chapter 4

1037 Words
My lovely husband Episode 4             Merik menuntun sang istri untuk duduk di salah satu kursi yang ada di dekatnya, Kauri masih menunduk, dalam hati dia merasa Merik adalah pria yang baik yang begitu mencintainya, tidak seperti dirinya yang menikah hanya karena harta.   My lovely husband             Revi benar-benar kesal dengan sikap sang ayah yang lebih membela istri mudanya dibandingkan dirinya, ia juga sedih karena tamparan ayahnya, seumur hidup baru kali ini pria yang bersetatus sebagai ayahnya itu memperlakukannya dengan kasar. Gadis itu membuka pintu kamarnya lalu berlari menghamburkan diri di atas ranjang empuk miliknya, ia sengaja memilih posisi tengkurep agar tidak ada yang melihatnya dengan jelas saat air matanya keluar, wajahnya dibenamkannya di atas bantal empuk kesukaannya seaakan benda itu bisa mengerti betapa pedih dan sakit dalam hatinya.             Yusino yang merupakan pelayan pribadinya memandang sedih sang nona muda, ia bisa merasakan kesedihan yang diraskan gadis remaja itu, dia sangat tidak ingin melihatnya menangis hingga memutuskan untuk menghiburnya.             “Sudalah, nona jangan menangis. Saya bisa mengerti kalau sekarang nona pasti sedang sedih,’kan? Nona juga pasti sangat kesal pada tuan besar. Tapi nona jangan melampiaskan kekesalan anda pada tuan, kasihan tuan besar, beliau tidak tau apapun tentang nyonya, Kauri, yang sebenarnya. Jadi tuan besar tidak sepenuhnya salah, nona,” katanya.             Revi mengangkat wajahnya lalu memalingkan wajahnya kebelakang dimana pelayannya berdiri, wanita 30 tahun itu bisa melihat jejak air mata kesedihan pada nonanya, ia semakin tidak tega melihatnya.             “Lalu menurutmu, apa aku harus menerima ibu tiri macam dia, Yusino?!” tanya Revi penuh emosi. Pelayan itu terkejut melihat tanggapan Revi yang sepertinya sudah salah paham, sejujurnya dia tidak berniat seperti itu, apa lagi menyuruh gadis itu untuk menerima istri muda majikannya sebagai ibu tirinya, jelas itu tidak mungkin. Tapi melihat reaksi gadis kecil itu, dapat disimpulkan bahwa kesalah paham telah terjadi, kini dirinya memiliki tugas baru yaitu meluruskan kesalah pahaman yang ada.             “Bu- bukan begitu, nona. Anda dengarkan dulu!’ pintanya memohon.             “Lalu apa? Katakana yang jelas, Yusino! Jangan membuatku semakin gila,” balas Revi semakin kesal.             “Baiklah, nona, begini. Sebenarnya saya khawatir saja pada tuan besar, beliau bukan pria berumur 20 tahunan lagi, nona. Tuan besar sudah 37 tahun, itu artinya tuan besar sudah tidak muda lagi, dan itu artinya tuan juga akan mudah terserang berbagai macam jenis penyakit kalau dibuat stress. Karena itu, nona jangan melampiaskan kemarahan anda pada tuan, apa lagi akhir-akhir ini saya sering melihat tuan memegangi kepalanya seperti sedang menahan sakit yang teramat, nona muda,” jelas Yusino mencoba mencoba membuat gadis itu mengerti sekaligus menyampaikan rasa kekhawatirannya pada sang majikan.             Revi mulai memikirkan perkataan pelayan pribadinya itu, menurutnya ada benarnya juga yang dia katakana, ayahnya sudah tidak muda lagi jadi kalau dia stress bisa mudah terserang penyakit. Gadis itu bangkit dari posisi tidurnya kemudian mendudukkan dirinya di atas ranjang, matanya masih memandang sang pelayan ingin lebih tau.             “Apa itu benar, Yusino? Apa ayahku sedang sakit?” tanyanya mulai khawatir.             “Saya tidak tau, nona muda. Anda tau sendiri, tuan besar tidak akan cerita apapun atau mengeluh pada siapapun, termasuk pada saya, nona muda. Tuan besar bukanlah tipe orang yang suka merepotkan orang lain,” jawab Yusino. Raut wajah gadis itu berubah rasa bersalah pada sang ayah, ia berpikir bahwa sikapnya terhadap sang ayah memang sudah keterlaluan. Revi sadar sebenci apapun dirinya terhadap sang ibu tiri, dia tidak boleh melampiaskan pada sang ayah, ia juga membenarkan apa yang dikatakan oleh pelayan pribadinya bahwa sang ayah tidak tau sifat asli istrinya.             “Kau benar, harusnya aku tidak boleh egois, aku tidak boleh melampiaskan kekesalanku pada ayah, sekali pun aku sangat tidak menyukai wanita sialan itu,” ucap Revi sendu.             “Sudah, nona, jangan sedih lagi. Yang sudah terjadi biarkan saja, yang terpenting sekarang, nona pergi temui tuan besar, pasti sekarang tuan sedang sedih memikirkan nona. Kalau urusan nyonya Kauri, kita lakukan saat tuan besar sedang tidak berada di dekatnya,”balas Yusino. Revi mengangkat wajahnya memandang pelayan pribadinya, bibirnya membentuk sebuah senyuman tipis sebuah senyuman penuh arti.             “Lagi-lagi kau benar, Yusino. Kau pintar sekali,” pujinya. Pelayan itu pun membalas senyuman nona mudanya.             “Baiklah, kalau begitu sekarang aku akan pergi menemui ayah, kemudian mintak maaf padanya. Aku akan bilang padanya, bahwa aku akan menerima Kauri sebagai ibu tiriku, dengan begitu, ayah tidak akan stress dan ayah tidak akan sakit. Benarkan, Yusino?” ucap Revi penuh keyakinan. Tapi kali justru kali ini pelayannya itu memandangnya penuh dengan tanda tanya.             “Apakah benar, nona muda akan menerima nyonya kauri sebagai ibu tiri anda?” tanyanya tak percaya. Gadis itu mendelik tajam mendengar pertanyaan konyol dari pelayan pribadinya.             “Kau sudah tau jawabanku, Yusino. Adalah hal yang paling bodoh jika aku menerima wanita sialan itu sebagai ibu tiriku. Sudalah sekarang aku akan pergi menemui ayah dulu,” jawab Revi. Gadis itu mulai beringsrut turun sambal membayangkan hal-hal yang indah bersama sang ayah, hingga tanpa disadari dia tersenyum sendiri.   My lovely husband               Merik memijit kepalanya pelan, ia menyandarkan punggungnya di sandaran kursi yang ada di ruang kerjanya, entah kenapa akhir-akhir ini dia sering merasakan sakit kepala yang luar biasa. Pria itu enggan untuk memeriksakan dirinya kedokter, menurutnya sakit yang dirasakannya hanya disebabkan karena kelelahan, mendadak telinganya menangkap suara pintu diketuk. Tok… Tok.. Tok… “Masuk!” perintahnya tanpa menoleh pada pintu. Tak lama kemudian pintu itu terbuka, menampilkan sosok seorang anak gadis dengan raut penyesalannya. Revi dapat melihat keadaan ayahnya yang terlihat buruk, ia semakin merasa bersalah, dia pun memberanikan diri untuk memanggil sang ayah. “Ayah.” “Hm,”jawab merik tanpa merubah posisinya. Perlahan gadis itu berjalan mendekati sang ayah, langkahnya terhenti saat ia sudah berada di depan meja ayahnya. “Maafkan aku, ayah,”pintanya penuh sesal. Wajahnya menunduk tanpa berani memandang sosok pria yang terlihat menderita di depannya, ia juga merasa takut kalau pria itu tidak akan mau memaafkannya. Mendengar buah hatinya mengucapkan kata maaf, hatinya tergugah ia pun menegakkan tubuhnya dan memandang sang buah hati yang berdiri di depannya dengan wajah tertunduk. “Untuk apa?”tanyanya. perlahan gadis itu memberanikan diri mengangkat kepalnya dan memandang wajah sang ayah yang ternyata juga memandangnya. “Maafkan Revi, ayah. Revi sudah membuat ayah marah tadi, pasti sekarang ayah sedih dan marah, tapi Revi sungguh mintak maaf, ayah,”ucapnya penuh sesal. “Lalu?” tanya Merik. “Aku akan menerima mama, kauri, sebagai ibu tiriku, aku juga berjanji akan selalu bersikap baik padanya, asal ayah mau memafkanku,” jawab Revi sungguh-sungguh ingin sang ayah memaffkannya tapi bohong jika untuk menerima Kauri sebagai ibu tirinya.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD