Strawberry 2

1016 Words
    Gadis itu menyeka keringatnya dan mulai melihat sekelilingnya. Daerah ini cukup ramai tapi ia tidak mengenal tempat ini sama sekali. Banyak gedung-gedung perkantoran dan pejalan kaki yang berjalan tanpa mempedulikan sekelilingnya. “Jangan bilang kalau aku benar-benar tersesat sekarang...” gumam Clara yang nampaknya menyadari kondisinya saat itu.     Dompetnya ada di dalam tas yang dijambret tadi dan ponselnya jatuh entah kemana. Yang ada di tangan Clara hanyalah kotak kue yang tanpa sadar tetap digenggamnya erat-erat. Dirogohnya saku bajunya dan hanya menemukan uang Rp.2.000,-.     Clara menghela napas panjang karena bingung harus melakukan apa. Uang yang ada padanya pun tidak cukup untuk naik bus pulang. Nampaknya ia harus mencari alamat si pemesan kue untuk mendapatkan ongkos pulang. Nasibnya benar-benar menyedihkan karena harus berkeliling bertanya alamat yang dicarinya. Kuenya sedikit hancur, tapi kurasa pemesannya pasti mengerti jika kuceritakan, pikir Clara sambil meratapi nasibnya.     Mata Clara berhenti pada sesosok pria berjaket hitam. Itu jambret yang tadi ! Ia langsung berlari mengejar si penjambret sekuat yang ia bisa. Kalau aku berhasil menangkapmu, mampus kau ! maki Clara tanpa menghentikan kecepatannya. Si pria penjambret sedang sibuk membongkar tas Clara di bawah sebuah pohon. Nampaknya ia belum sadar kalau Clara sedang mengejarnya.     BRUK ! Tiba-tiba, Clara terjatuh kembali karena ada yang menabraknya. Pria penjambret itu mendengar bunyi tabrakan Clara dan menyadari bahwa gadis itu sedang mengejarnya. Otomatis ia berlari kabur dan Clara yang melihatnya langsung berdiri kembali untuk mengejarnya.     Langkah Clara tiba-tiba terhenti kembali karena ada yang menarik bajunya. Clara langsung menoleh marah ke penarik yang menghentikan langkahnya. Seorang pria bertubuh besar dan berkacamata hitam menahan dirinya. Sepertinya ia seorang bodyguard, pikir Clara dan ia mengerling pria di samping si besar yang sibuk membersihkan kemejanya dari debu. “Kau pikir setelah menabrakku, kau bisa lari begitu saja ?” si pria yang nampaknya seperti atasan si bodyguard mengerling ke arah Clara dengan alis berkerut. “Apa yang kau lakukan ??? Aku kehilangan si jambret 'kan !!!” jerit Clara dengan marah. Lelaki itu membelalak ke arahnya. “Hei adik kecil, apa orangtuamu tidak mengajarimu bagaimana meminta maaf setelah menabrak orang ???” suaranya mulai meninggi. Tapi, Clara tidak takut padanya. Matanya sibuk memperhatikan si penjambret yang telah menghilang di balik sebuah gang. Setelah berdecak geram, Clara menoleh tajam pada pria yang masih mengomel di depannya. “Apa kau masih sempat meminta maaf kalau tasmu dijambret orang ??? Nah, aku tidak akan meminta maaf padamu melainkan aku berterima kasih karena kau sudah menghilangkan kesempatanku mengejar penjambret yang mengambil tasku !!! Dasar sialan !!!” Clara menjerit hampir frustasi. Ia memang gadis yang gampang marah.     Si pria nampaknya terkejut dengan makian Clara. Mungkin dipikirnya ia tidak menyangka seorang anak kecil bisa sekasar itu. “Untuk apa kau kejar ??? Kau tak akan bisa menangkapnya, nak !” lelaki itu berkacak pinggang dan sepertinya ia benar-benar menganggap Clara seorang anak kecil berusia 5 tahun.     Clara sudah hampir membuka mulutnya lagi untuk membalas kata-kata si pria. Tapi, pandangan matanya tertuju pada kotak putih yang tergeletak di tanah dengan beberapa krim berserakan. Bola matanya langsung membesar seketika. “AAAHHH !!! Kueku !!!” Clara berteriak sambil menyeruak di antara kedua pria itu.     Satu-satunya harapannya untuk bisa pulang hanyalah dengan mengantar kue dan mendapat bayarannya. Tapi, karena dua orang ini, Clara benar-benar tak tahu harus berbuat apa. Ia menatap pilu pada kue yang telah hancur berserakan di tanah. Air mata pun hampir berlinang dari kedua bola matanya. Bukan karena sedih, tapi karena geram. Baru kali ini Clara merasa ia begitu sial.     Si pria ikut melihat kue itu dan merasa iba seketika. Dia pasti ingin makan kue itu. Tapi, aku bertabrakan dengannya dan kuenya hancur ! Dia pasti ingin membeli kuenya lagi. Tapi, tasnya dijambret. Aduh, malang sekali anak ini...pikiran si pria sudah seperti sebuah film yang diputar. Ia jadi merasa tidak enak hati pada si gadis kecil. “Ah, maaf adik kecil. Aku tidak tahu kalau kuemu jadi hancur. Biar paman ganti dengan yang baru ya. Jangan menangis lagi.” suara si pria melunak demi membujuk Clara. Cara bicaranya seperti orangtua pada anaknya.     Apa katanya ? Paman ? Adik kecil ? Urat-urat kekesalan mulai menegang kembali di tubuh Clara. Ia menyeka air matanya dan menengadah memandang si pria yang ternyata sedang menatapnya pilu. “Siapa yang adik kecil, hah ??? Umurku sudah 27 tahun, tau ??!! Kau sama saja dengan semua pria yang pernah kutemui !” kesal Clara dan ia langsung beranjak pergi sembari menggerutu sebal. Baru kali ini dia merasa terhina seperti itu.     Si pria terkejut hingga ia tertegun selama beberapa saat. Ia memandang bodyguard-nya dan menunjuk arah perginya Clara. “Apa kau merasa dia sudah 27 tahun ?”                                                                                          ***     Samantha terkejut luar biasa melihat Clara kembali ke kafenya dengan bersimbah keringat. Napasnya tersengal-sengal seperti habis berolahraga. Sebelum Samantha sempat bertanya, Clara memberi tanda padanya untuk memberikannya segelas air. Rasanya ia sudah hampir mati kehausan karena harus berjalan jauh ke terminal bus.     Dengan letih, Clara menceritakan semuanya pada Samantha yang berdecak heran melihat nasib temannya yang sial sekali. “Jadi, bagaimana kau pulang ?” tanya Sam. “Naik bus lah. Kau pikir aku berlari ???” jawab Clara masih dalam keadaan kesal. “Tapi, bukannya tasmu di jambret ? Kau bayar pake apa ?” Sam menatapnya heran. “Badan anak-anak ini adakalanya menguntungkanku. Aku bisa naik bus dengan harga anak kecil makanya aku masih bisa sampai kemari. Masalahnya hapeku gimana ??? Dompetku ??? KTP-ku ??? Banyak surat-surat di dalamnya ! Ow, s**t !” Clara kembali frustasi. “Tenang Clara. Aku akan membantumu mengurus semua surat-suratmu yang hilang. Aku merasa perlu bertanggung jawab juga setelah menyuruh adik kecilku ini pergi ke tempat asing.” Sam berpura-pura merasa bersalah hingga membuat Clara melotot padanya.     Telepon kafe berdering dan Samantha pergi mengangkatnya. Clara masih berusaha menenangkan dirinya yang sibuk memikirkan si penjambret. Tidak berapa lama, Sam kembali dan memberikan sedikit tatapan tidak mengenakkan bagi Clara. Ia tahu sepertinya ada yang tidak beres dengan telepon itu. "Clara sayang...” Sam nampaknya ingin membujuk Clara yang menatapnya tajam sekali. “Jangan basa-basi. Katakan saja padaku ada apa.” potong Clara. Sam jadi kelihatan salah tingkah.            
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD