02 : Ucapan Khusus Dari Zinde

1310 Words
Sepertinya keinginan Nabila untuk langsung pulang ke rumah tidak dapat terlaksana. Sebelum dia sempat keluar dari ruang serbaguna, salah satu siswi malah mendatanginya dan berkata kalau Aksa sedang menunggunya di ruang OSIS. "Aksa udah di sana?" siswi itu mengangguk, Nabila langsung mengerutkan dahinya. "Tapi kan bel masuk baru aja bunyi, dia nggak masuk kelas?" "Dia bilang, mau minta laporan perjalanan lomba lo." "Iyaudah, gue bakal kesana, makasih ya." Siswi itu hanya mengangguk sambil mengacungkan jempolnya. Dengan berat hati, Nabila meletakkan kembali tasnya di lantai, bunga mawar yang ditemukannya tadi dia bawa ke ruang OSIS, karena takut hilang jika dibiarkan disana dan takut layu jika dimasukkan kedalam tas. Nabila mengetuk pintu kaca─pintu yang tembus pandang dari dalam, tapi tidak dari luar─ruangan OSIS, tapi tidak kunjung mendapat respon apapun, akhirnya dia memutuskan untuk membuka sendiri pintu itu dan memastikan bahwa ada atau tidaknya orang didalam sana. Tidak mungkin kan siswi tadi berbohong? "Permi─" Nabila yang baru ingin mengintip langsung terkejut ketika melihat ruangan itu berubah seratus delapan puluh derajat dari yang biasanya. "─si." "Masuk sini, Nabil! Kok malah bengong!" Aksa langsung menarik tangan Nabila, lalu cepat-cepat menutup pintu agar tidak ada orang lain yang bisa melihat. Gadis itu berdecak kagum dan merasa terharu tentunya, dinding putih tanpa coretan sudah terisi penuh dengan gantungan kata yang bertuliskan Congratulation's Nabil dan tidak lupa dengan emoticon hati di akhir kalimatnya. Lalu, bagian langit-langit ruangan tergantung sebuah tali, yang pada bagian bawahnya diikatkan lagi potongan emoticon hati berwarna-warni. Tipikal Aksa sekali, yang selalu bawa-bawa hati kalo lagi sama Nabila. "Suka nggak?" Aksa menaik-turunkan alisnya. "Gue loh, yang dekorasi semuanya!" ujarnya dengan bangga. "Kok banyak emoticon hati?" tanya Nabila, matanya masih sibuk memperhatikan setiap gantungan hati diatas kepalanya. "Kan biar Nabil tau, kalo cadangan hati Aksa itu banyak. Jadi, mau seberapa kali Nabil tolak pernyataan cinta Aksa, Aksa masih tetep punya hati cadangan buat Nabil." Nabila terkekeh, "kok jadi kesana sih bahasnya." "Biarin." Aksa menjulurkan lidahnya. "Sekarang Aksa mau nanya nih." Nabila langsung menoleh kearah laki-laki itu. "Tanya apa?" "Nabil, mau nggak jadi pacar Aksa?" "Enggak." Gadis itu langsung menjawab tanpa berpikir terlebih dahulu. Aksa langsung menarik salah satu hati yang menggantung diatas, menyerahkannya kepada Nabila seraya berkata, "nih, hati Aksa yang baru Nabil tolak." Nabila yang menerima itu langsung merasa tidak enak. Namun, Aksa yang menangkap jelas perubahan raut wajah itu segera buru-buru berucap lagi. "Nggak apa-apa. Aksa masih punya cadangan. Lihat tuh!" Laki-laki itu menunjuk hati-hati yang tergantung. "Banyak kan!" katanya antusias. Nabila langsung tersenyum karenanya, "maaf, ya," ucap gadis itu tulus. Memang pada dasarnya, Nabila tidak mau berpacaran, entah dengan siapapun itu. Tapi, alasan utama mengapa dia tidak pernah menerima Aksa adalah, karena salah satu saudara laki-laki itu juga menaruh rasa padanya. Bukannya Nabila ­mau dibilang percaya diri tapi kenyataannya, memang Raka sendiri yang bilang padanya seperti itu. Nabila tidak mau keduanya jadi tidak akur hanya karena masalah perasaan, jadi dengan adil, Nabila hanya menetapkan batas teman untuk mereka. Lagipula, baik Raka maupun Aksa, tau alasan itu, dan mereka fine-fine saja menerimanya. "Jadi, lo nyuruh gue kesini, buat ngasih kejutan kayak gini?" tanya Nabila yang langsung ditanggapi anggukan oleh Aksa. Pantas saja Nabila merasa aneh. Biasanya, Riska─sekretaris OSIS─yang selalu meminta laporan perjalanannya, dan laporan itu diberikan satu hari setelah Nabila pulang, bukan mendadak seperti ini. Dan ternyata, semua kalimat yang diucapkan siswi tadi hanya akal-akalan Aksa agar Nabila mau datang keruang OSIS. "Nabil, itu bunga dari siapa?" Pertanyaan Aksa menyentaknya, fokus Nabila langsung beralih pada satu tangkai bunga di genggamannya. "Enggak tahu, dia ngasih ini tanpa nyantumin nama." Aksa yang paham bahwa Nabila memang lumayan populer itu pun hanya bisa mengangguk, memaklumi. "Bunganya mirip sama bunga yang mau Aksa kasih ke Nabil," ujar laki-laki itu, yang langsung mengeluarkan sebucket mawar merah yang disimpannya dibalik kursi. "Buat Nabil, selamat ya udah menang lagi." Aksa cengengesan. "Makasih ya, Sa." Nabila ikut tersenyum. "Aksa buruan, ada anak OSIS!" Yonda muncul di depan pintu dengan wajah panik. Laki-laki itu memang diperintahkan oleh Aksa untuk berjaga didekat ruang OSIS, Nabila juga sempat bertemu dengannya tadi, dan tentunya Yonda juga adalah orang yang diperintahkan Aksa untuk membeli bunga. Memang dasarnya ketua, terus anak terakhir pula, suka banget merintah orang. "SERIUS?!" Aksa berseru heboh dan langsung mencabut gantungan-gantungan hati diatas secara asal, Nabila dan Yonda pun turut membantu, mereka yang dekat dengan Aksa memang tahu kalau Aksa tidak mau kehilangan citra ketuanya oleh teman-teman yang lain. Bukannya gila hormat, tapi mereka pasti mikir aneh aja gitu, Aksa yang sebenarnya manja kok bisa jadi ketua OSIS. *** Nabila berjalan santai di koridor lantai satu, menuju parkiran. Bel pulang sekolah lima menit lagi akan berbunyi, dan Nabila memutuskan untuk menunggu Lalisa saja lalu meminta sahabatnya itu untuk mengantarnya pulang, alasan lain kenapa Nabila tidak langsung pulang karna dia ingin meminjam catatan Lalisa, agar tidak ketinggalan mata pelajaran. Nabila berjongkok di dekat parkiran, tas punggung yang dipakainya terlalu berat sehingga membuat pundaknya sakit. Nabila yang kesal karena tidak menemukan satu pun kursi di lapangan parkir, akhirnya hanya bisa berjongkok menunggu Lalisa menghampirinya. "Guys! Ada gembel nih!" Nabila menghela napas pelan saat menyadari siapa pemilik suara tadi, dengan sedikit ragu dia mendongak dan langsung mendapati wajah Zinde bersama tiga siswi lain yang Nabila sebut sebagai dayang Zinde, sudah berdiri dihadapannya. Gadis berambut sebahu disebelah kiri Zinde menyahut, "gembelnya nggak punya rumah kayaknya, Zi." Tawa ketiga gadis lainnya langsung melebur. Zinde menyenggol Nabila dengan salah satu kakinya. "Wey, Mbel! Katanya baru menang lomba. Masa balik-balik dari Semarang langsung jadi gembel sih?" tanyanya sarkas, senyum jahatnya mengembang ketika Nabila balas menatapnya. "Jangan hari ini sih, bisa nggak?" Nabila berucap lirih. Dia sudah lelah karena belum sempat tidur, dan sekarang jadi tambah lelah karena melihat Zinde─ gadis yang selalu membullynya disekolah. Nabila sudah biasa mendapatkan kalimat-kalimat pedas dari gadis ini, Nabila tidak bisa membalas atau berontak, karena memang pada dasarnya Nabila tidak pernah memiliki alasan untuk membalas, dia tidak pendendam, jadi semua perlakuan Zinde selalu dibiarkan olehnya dan diterimanya dengan lapang d**a. Tapi ada alasan lain kenapa Nabila tidak per─ Byurr... Nabila langsung menunduk, saat merasakan rambutnya basah. Zinde menumpahkan air minumnya yang masih terisi penuh ke kepala Nabila, dengan sengaja tentunya. "Gue kasih air bersih. Kalo-kalo selama di Semarang, lo nggak sempat mandi gitu, kan?" Zinde tertawa puas, melakukan hal-hal seperti ini kepada Nabila sudah menjadi kebiasaan yang menyenangkan untuknya. Apalagi, karena rasa bencinya kepada gadis itu, gadis yang sudah berani membuat Raka beralih darinya. "Anggep aja ini ucapan selamat khusus dari Zinde buat Nabila," katanya dengan nada manis yang dibuat-buat. Hawa dingin menghampiri tubuh Nabila, membuat gadis itu langsung memeluk dirinya sediri. Apa air yang ditumpahkan Zinde banyak? Kenapa bajunya juga ikut basah? Untuk kesekian kalinya, Nabila tidak bisa melakukan apa-apa selain diam. Lagipula, siapa yang berani dengan ketua dance yang merupakan anak dari pemilik sekolah ini? "WOY! LO APA-APAAN?!" Nabila mendongak cepat dan langsung terkejut melihat rambut Zinde yang sudah basah sama sepertinya, tapi yang membuat Nabila lebih terkejut lagi karna adanya sosok laki-laki yang berdiri dibelakang Zinde dengan sebuah botol aqua digenggamannya, botol itu sudah kosong. Laki-laki itu Barga, kan? "Maaf, gue kira lo tong s****h," ucap Barga dengan wajah datar. "BERANI BANGET YA LO!" Wajah Zinde memerah, gadis itu terlihat murka karena perlakuan Barga barusan. Barga mengacuhkan kalimat Zinde, laki-laki itu justru bergerak mendekat kearah Nabila, melepaskan jaket lepis biru tuanya, lalu menyodorkannya kearah Nabila. "Pake," katanya pada Nabila, dengan nada suara yang tidak bisa dibantah. Nabila yang diperlakukan seperti itu langsung memakai jaket Barga dengan cepat. "Pulang sana. Ojek onlinenya udah didepan." "Barga." Mata Barga semakin menajam. "Pulang," suruhnya makin tak terbantahkan. Nabila hanya mengangguk ragu, sebelum melesat pergi keluar dari pekarangan sekolah. Bersamaan dengan menghilangnya Nabila, bel pulang sekolah berbunyi dan menghamburkan siswa siswi dari kelas lain. Tadi, kelas Zinde sudah dipulangkan lebih dulu, dan kebetulan Barga sekelas dengan gadis itu, dan tentu saja Barga menyaksikan semua perlakuan Zinde kepada Nabila tadi. "Ga!" Zinde menarik bahu laki-laki itu agar menghadapnya, "Jangan pernah ikut campur lagi soal urusan gue!" katanya tegas. "Sayangnya, perlakuan lo yang mancing gue buat ikut campur," ujar Barga dingin. "Gue nggak perduli, mau lo saudara kembar Raka! Gue bakal hancurin lo─” "ADA APA NIH, BAWA-BAWA GUE?!" seru Raka sewot yang tiba-tiba muncul diantara mereka. Barga langsung menatap saudara kembarnya itu, "urusin nih mantan lo," katanya dan langsung melenggang pergi menuju motornya untuk pulang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD