3. Menemukan titik terang

1905 Words
    Rutinitas Sean setelah pulang kuliah adalah bekerja di cafe, jarak dari kampus ke cafe tidak terlalu jauh jadi dia hanya berjalan kaki. Alasannya sih sekalian olahraga atau akan nebeng pada Halim jika dirinya berpapasan dan Halim mengajaknya untuk pergi bersama.     Namun, karena hari ini jadwal mereka berbeda jadi Sean akan berjalan kaki seperti biasa. Sesampainya di cafe, Sean menyapa beberapa pegawai dan bergegas untuk berganti baju memakai seragam cafe dan mulai bekerja seperti biasa, dia bertugas sebagai barista.     “americano satu, mbak”     “mbak?”     Sean yang sedang membereskan gelas tersentak saat mendengar seruan tersebut, lalu matanya menangkap sosok Cakra di belakang kasir yang tengah menatapnya bingung, “mbak? Saya mau pesan” ucapnya membuat Sean seketika memerhatikan sekitar. Hanya ada dirinya dan Rendi di sana, Rendi sendiri tengah meracik kopi, alhasil Sean bergegas menghampiri Cakra.     Seketika jantung Sean bekerja dua kali lipat saat berhadapan langsung dengan Cakra, “iya, mas? Pesan apa?” tanya Sean formal, “ada air?” pertanyaan Cakra membuat kening Sean berkerut, “air? Mas nya mau ikut ke belakang?” tanya Sean memastikan pertanyaan Cakra yang aneh. Wajah Cakra langsung melemas, dia mengusap wajahnya kasar, “ah maaf, mbak. Maksud saya itu mau pesan americano satu” ucap Cakra terburu-buru karena merasa sangat tidak fokus hari ini, Sean mengangguk, “di sini atau takeaway?” tanya Sean sambil mengetik di komputer.     “apanya, mbak?” pertanyaan Cakra kembali membuat Sean bingung, “pesanannya mau dibungkus atau diminum di sini, mas?” tanya Sean yang membuat Cakra lagi-lagi mengusap wajahnya kasar sembari mengerang kecil, “maaf mbak, di sini aja” jawab Cakra, Sean tersenyum mengangguk. Setelah melakukan transaksi, Cakra berbalik dan memilih tempat duduk.     Sean menggeleng melihat tingkah laku Cakra yang super duper aneh itu, ia bergegas membuat pesanan Cakra yang tentu saja ia buat dengan sepenuh hati. Ia pun tidak tahu kenapa tingkahnya seperti orang yang jatuh cinta. Tidak butuh waktu lama, ia selesai membuatkan segelas americano untuk Cakra. Sean memerhatikan segelas americano yang dibawa oleh pelayan pada Cakra, ia melihat Cakra yang sedang melamun. Wajahnya juga terlihat agak kusut dan seringkali kedapatan menghela nafasnya. Sean tak ambil pusing, saat ini ia tengah bekerja jadi dirinya berusaha untuk fokus pada pekerjaannya dan membiarkan Cakra berada di dunianya.     Sementara itu, isi pikiran Cakra sangat berkecamuk. Dari mulai bahan dan gambar design untuk maketnya yang hilang, tidak fokus saat jam kuliah berlangsung dan berakhir memutuskan untuk bolos ke cafe, dunianya benar-benar terasa amat hancur saat ini. Ia ingat betul bahwa kreseknya itu tertinggal di perpustakaan, Cakra sangat yakin. Namun saat ia mengeceknya kembali tadi hasilnya nihil, bernar-benar tidak ada, yang ia temukan hanya mantan kekasihnya yang tengah berduaan dengan pacar barunya. Iya, hal itu juga yang membuatnya sangat kacau.     Bukan Cakra tidak bisa melupakan Fika, namun Cakra hanya tidak suka saja melihat wanita itu. Sangat benci, dan itu membuat mood-nya semakin menurun. Alhasil, Cakra membuka isi tasnya dan mengeluarkan alat tulisnya. Jika ia terus-terusan memikirkannya maka Cakra tidak akan bangkit. Maka dari itu, Cakra akan bangkit dan memulai kembali dari awal, pertama-tama ia akan membuat design-nya. Kedua tangannya sudah memegang masing-masing pensil dan penggaris. Namun isi otaknya benar-benar kosong, ia tidak tahu harus menggambar apa.     Cakra menjatuhkan pensil dan penggaris yang ia genggam lalu meneguk americano-nya dan memejamkan matanya, tangannya bergerak untuk menarik rambutnya kebelakang menandakan ia benar-benar merasa frustasi dengan keadaan seperti ini. Helaan nafas kembali keluar dari bibir Cakra, ia memokuskan pikirannya pada kertas kosong di meja, matanya menatap sekelili cafe disana mencari sesuatu yang bisa ia jadikan contoh sketsanya.     Ponsel Cakra berbunyi menandakan ada pesan baru masuk dengan ogah-ogahan, Cakra meraih ponselnya yang terus-menerus berbunyi dan tertera tulisan pesan baru dari Halim. Halim mengirimnya beberapa design gambarnya yang Halim simpan. Fyi, Halim jika punya waktu senggang ia akan menggunakan waktunya itu untuk membuat design atau apapun yang ia suka. Pikiran Cakra semakin cerah saat Halim bilang dia boleh menggunakan design gambarnya asal Cakra memodifikasinya sedikit dan Cakra menyetujui hal itu.     Mood Cakra lumayan meningkat dari sebelumnya, ia dengan senang hati mulai meraih kembali pensilnya dan mulai menggambar dengan referensi design milik Halim. Tidak sia-sia ia berteman dengan orang macam Halim ini, meskipun orangnya berisik tapi sangat peduli pada temannya terutama pada Cakra.     Selang dua jam, keadaan cafe semakin ramai begitupula Cakra yang tetap berada disana, ia sudah memesan dua gelas americano untuk menemaninya mengerjakan tugas. Pintu cafe terbuka menampilkan Halim lengkap dengan tas punggung dan masker hitamnya, ia menoleh pada Cakra yang tidak sadar akan kehadirannya. Lagipula Cakra terlihat sangat fokus pada kertasnya alhasil, Halim bergegas keruang ganti pakaian sambil menyapa pegawai lain yang dilewatinya.     “wih, makin sore makin ramai aja. Semangat yok! Semangat!” seru Halim sampai beberapa pengunjung tertawa melihat sikapnya yang kelewat aktif itu. Halim pun ikut menertawakan hal tersebut sambil melirik Cakra yang tersenyum simpul namun matanya tetap fokus pada pekerjaannya lalu atensinya beralih pada Sean yang masih tertawa didepan mesin kopi, “idiih, ketawa terus. Lagi senang ya?” celetukan Halim membuat Sean mengatupkan bibirnya dan menatap Halim tajam, “wuu, gak boleh memang?” tanya Sean sinis, Halim tertawa, “ngambek terus, nanti gak ada yang ngajak nikah, loh” ledek Halim yang direspon tatapan tajam Sean.     “kak Halim kok hawanya agak semangat-semangat gitu, sih? Beda banget sama temennya kak Halim, tuh. Kusut banget” ujar Sean, Halim bersandar di meja menghadap Sean lalu tangannya bersidekap di depan d**a, “bagaimanapun situasinya kita harus berpikir postif agar bisa berpikir jernih, bukan? Kalau kamu berpikiran buruk  akan datang pikiran buruk yang lain, maka dari itu kita harus berpikir positif karena apapun yang terjadi pasti akan terlewati. Kalau kita sedang berada dalam keadaan yang sulit, kita harus segera bangkit dan memulainya lagi, meskipun hasilnya sama kita tetap tidak boleh menyerah. Gitu, Sean” jawab Halim panjang lebar.     Sean mengangguk, “benar, kak. Aku setuju, kalau kita lagi mikirin hal buruk pasti kita semakin berpikir hal buruk yang lain dan malah memperburuk suasana hati. Jadi sebisa mungkin kita jangan terlalu memikirkan hal itu, gitu kan maksud kak Halim?” ujar Sean ikut menanggapi, “benar, Se. Teman kak Halim alias Cakra itu, lagi kena musibah, dari dua hari terakhir sampai lupa makan eh sekarang malah pesan kopi. Untung kak Halim yang baik ini ngasih dia roti meskipun dia makannya ogah-ogahan” ujar Halim, Sean jadi merasa kasihan pada Cakra. Ternyata dugaannya benar bahwa Cakra berada dalam suasana yang kurang baik.     Sean melirik Cakra yang tengah sibuk dengan kegiatan gambar-menggambarnya, “loh, kalau boleh tahu kak Cakra kenapa? Soalnya tadi sempat tidak fokus, jadi kasihan.” ucap Sean, Halim mengikuti pandangan Sean pada Cakra, “tugasnya hilang, sampai kak Halim ngacakin kamar kost dia, terus kita balik ke kampus tapi gak ketemu. Gak ada di manapun, makanya tadi kak Halim ngasih referensi buat dia biar bisa ngerjain meskipun dia mulai dari nol. Toh, kak Halim juga udah janji buat bantuin dia” jelas Halim, Sean mengangguk, “semoga ketemu deh tugasnya, sayang kan kalau hilang terus ada yang nemu”, “iya, kak Halim juga takutnya gitu, Se. Cie cie, suka ya sama Cakra?” mendengar ledekan itu akhirnya Sean melemparkan lap pada Halim lalu kembali bekerja karena ada pesanan baru, sementara Halim malah cekikikan, “uhh ngambek, sini biar kak Halim aja yang bikin. Kamu istirahat dulu”.                                                                                           + + +       Cakra yang masih berkutat dengan gambar design-nya itu tidak sepenuhnya tengah mengerjakan tugasnya. Sesekali pikirannya dihinggapi gadis yang tadi melayani pesanannya saat datang. Ia ingat betul gadis itu yang ia lihat minggu kemarin di tempat yang sama, di cafe ini. Sebenarnya Cakra ingin menutupi wajahnya, ia malu karena terlihat bodoh di depan gadis itu, fokusnya hilang saat pikirannya sedang berkecamuk ditambah ia harus menatap langsung mata gadis barista itu. Mungkin Cakra akan bertanya siapa gadis itu pada Halim, karena yang Cakra perhatikan mereka berdua telihat akrab. Cakra tentu saja merasa tersaingi karena berada di belakang Halim.     Lamunannya buyar saat Halim duduk tepat di depan Cakra, pandangannya pada gadis barista tertutupi oleh badan Halim yang menurutnya tidak ada bagusnya itu. Halim sendiri tengah menampilkan senyum lebarnya pada Cakra, “udah belum? Udah 4 jam  duduk terus tapi hasil gambarnya cuman segitu” ledek Halim melihat kertas gambar Cakra yang masih terlihat agak kosong, Cakra mendengus, “ini juga sambil mikir, emangnya mau aku jiplak sama persis dengan gambarmu?” jawab Cakra terdengar datar, “ya ampun, iya. Ya udah, silahkan dilanjut gambarnya. Nanti nebeng ya?” mendengar hal itu, Cakra kembali mendengus, “sebentar lagi juga pulang, mau ngerjain di kost aja. Kalau di sini berisik” sindir Cakra. Halim yang merasakan aura gelap di sekitar Cakra akhirnya memutuskan untuk bangkit dari sana dan mengelap beberapa meja yang kosong, Halim memang kelewat rajin.                                                                                       + + +       Sepulang kerja part time, Sean segera menyelesaikan tugas kuliahnya. Matanya melirik kresek yang berisi bahan tugas itu, tangannya meraih kresek tersebut dan membuka semua isinya. Ia memerhatikan semua benda dan berakhir pada kertas yang dilipat. Ia membuka lipatannya dan menemukan sebuah gambar design bangunan. Perasaan Sean terkejut bukan main, pasalnya ia baru saja menemukan lipatan kertas ini dan terselip didalam kertas karton. Netranya menangkap nama Cakra di pojok kanan bawah kertas tersebut.     Pikirannya dibayangi wajah Cakra kusut tanpa harapan yang ia lihat tadi di cafe. Ia jadi teringat pula kata-kata Halim yang mengatakan bahwa Cakra telah kehilangan sesuatu beberapa hari kebelakang. Ia tidak menyangka bahwa sesuatu yang hilang itu adalah bahan tugas yang ia temukan di perpustakaan. Sean kemballi teringat ucapan Halim saat mereka mencari barang itu di kostan Cakra dan di perpustakaan, namun mereka tidak menemukannya karena Sean dan Hana sudah lebih dulu menemukan bahan tugas Cakra. Sean mengerti.     Tetapi, Sean bingung bagaimana cara mengembalikannya pada Cakra. Haruskah ia menitipkannya pada Halim atau memberikannya langsung pada Cakra. Sean sendiri tidak tahu jadwal kuliah Cakra, ia takut waktu ia datang ke kampus tapi ternyata jadwal mereka jauh berbeda. Sean juga menerka-nerka sepusing apa Cakra saat tugasnya hilang. Jadi Sean harus sesegera mungkin mengembalikannya pada Cakra.  Akhirnya, ia memutuskan untuk menyelesaikan dulu tugas kuliahnya dan akan memikirkan cara mengembalikan tugas Cakra.     Sementara itu di kostan Cakra, terdapat Halim yang sedang fokus menyusun maketnya sambil bergumam tidak jelas. Cakra sendiri tengah mengerjakan design-nya yang belum rampung sore tadi. Ia masih berharap semua bahan maketnya kembali, Cakra berdoa agar ada orang yang baik menemukan dan mengembalikan maket itu padanya. Kemudian Cakra menghela nafasnya, “Hal, gimana kalau ada yang ngembaliin maketku?” pertanyaan aneh Cakra membuat alis Halim berkerut, “ya tinggal bilang terima kasih, memangnya harus apa?” jawab Halim setengah bingung. Cakra mengacak rambutnya kasar, “Cak, udah bener kamu selesain dulu yang ini, kalau emang ada yang ngembaliin alhamdulillah masih rejeki. Kalau bukan, kamu berusaha lagi, banyak jalan menuju kesuksesan, Cak. Gak hanya satu, hilang satu tumbuh seribu jadi berbanggalah berteman dengan Halim” tukasnya membuat Cakra berdecih, “bangga kepalamu!”.     Siang itu Sean pergi ke cafe yang sebenarnya bukan jadwal kerja Sean, ia hanya ingin mengetahui apakah Halim ada jadwal kerja atau tidak. Sesampainya di sana ia disapa oleh Rendi, ia kebingungan karena melihat Sean berada di sana, “Sean, bukannya kamu gak ada jadwal?” Sean mengangguk sambil melihat daftar nama yang kerja hari ini, “enggak, ngomong-ngomong kak Halim gak masuk?” tanya Sean, Rendi mengendikan bahunya, “hari ini dia ada jadwal kuliah kalau gak salah. Kenapa?” setelah mendengar hal itu, Sean berbalik pada Rendi, “Serius?!” tanyanya dengan nada tinggi sementara Rendi menganggukan kepalanya dengan ekspresi bingung. Setelah itu, Sean bergegas berlari menuju fakultas teknik.     Sean berlari dengan kecepatan tinggi dan sampai di gedung fakultas teknik, nafasnya tidak beraturan lalu melihat sekitar untuk memastikan kalau Cakra ada di sana. Ia melewati setiap kelas di gedung teknik tapi tidak menemukan Cakra ataupun Halim, kakinya tidak kuat lagi berdiri dan akhirnya dia duduk di bangku yang tersedia di sana lalu menelungkupkan wajahnya.     “loh? Sean ya?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD