2. Mengingat Masa Lalu

1325 Words
Malam itu Wirawan sedang duduk di ruang kerjanya. Ia terlihat melamun sambil memandangi sebuah foto lama dirinya dengan mendiang istrinya yang bernama Aruni. Tak lama kemudian Mpok Leila mengetuk pintu ruang kerja Wirawan untuk mengantarkan secangkir kopi hangat. “Permisi tuan... Ini aye mau mengantar kopi.” Mpok Leila berjalan ke arah Wirawan. “Oh... Iya Mpok, makasih... Mpok! Apakah Andreas masih menanyakan tentang ibunya?” Wirawan merasa bersedih. “Iye tuan... Tapi aye udeh berusahe jelasin sebise aye!” ( “ Iya tuan... Tapi saya sudah berusaha jelasin sebisa saya!”). Mpok Leila menundukkan kepala. “Lalu... Apakah Andreas masih penasaran?” Wirawan menatap Mpok Leila. “Kelihatannye sih udeh enggak penasaran... Tapi pasti kalau udeh remaje bakal bertanye lagi!” Mpok Leila berusaha menjelaskan pada Wirawan. “Terima kasih ya Mpok! Sudah membantu merawat Andreas dan anak-anak saya yang laiinnya... Kalau tanpa Mpok Leila entah apa jadinya kekuarga saya!” Wirawan berterima kasih pada Mpok Leila. “Eh... Tuan jangan ngomong begitu! Aye yang kudu bilang makasih! Sebab tuan sama mendiang nyonya Aruni sudah banyak membantu keluarga aye... Sampai saat ini, aye masih dipercaye buat kerja disini.” Mpok Leila sangat berterima kasih. “Sama-sama ya Mpok!” Wirawan tersenyum pada Mpok Leila. “Ya udeh tuan... Aye mau ke dapur dulu!” Mpok Leila berpamitan. Wirawan menyeruput kopi yang disuguhkan Mpok Leila. Pikirannya tak henti untuk mengingat masa lalunya. Ia kembali mengenang masa lalunya sambil menatap foto yang sedari tadi ia pandangi. Wirawan Adhitama adalah anak dari seorang pedagang, awalnya ia tertarik mempelajari bisnis dari berdagang seperti kedua orang tuanya. Saat ia lulus SMA ia mendapat beasiswa di salah satu universitas ternama di Jakarta. Ia tak menyia-nyiakan kesempatan tersebut, sampai akhirnya ia bisa lulus dengan nilai Cumlaude jurusan bisnis. Semasa kuliah Wirawan sudah ikut magang disebuah perusahaan properti. Di sana ia belajar banyak hal. Sehingga saat ia lulus kuliah ia dengan mantap bekerja di sana dan berusaha merintis perusahaan baru. Sewaktu kuliah ia berteman dekat dengan seorang gadis yang berasal dari keluarga berada. Ialah Aruni, gadis manis yang selama ini Wirawan cintai. Sikapnya lembut dan pemikirannya cerdas. Ketulusan dan kerja keras Wirawan membuat hati Aruni luluh. Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk menikah. Setelah mereka menikah, Ayah Aruni memberikan sejumlah modal usaha pada Wirawan agar ia membangun usaha yang sudah lama ia impikan. Wirawan tidak menyia-nyiakan kepercayaan yang sudah diberikan orang tua Aruni. Sehingga Wirawan bersama Aruni merintis bisnis properti dari nol. Kini Wirawan menjadi developer properti. Ia sudah lumayan mempunyai banyak koneksi dalam segala bidang yang dibutuhkan untuk memulai bisnis propertinya. Sehingga sedikit demi sedikit ia berhasil menjalankan bisnisnya itu. Menurutnya bisnis ini sangat menjanjikan di masa depan, karena ini akan menjadi proyek jangka panjang. Usaha yang Wirawan rintis membuahkan hasil. Penaksiran harga tanah dan proyek pembangunan perumahan berjalan mulus. Dalam hal pemasaran dan iklannya pun sangat menarik investor. Hingga modal usaha yang diberikan oleh ayah Aruni bisa Wirawan kembalikan lagi. Aruni dan Wirawan akhirnya membuat rumah di kawasan elit Pondok Indah Jakarta Selatan. Walaupun Aruni berasal dari keluarga berada, tapi ia bisa hidup mandiri. Hanya saja untuk mengurus taman, Aruni mempekerjakan warga yang melamar kerja dari daerah sekitar. Ialah Bang Rojak asli betawi, ia berasal dari daerah lebak bulus. Saat itu Aruni bertanya pada satpam perumahan tentang pekerja yang biasa merawat taman dan halaman rumah. Kemudian mereka menghubungi Bang Rojak untuk bekerja di rumah keluarga Wirawan. Selang dua tahun Aruni dan Wirawan menikah, Aruni menyadari bahwa dirinya tengah mengandung buah hati yang sudah lama ditunggu. Saat itu Wirawan tidak ingin istrinya terlalu capek mengurus rumah, sehingga ia bertanya pada Bang Rojak tentang asisten rumah tangga dari warga lokal. Kemudian Bang Rojak mengajak istrinya yang bernama Mpok Leila untuk bekerja pada keluarga Wirawan. Sejak saat itu Mpok Leila mulai bekerja pada keluarga Wirawan. Sikap Mpok Leila yang rajin dan jujur membuat Aruni menganggap Mpok Leila adalah saudaranya. Mpok Leila mau banyak belajar dan santun tingkah lakunya. Setiap hari ia dan suaminya pulang pergi untuk bekerja di rumah Wirawan. Hingga suatu hari Aruni menawarkan pada Mpok Leila dan Bang Rojak untuk menginap dan tinggal di paviliun rumah Wirawan. “Mpok... Anaknya berapa?” Aruni bertanya pada Mpok Leila. “Anak aye dua nyonye... Yang satu sekolah SD, yang satu lagi masih TK.” Mpok Leila tersenyum pada Aruni sambil memijit kaki Aruni yang sedang hamil tua anak pertamanya “Terus... Kalau Mpok kerja, anak-anak siapa yang ngasuh?” Aruni bertanya. “Pan aye di sono banyak sodare... Jadi sekalian aje diasuh sama sodare aye... Soalnye kudu nyukupin kebutuhan nyonye... Kalau aye sama Bang Rojak kagak kerje... Lah ntu sodara-sodara aye juge kagak ade pemasukan!” (“ Kan saya di sana banyak sodara... Jadi sekalian saja diasuh sama sodara saya... Soalnya harus mencukupi kebutuhan nyonya... Kalau saya sama Bang Rojak enggak kerja... Lah itu saudara-saudara saya juga emggak ada pemasukan!”). Mpok Leila menceritakan keadaannya. “Kalau misal Mpok Leila sama Bang Rojak tinggal di paviliun saja bagaimana?” Aruni berharap Mpok Leila mau tinggal di sana. “Ya kalau aye sih mau-mau aje... Tapi paling kalau hari libur nanti aye izin buat nengok anak-anak aye... Boleh kan nyonye?” Mpok Leila menyampaikan. “Boleh dong Mpok... Sekali-sekali anak-anak Mpok diajak kesini juga enggak apa-apa Mpok!” Aruni lega ternyata Mpok Leila mau tinggal di sana. Sebab sebentar lagi Aruni akan melahirkan, ia baru pertama kalinya mempunyai anak, alangkah sangat kerepotan jika tidak ada yang membantunya mengurus segala sesuatunya. Aruni hanya tinggal menunggu hari untuk melahirkan. Perutnya yang semakin besar membuat dia kesulitan untuk bernapas, bahkan untuk duduk saja pinggang aruni harus diganjal bantal. Aruni sedang duduk di ruang televisi, tiba-tiba perutnya mengencang dan berkontraksi cukup lama, lalu berulang-ulang. “Mpok... Mpok Leila!” Aruni berteriak memanggil Mpok Leila. “Iya nyonye... Bentaran... i'm coming!” Mpok Leila segera datang menemui nyonya Aruni. “Lah... Nye nyonye kenape?” Wajah Mpok Leila sangat khawatir melihat Aruni memegangi oerut dan wajahnya menyeringai kesakitan. “Mpok... Aku kontraksi, sepertinya aku mau melahirkan!” Aruni berusaha mengatur napasnya. “A...a...aye telepon tuan dulu ye!” Mpok Leila bergegas menelepon tuannya. Tak lama kemudian Mpok Leila menenangkan Aruni sambil menunggu Wirawan datang bersama supirnya. Kini Bang Rojak sudah menjadi supir pribadi Wirawan dan yang merawat taman beserta halaman rumah Wirawan sudah diambil alih oleh tukang kebun yang baru. Wirawan telah datang, ia langsung masuk ke rumah dan membawa Aruni serta Mpok Leila ke rumah sakit. Sesampainya di sana, ternyata benar bahwa Aruni akan melahirkan, tinggal menunggu sampai bukaan penuh. Wirawan sangat gugup dan khawatir pada istti tercintanya... Ia setia berada di sisi istrinya yang sedang berjuang melahirkan buah hati mereka. “Ayo bu tarik napas dan keluarkan... Iya bagus, sedikit lagi bu, tarik napas... Dorong!” Dokter kandungan beserta bidan dan perawat sedang berusaha membantu Aruni melahirkan anak pertamanya. “Ayo sayang semangat!” Wirawan membelai kepala istrinya agar Aruni tidak merasa sendiri. “Hmmmppp... Uh... Uh... Hmmppp....” Aruni masih mengejan. Selang satu jam mereka bergulat dengan tenaga dan waktu, akhirnya lahir lah bayi laki-laki yang lucu dan menggemaskan. Suara tangisannya memecah suasana haru siang itu. “Sayang! Buah cinta kita telah lahir ke dunia.” Wirawan tersenyum senang dang bangga. Terlebih melihat istri dan anaknya sehat semua. “Alhamdulillah... Mas, akhirnya anak kita terlahir ke dunia.” Aruni sangat bahagia. Anak pertama mereka diberi nama Yudhistira Adhitama, yang berarti anak laki-laki pertama yang tampan dan bijaksana. Mereka memanggilnya Yudhis. Setelah sehari di rumah sakit, kini tiba saatnya mereka pulang ke rumah. Aruni dan Wirawan sudah mempersiapkan kamar khusus untuk anak mereka. Wirawan melihat istrinya sangat menyayangi anaknya sehingga ia merasa semakin jatuh cinta pada Aruni. Hari-hari mereka semakin penuh warna sejak kehadiran Yudhistira. Mpok Leila dengan setia melayani dan menemani Aruni yang baru saja menyandang sebutan ibu. “Nyonye... Selamat ye... Sekarang udeh jadi Emak... Eh Mami! Hehehe....” Mpok Leila tertawa. “Terima kasih ya Mpok... Sudah setia membantu keluarga saya!” Aruni tersenyum pada Mpok Leila. “Iye... Nyonye... Same-same....” Mpok Leila tersenyum sambil menemani Aruni yang sedang memberi asi pada Yudhistira. Aruni dan Wirawan sudah menganggap Mpok Leila dan Bang Rojak seperti saudara sendiri. Usia mereka tidak terpaut jauh sehingga Aruni sering sharing kepada Mpok Leila tentang kehidupan dan Mpok Leila pun sering menceritakan kehidupan di luar sana, karena Aruni ingin mengetahui banyak tentang kehidupan yang terjadi di dalam kampung. Menurut Aruni kehidupan di kampung lebih ramah dan menjunjung kekerabatan ketimbang di kota atau perumahan elit yang kehidupannya lebih individualis. Wirawan sangat beruntung berjodoh dengan Aruni. Walau dia berasal dari keluarga berada, tapi selalu randah hati, sopan santun, dan peduli terhadap sesama. Ini lah mengapa Wirawan merasa sangat kehilangan sosok Aruni dalam hidupnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD