Teka-teki

1032 Words
❝Semua terasa menjadi abu-abu. Tak terdefinisi akan berubah menjadi hitam atau putih. Apapun yang terjadi pada akhirnya, aku harap bisa hidup dengan normal, tanpa memakai topeng lagi.❞ -Undefinable- "Cepetan, Bian. Ah elah, lo lama banget sih. Yang cepet dong. Ketahuan Mang Sapri mampus. Gue gak mau ikut-ikutan!" Fabian berdecak, "Justru kalo lo banyak bacot kayak gitu yang bakal bikin ketahuan!" ujarnya sambil mencoba membuka gembok dengan kunci serbaguna miliknya. Setelah menghabiskan mie instan dan semua makanan ringan di minimarket tadi, mereka langsung pergi ke tempat yang seharusnya mereka tuju. Dan disini mereka sekarang, Shafa dan Fabian sedang berada di depan gedung olahraga di sekolahnya. Karena ide gila dari Fabian, Shafa manut-manut saja di ajak ke sekolah malam jum'at hanya untuk tanding renang yang sebenarnya unfaedah banget. "Gue bacot ya?" tanya Shafa. Fabian mendelik ke arah Shafa, "Udah tau pake nanya." "Kenapa gak bisa kebuka sih? Kunci ajaib lo rusak?" Shafa menggaruk-garuk pergelangan tangannya karena gigitan nyamuk beberapa menit yang lalu. "Sabar dong." "Berapa lama lagi? Gue udah bentol-bentol nih. Saudara lo gigitin gue mulu dari tadi," gerutu Shafa. Fabian tak menghiraukannya. Hingga akhirnya terdengar bunyi- Cklek! "Berhasil kebuka kan? Makanya sabar. Jangan kebanyakan bacot." Fabian kembali memasukkan kunci serbaguna miliknya ke dalam kantong hoodie. "Tunggu apa lagi? Ayo masuk." Shafa membuka pintu gedung olahraga, lalu masuk diiringi Fabian. Ketika tiba di tepi kolam renang, biasanya Shafa akan tersenyum, entah kenapa aroma air di dalam kolam itu menjadi aroma favoritnya. Tapi berbeda dengan sekarang, matanya membelalak dengan mulut setengah terbuka. Fabian pun sama halnya dengan Shafa, tak percaya dengan yang ia lihat sekarang. "Bian, ini apa?" tanya Shafa dengan mata terfokus pada pemandangan dihadapannya. "Gue ... juga gak tau, Fa," balas Fabian jujur. Poster berukuran besar bertuliskan KLUB RENANG HARUS BUBAR!!! dengan font impact berwarna merah plus tiga tanda seru di ujung kalimatnya terpasang dengan rapi di tembok samping kolam renang tempat mereka berdiri sekarang. Belum lagi sampah-sampah plastik serta minuman kaleng bersoda yang mengambang di atas air kolam. Kerjaan siapa? Shafa dan Fabian saling tatap. Tiba-tiba terdengar suara benda terjatuh yang sepertinya berasal dari pintu masuk area ini. Tanpa pikir panjang, Shafa dan Fabian segera berlari untuk mencari tau asal suara itu. Mungkin saja, penyebab suara benda terjatuh tersebut juga ulah pelaku yang menebar sampah di kolam. Tiba di pintu masuk, mata Shafa terarah pada pot bunga yang menggelinding di depan pintu masuk. Tanah yang ada di dalamnya berhamburan di ubin lantai, kentara sekali bahwa pot itu terdorong sangat keras oleh orang yang di curigai sebagai pelaku. "Gue yakin, ini ulah si pelaku," gumam Shafa. Fabian terlihat berpikir keras, "Kita harus cari petunjuk lebih dalam lagi. Nggak mungkin kita nyari pelaku sekarang, karena kemungkinan dia udah pergi dari sini." "Ahhh siapa pelakunya sih?! Kurang kerjaan banget!" Shafa menyandarkan dahinya pada kaca di samping pintu masuk. Beberapa menit hanya keheningan yang terjadi di antara mereka, sama-sama memikirkan siapa dan mengapa hal seperti ini bisa terjadi. Hingga kemudian Fabian bersuara. "Kita harus pulang," jedanya, "Tapi sebelum itu kita harus bersihin area kolam renang. Karena kalo anggota klub renang yang lain sampe tau, terus beritanya menyebar ke kepala sekolah, gue yakin masalahnya bakal tambah rumit." Shafa mengangguk, "Dan kemungkinan klub renang bakal ditutup." Dan pada akhirnya, malam itu, Shafa dan Fabian yang dengan sukarela membersihkan seluruh area kolam renang. Spanduk yang tadinya terpasang, sudah dilepas oleh Fabian. Setelah semuanya sudah beres, mereka memutuskan untuk pulang. Udara cukup dingin, Fabian melepaskan hoodie miliknya dan menyuruh Shafa untuk memakainya karena sekarang Shafa hanya memakai baju kaos dengan lengan pendek. Shafa dengan senang hati segera memakainya. "Melihat kejadian kayak gini, gue jadi inget tragedi di ruangan PMR tahun lalu." gumam Shafa membuat Fabian berhenti berjalan, lalu menatap cewek di sebelahnya dengan alis bertaut. Teka-teki dimulai. *** "Shafa, Bunda sama Rafa mau ke pasar dulu ya. Sarapan sama uang jajan kamu udah Bunda taruh di meja makan," ujar wanita paruhbaya dari balik pintu kamar Shafa yang terkunci. Setelah memastikan Bunda dan Adiknya sudah pergi, Shafa keluar kamar dan langsung ke ruang makan. Shafa membuka tudung saji yang ada di atas meja makan, matanya berbinar ketika melihat telor mata sapi setengah matang, tapi Shafa hanya menelan salivanya, tidak memakannya walaupun dia ingin. Shafa hanya mengambil selembar uang berwarna biru di samping tudung saji. Shafa beranjak keluar rumah, mendapati Fabian yang sedang duduk di atas motor sport miliknya, menunggu Shafa. Fabian menyodorkan jaketnya pada Shafa, "Nih, sekalian sama hoodie gue malem tadi, cuciin." Shafa membiarkan Fabian mengikat jaket itu di pinggangnya sebentar, lalu naik ke atas motor Fabian, "Berangkat!" Di perjalanan, Fabian berujar. "Gue bawain lo roti selai coklat, soalnya selai stroberi dirumah gue lagi sold." Shafa mendengus, "Gue mau yang selai stroberi! Gak mau coklat!" "Bawel banget. Cepetan makan! Kalo sampe pingsan lagi, gue nggak bakal mau lagi gendong lo!" sahut Fabian setengah berteriak. Dengan terpaksa, Shafa membuka tas Fabian, lalu mengambil kotak bekal berisi roti yang setiap hari Fabian buatkan untuknya. Fabian fokus mengendarai motornya dan Shafa memakan roti selama diperjalanan. Itu sudah menjadi kebiasaan setiap hari mereka. Shafa dan Fabian bertetangga. Dari dulu mereka selalu berangkat bersama, mengikuti ekstrakurikuler yang sama, dan memiliki otak yang sama. Tidak terlalu pandai di pelajaran, tapi sama-sama berprestasi di bidang olahraga renang. Jarak antara sekolah dan komplek perumahan mereka tidak terlalu jauh, hanya memakan waktu tempuh sekitar 15 menit. Dan sekarang, mereka sudah tiba di parkiran sekolah yang langsung disambut oleh Caca dan Arsen, teman mereka. "Selamat datang di parkiran kami," ucap Arsen mempersilahkan Shafa dan Fabian, menirukan salah satu karakter di sinetron tv. Caca memainkan kunciran rambutnya, "Guys, hari ini kita punya misi. Pokoknya harus berhasil!" serunya. Shafa, Caca, Fabian dan Arsen saling tatap, seolah paham misi apa yang dimaksud Caca. Lalu terbahak bersama. "Caca, lo tau tugas lo apa hari ini kan?" tanya Fabian. Caca mengangguk, "Shafa? Teriak yang kenceng ya!" "Oke, Ca!" Shafa mengacungkan kedua jari jempolnya, lalu menatap Fabian, "Lo juga tau tugas lo kan?" Fabian menampakkan senyum jahilnya, "Pasti," lalu menepuk pundak Arsen. "Lo juga, Sen! Jalanin misi kita kali ini baik-baik!" Arsen mengangguk mantap. Setelahnya, mereka ber-empat berjalan menyusuri koridor sekolah dengan senyum yang mengembang, semua orang menatap mereka dengan tatapan berbeda-beda. Jika para berandal itu tersenyum bersama. Berarti- Bencana akan segera datang! -Undefinable-
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD