" "Oke, terima kasih" Setelah yakin surat yang dikirim aman, Reyhan berjalan menuju lift untuk naik ke kamarnya yang berada di lantai 10. Di apart itu dia hanya tinggal sendirian, tak butuh waktu lama lift itu membawanya sampai di gedung lantai sepuluh, Reyhan menempelkan kartu identitasnya untuk di scan agar dia bisa masuk. Sepi, itulah yang menyambut Reyhan saat langkah kakinya masuk ke dalam kamar, cowok itu menyapukan pandangan, setelah yakin dia aman tangan kokohnya tergerak untuk membuka dan melihat apa isi surat tersebut. Bola mata Reyhan bergerak kesana kemari membaca isi surat itu dengan teliti, perlahan senyum tipis di wajah cowok itu timbul, membuat lesung pipinya nampak sangat mempesona.  Isi amplop itu berisi data diri seseorang yang masih di rahasiakan. Clue, dia adalah target Reyhan. Tapi itu nanti dulu, sekarang dia harus bersiap karena Ali dan Ari tengah menunggunya di bandara. -Prince of Sivillia- Pukul 4 sore dan Shereen baru sampai di restoran tempatnya bekerja, ini gara-gara dia ketiduran tadi makanya telat. Dan sekarang Shereen harus siap-siap kena tegur lagi oleh bu bos yang mulutnya sudah mirip petasan banting. Baru saja kakinya menginjak pintu dapur, suara itu sudah menginterupsi nya membuat langkah kaki Shereen spontan berhenti.  "Baguusss!! baru kerja dua minggu sudah berani telat ya." celetuk bu bos sembari melipat tangannya di depan d**a. "Niat kerja tidak?!" Shereen menunduk, lantas mengangguk dengan lemah. "Maaf" "Cepat ganti baju, dan awas kalau sampai kamu telat lagi besok!" setelah berkata seperti itu bu bos berjalan kembali ke depan sebari menggerutu, kira-kira dia berbicara seperti ini, "Kalau saja Ibumu bukan teman baik suami saya, nggak bakal saya menerima kamu jadi karyawan disini. Masih kecil bau tengik!" Tak mau pesimis Shereen berjalan masuk ke kamar mandi untuk ganti baju dan cuci muka, tadi dia keringetan plus lusuh karena lari-lari dari halte bus untuk sampai ke restoran. Saat dia tengah menata rambut darah mengalir dari hidungnya, Shereen dengan segera mengusap darah itu menggunakan tisu. Ini pasti karena tubuhnya tidak sanggup untuk dipaksa melakukan hal yang berat. Seharusnya Shereen butuh lebih banyak istirahat dirumah, hanya dengan mengandalkan uang peninggalan almarhum bunda saja tidak akan cukup. Jadi, Shereen memutuskan untuk bekerja. "Kumohon, jangan sekarang" gumam dia dengan raut wajah pucat khawatir, Shereen tau darah itu akan sulit dihentikan kalau dia tidak segera meminum obatnya. Jemari lentik itu meraba isi tas dan mencari dimana obatnya berada, setelah menemukannya segera Shereen menelan tiga butir kapsul dan mendorongnya menggunakan air. Butuh waktu sekitar sepuluh menit dan darah itu baru bisa berhenti, Shereen menghela nafas. "Tetap kuat, Re." ucap Shereen menyemangati diri sendiri, ia mengatur nafas sejenak, tak lama terdengar ketukan pintu di lanjutkan sebuah suara yang berceletuk. "Re, buruan. Pengunjungnya makin banyak, mbak udah kualahan nih" "Iya mbak!" Shereen keluar dari kamar mandi dan mendapati mbak Reni berdiri menunggunya, “Muka kamu pucet banget, Re. Kamu nggak pa-pa?” tanya perempuan berusia 25 tahun itu, Shereen mencoba tersenyum dan meyakinkan Mbak Reni kalau dia baik-baik saja.  “Iya, aku nggak papa kok, Mbak.” “Kalo sakit mending izin ke bu bos aja, Re. Kali ini Shereen langsung menggeleng, kalau dia cuti maka gajinya yang tidak seberapa itu akan di potong. "Yaudah, kamu langsung ke pantry dan antar pesanannya ya.” "Sip, mbak" "Eh iya, Re" "Ada apa, mbak?" "Tadi kamu di marahin sama bu bos lagi?" "Ah, udah biasa sih itu mbak" "Yaudah, semangat Re!" Shereen bekerja dengan cekatan, terbukti tak butuh waktu lama semua pesanan di meja berhasil dia antarkan dalam waktu yang singkat. Kini tinggal satu nampan yang belum diantarkan, gadis itu mengatur nafasnya sejenak kemudian baru mengambil nampan itu dan membawanya ke meja nomor 21. "Permisi, pesanan nomor 21.. selamat menikmati" Shereen berucap sangat ramah, tak lupa dia menerbitkan senyum termanisnya, sudah jadi peraturan restoran tempat dia bekerja untuk terus bersikap ramah dan tersenyum manis kepada pelanggan agar mereka nyaman.  Netra gadis itu tersita saat bola mata nya bertabrakan dengan bola mata hitam pekat nan tajam milik seorang yang ada didepannya, Shereen menelan saliva nya, dia gugup ditatap sedemikian rupa oleh seorang cowok yang,.. begitu tampan! Sempurna! "Terima kasih" bukan, bukan cowok itu yang berbicara melainkan salah satu dari mereka yang berada di sana juga. Shereen tak menjawab, dia masih terpesona dengan visual cowok yang ada didepannya. Bagaimana bisa ada manusia setampan itu didunia ini? Siapa dia? Selama bekerja di restoran ini Shereen belum pernah menemukan pengunjung yang setampan dia. Shereen juga yakin kalau pengunjung tersebut memiliki darah campuran, kalau murni darah Indonesia sih tidak akan pernah bisa setampan itu. Dengan debaran jantung yang menggila Shereen berjalan menjauh menuju dapur, apakah dia boleh menyukai cowok itu? Kalau dia menjadi pelanggan restoran ini, bisa jadi Shereen bisa terus menatap wajah itu setiap harinya. "Jangan, Re. Nggak boleh, kamu nggak boleh suka sama siapapun lagi" Gumam Shereen meyakinkan dirinya sendiri, dia tidak ingin merasakan rasa sakit yang dulu pernah ia rasakan saat memutuskan untuk menyukai Reyhan. Cukup dia, yang pertama dan terakhir untuk Shereen. Karena selain itu, dia juga harus fokus mengumpulkan uang untuk biaya pengobatannya juga. -Prince of Sivillia- Restoran tutup pukul 11 malam, Shereen sudah sangat kelelahan, bukan hanya dia melainkan seluruh karyawan. Ada beberapa koki dan pelayan yang duduk di sudut ruangan seraya menikmati makan malam mereka setelah closingan. Di antara para koki dan pelayan itu, Shereen duduk termenung ditempatnya dengan makanan yang belum tersentuh sama sekali. "Re, hoi!" Mbak Rani menyenggol lengan Shereen membuat sang empu kaget. "Jangan ngelamun, Re. Ntar kemasukan Jin tau rasa kamu" "Ish! Jangan gitu dong mbak. Aku lagi mikirin sesuatu tau" Shereen mulai memakan makanan nya.  "Mikirin apa? Tugas sekolah yang numpuk?" mbak Rani terkekeh, tidak ada yang tau latar belakang Shereen disini. Mereka hanya mengira Shereen anak yang tidak mampu makanya ikut bekerja untuk membayar biaya sekolahnya. "Bukan itu. Em.." Shereen menatap sekelilingnya, orang-orang sedang sibuk bercengkrama. "Aku lagi mikirin salah satu pelanggan restoran yang tadi datang" Shereen berucap dengan suara lirih. Mata mbak Rani melotot tak percaya. "Sembarangan kamu" kata mbak Rani seraya memukul pelan bahu Shereen. "Memangnya kamu kenal sama dia?" "Ya.. ya nggak, mbak" "Udah-udah, daripada kamu mikirin yang nggak-nggak mendingan cepet beresin makan mu terus pulang. Mbak udah selesai nih" "Loh, jangan tinggalin aku dong mbak"  -Prince of Sivillia- Shereen melangkahkan kaki dengan terburu-buru, bus terakhir akan lewat sepuluh menit lagi, dia tidak boleh ketinggalan kendaraan umum itu kalau tidak ingin berjalan kaki. Shereen tiba tepat saat bus hendak berjalan pergi, untung saja tidak terlambat. Seperti biasa, karena tengah malam seperti ini, bus pasti sepi, hanya dua tiga orang yang naik. Tatapan dia tercuri pada sosok yang duduk sendirian tak jauh dari tempatnya. Shereen bergerak mendekati sosok itu. "Reyhan" panggil Shereen, Reyhan menoleh dan kaget saat mendapati Shereen lah yang duduk di sampingnya, "Kamu ngapain naik bis malem-malem gini?" pertanyaan itu meluncur lagi. Reyhan belum menjawab, sepertinya dia masih syok. "Nggak, tadi aku habis dari,.. dari,.. kepentingan. Iya, tadi aku ada kepentingan terus pas mau pulang motorku mogok, jadi ya,.. em,.. aku titipin di bengkel terus ini mau pulang ke Apart" "Naik bus?" "Iya, emangnya kenapa?" "Nggak, nggak nyangka aja, kenapa nggak naik taksi?" "Pengen naik bus aja" Jawaban Reyhan agaknya membuat Shereen curiga, tapi dia lebih memilih untuk diam dan tak bertanya lebih jauh. Bus melaju dengan kecepatan sedang, keduanya di selimuti rasa canggung satu sama lain. Tak sengaja Reyhan menatap bekas luka yang ada di pergelangan cewek yang saat ini tengah duduk disampingnya.  Sepertinya itu luka dalam karena bekasnya sampai ketara seperti itu, "Tangan kamu pernah luka, Re?” Shereen tersentak kaget saat tangannya ditarik paksa oleh Reyhan, cowok itu mengamati dengan seksama. Shereen yang sedari tadi diam kini mengalihkan perhatian pada bekas luka yang ada di pergelangan tangan nya "Kamu beneran lupa atau pura-pura lupa? Luka ini aku dapet pas kamu dorong aku di kantin sampe pergelangan tanganku kena pecahan mangkok mie" gamblang Shereen membuat Reyhan terdiam di tempatnya, dia merasa sudah menjadi manusia paling berdosa di bumi ini.  Shereen jadi teringat, dia sampai harus diberikan beberapa suntikan dari rumah sakit untuk menghentikan darah yang terus-terusan keluar dari pergelangan tangannya karena ulah Reyhan. "Aku minta maaf" gumam Reyhan pelan. Suara bus berdecit membuat Shereen langsung menarik pergelangan tangannya, dia lantas berdiri, tanpa menjawab permintaan maaf Reyhan gadis itu langsung berjalan turun begitu saja. Bus kembali berjalan, Shereen menghela nafas sebelum diapun juga berjalan menuju ke rumahnya. Hari semakin larut, dan tubuhnya butuh diistirahatkan sebelum kembali tumbang. Hari ini Shereen sudah melewati hari yang panjang, dan malam ini dia akan mengistirahatkan tubuhnya sejenak sebelum besok kembali beraktifitas lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD