Chapter 3 - Did I Do Something Wrong?

2528 Words
Rystha mengerang saat kepalanya kembali berdenyut, terlalu menyakitkan seolah kepalanya akan meledak sekarang juga. Namun sebuah usapan lembut dirambutnya yang terus terulang mampu meredam nyeri yang menghantam kepalanya. Ia sedikit bergerak dan kembali hendak tidur. Eh? Rystha mengerjap sejenak, memaksa kedua matanya untuk terbuka dan melihat sekeliling. Temaram. Kembali ia memejamkan matanya gelisah saat elusan lembut menyapa keningnya. Susah payah juga membutuhkan keberanian ekstra bagi Rystha memicingkan matanya dan berusaha melihat dalam kondisi temaram. Tunggu.. Rystha mengerjap lagi dan memicing saat menemukan sesuatu yang terlihat lebih kelam di samping lengannya. Seperti siluet seseorang. Rystha pusing mendadak, dengan sebelah tangan ia memijat keningnya. Ia baru ingat bahwa ia tertidur di UKS saat jam pelajaran. Setelah Keenan memaksanya meminum obat dan kemudian ia beristirahat. Astaga! Keenan! Ia sedikit tersedak saat menyadari bahwa terakhir kali Keenan lah yang menemaninya di UKS entah karena alasan apa. Tak lama terdengar erangan halus dari Keenan. Sepertinya ia mulai sadar. Benar saja, karena setelah itu kepalanya mendongak, berusaha bangkit untuk duduk dan tidak menumpukan kepalanya lagi disamping lengan Rystha. Namun lengan kirinya masih mengelus rambut Rystha perlahan. Rystha yang menyadari pergerakan Keenan segera memejamkan matanya berpura-pura tidur. "Belum bangun juga." Gumam Keenan pelan, namun tangannya masih terus mengelus rambut Rystha. "Clarystha, bangun," kali ini Keenan menepuk pelan pipi Rystha, membuat Rystha mau tak mau bangun dari tidur palsunya. "Hmm..." "Kita kesorean, bangun." "Hmm.." Keenan bangkit, melepaskan rambut Rystha dari sentuhannya dan bergerak menjauh. Namun tangan Rystha lebih dahulu terulur menahan langkahnya. "Lo mau ninggal gue?" Keenan berdecak, "Nyalain lampu. Lo mau gelap-gelapan sama gue?" "Mesum." Rystha melepaskan tangannya kasar dan membiarkan Keenan bergerak menjauh namun masih terus terpantau dipandangannya. Tak lama lampu ruangan itu menyala, membuat Rystha seketika menutup matanya karena silau, lalu kembali membukanya perlahan. "Duh sial." Rystha menatap Keenan yang memainkan ponselnya, "Kenapa?" "Udah hampir jam 7." "Oh." Ohh.. OH? Jam tujuh?! "Apa?!" Rystha seketika bangkit namun kepalanya mendadak pening. Ia sedikit terhuyung hingga menyenggol nakas disamping ranjang UKS dan memijit keningnya pelan. "Gue bisa kena marah nyokap." "Gue juga." Keenan kembali berkutat dengan ponselnya. Ini sudah terlalu telat untuk pulang. Keenan masih bisa mencari alasan tapi bagaimana dengan Rystha? "Lo kabarin orang rumah aja dulu kalo pulang telat." Rystha mengangguk namun kemudian terhenti seketika. Penyamarannya akan terbongkar begitu saja jika ia mengeluarkan ponselnya. Pasalnya bagaimana mungkin siswa culun yang dianggap miskin menggunakan ponsel keluaran terbaru dengan harga yang fantastis? "Gue gak punya ponsel." Cicit Rystha pelan seolah ia malu. Membuat Keenan seketika menoleh. "Pake hape gue buat nelfon nyokap." "Gausah. Gue pulang sendiri aja." "Naik apa? Taxi? Bus? Udah telat." Ujar Keenan dengan nada sinis yang terdengar menyebalkan bagi Rystha. Rystha menghela nafasnya pelan, kondisinya benar-benar hampir merusak segalanya. Salam jari tengah untuk Raffa dan Aline. "Biar gue yang anter." "Lo bawa mobil?" "Gue minta jemput Keirra." "Oh." Mampus, ngomong apa gue kalo kepergok Keirra gue sama pacarnya?! mana sampe malem gini lagi, duh. Rystha berusaha bangkit dan menemukan ranselnya sudah berada di ranjang sebrang. Sedikit terhuyung Rystha mendekati ranselnya dan berjalan pelan keluar kelas. "Mau kemana?" Tanya Keenan yang tengah sibuk membuka laci di meja UKS satu persatu. "Keluar lah." "Sendiri?" "Kenapa emang?" Rystha membuka pintu UKS sedikit kasar dan berjalan keluar. Namun sedetik kemudian ia berbalik setengah berlari memasuki UKS. Wajahnya yang sudah pucat tampak semakin pucat. "Kenapa?" decih Keenan dengan nada menyindir. "Gelap." Cicit Rystha lagi sambil memejamkan matanya. Demi apapun ia sangat benci gelap. Kecuali saat tidur maka ia lebih menyukai kondisi temaram. Namun tidak untuk sekarang. Sekolahnya dimalam hari adalah mimpi buruk yang terburuk. "Makanya sabar." Ujar Keenan sambil meraih kunci dilaci meja paling atas, mengambil ponselnya dan mengantonginya. "Buruan keluar." Keenan setengah menarik Rystha untuk keluar, lalu mengunci pintu UKS. Sedangkan Rystha hanya memandangi jemari Keenan tanpa berani menatap sekitarnya. Kondisi temaram dengan penerangan yang minim disepanjang koridor. Benar-benar mimpi buruk bagi Rystha. Dan kenapa juga ia harus terjebak disini dengan kekasih temannya, astaga. "Keenan buruan." Rystha lagi-lagi mencicit seolah kehilangan suaranya, roknya sudah lusuh karena terus diremas kuat demi pengalihan rasa takut. Kepalanya kian pening karena memaksakan diri untuk menunduk. Keenan menegakkan tubuhnya saat sudah mengunci UKS, memasukkan kunci kedalam kantongnya dan berjalan mendahului Rystha. Rystha yang merasa tertinggal setengah berlari mengikuti langkah lebar Keenan sampai tak sengaja kakinya selip, membuat tubuhnya lunglai dan seketika jatuh terduduk di lantai koridor. Bruukkk.. "Akghh.." Keenan segera berbalik dan mendapati Rystha yang sudah jatuh terduduk. Rautnya tampak pucat dibawah lampu koridor sekolah, namun gadis itu sama sekali tak mendongak, malah semakin menunduk yang Keenan tak paham karena gadis itu ketakutan atau justru malu. "Lo gapapa?" Tanya Keenan sambil mendekat dan membantu Rystha berdiri, menepuk pelan rok Rystha untuk membersihkan debu dari lantai. "Pelanin jalannya. Gue ketinggalan." Desis Rystha meskipun suaranya hampir tertelan keheningan malam. Keenan hanya menatapnya datar dan meraih pergelangan tangan Rystha, menggenggamnya cukup erat dengan tangan kiri sedangkan tangan kanannya merangkul bahu Rystha. "Buruan jalannya." Ujar Keenan yang membuat Rystha mengangguk dan mempercepat langkahnya, mengikuti Keenan untuk keluar dari sekolahnya. ----- "Mommy, Duke ga angkat telfon." Keirra menjerit frustasi saat suara operator kembali menyapa telinganya. Mungkin sudah hampir 50 kali ia mencoba menghubungi kakaknya itu namun nihil. Tak satupun dijawab. Pesan yang dikirimnya juga sama sekali tidak terbaca oleh Keenan. "Just wait a moment, princes. Maybe he has an appointment with someone." "No, daddy. He always tells me if he comes late or he will tell me where he is going." Keirra menatap daddynya itu dengan pandangan khawatir. "Tasnya bahkan masih dikelas, Dad." Tingg.. Keirra menoleh pada ponselnya, satu notifikasi tertera disana. Keenan.A "Duchess, jemput gue di minimart deket sekolah." KeirraS "Dari mana aja sih lo, duke? Gue udah panik nyariin lo woy" Keenan.A "Udah buruan jemput dulu." KeirraS "Otw" "Mom, dad, Rara jemput duke dulu." Teriak Keirra sambil menyambar kunci mobil Keenan. Ya memang Keirra juga Keenan memiliki mobil sendiri yang dibelikan oleh Alvaro, namun dia anak remaja itu jarang menggunakannya untuk pergi kesekolah. Dengan cepat ia keluar dari mansion mewahnya dan mengarahkan kemudi kearah sekolahnya. "Ni orang darimana aja sih?" Desisnya sambil terus menambah kecepatan. Tak lama ia sudah memarkirkan mobilnya didepan minimart yang dikatakan Keenan, namun batang hidung kakaknya itu tak terlihat. "Dimana coba dia sekarang?" Desis Keirra sambil mendial nomor kakaknya. ----- Rystha mengumpat dalam hati saat meloncati pagar pembatas gerbang belakang sekolahnya. Ia juga Keenan terpaksa meloncati gerbang belakang karena gerbang depan yang sudah terkunci. Dan tentunya tak ada jalan lain yang bisa mengeluarkan mereka dari sana. Rystha terengah saat berhasil menginjak jalanan gang belakang sekolah setelah Keenan menangkap tubuhnya yang meloncat dari atas pagar. Masa bodoh dengan Keenan yang tampak keberatan menahan tubuhnya, Ia terlalu takut untuk berada disekolah itu malam-malam begini. "Gue capek." Keluh Rystha. "Bangun, Ta. Jalan kesana sebentar. Keirra udah nunggu." "Gue bisa pulang sendiri." Ujar Rystha keukuh. "Udah malem, Clarystha." suara dingin dan mengancam milik Keenan mengalun pelan namun penuh penekanan. Membuat Rystha lagi-lagi mengerang frustasi. Ia akan menerima dengan senang hati tumpangan yang diberikan Keenan jika saja ia tidak menyembunyikan jati dirinya. "Ke-" "Gue gak nerima penolakan, Clarystha." Tekan Keenan lagi sambil memandang lurus pada mata coklat milik Rystha. Membuat Rystha kelu sejenak untuk menolak. "Yaudah anterin gue sampe rumah." Masa bodo dah, gue udah capek juga. "Bagus." Keenan kembali berjalan sambil kembali menggenggam erat pergelangan tangan mungil Rystha diantara jemarinya yang besar. Sampai kemudian Keenan menarik Rystha mendekati sebuah mobil sport berwarna putih, membuka pintunya cepat dan memaksa Rystha untuk masuk dengan setengah mendorong tubuh gadis itu. Rystha hanya mendengus saat menatap wajah datar yang menyebalkan milik Keenan namun akhirnya tetap merapikan posisi duduknya dibangku penumpang dibelakang kemudi. Keenan menutup pintunya rapat dan memutar memasuki mobil lalu duduk disamping kemudi. "Clarystha?!" Rystha baru saja hendak memejamkan matanya saat sebuah suara mengusiknya. Ia membuka matanya dan menatap Keirra lurus. Tanpa ekspresi. "Kenapa lo bisa s-" "Keirra cepet nyalain mobil terus kita pulang." Ujar Keenan tenang. Tak memberi jeda untuk Keirra bertanya yang macam-macam pada Rystha. Keirra mengangguk lalu melajukan mobil mewah itu menjauh dari areal sekolah. Meskipun beberapa kali ia masih mencuri pandang pada Rystha. Seolah ingin tahu mengapa kakaknya itu bisa pulang terlambat dan bersama Rystha. Bahkan tampak mengandeng Rystha dari gang kecil disebelah sekolahnya. Rystha yang menyadari tatapan Keirra berusaha tak ambil pusing. Ia juga tidak tahu jika Keenan akan menemaninya sampai larut begini. Lagipula ia sudah tak memiliki tenaga untuk menjelaskan apapun pada Keirra. Persetan dengan perutnya yang masih terus ingin mengeluarkan isinya akibat dari wine sialan yang  disodorkan padanya semalaman penuh oleh dua b******n yang sayangnya merupakan sahabat dekatnya itu. Sialan. ---- "Makan dulu ya, gue laper." Pinta Keenan sambil melirik Rystha yang tengah memejamkan matanya dibangku belakang. Keirra ikut melirik pada Rystha, lalu beralih pada Keenan dan berdecak malas namun akhirnya melajukan mobil ke salah satu kafe yang mereka lewati. "Turun," ujar Keenan sambil melirik Rystha yang masih duduk tenang dibangku penumpang. Rystha hanya mengangguk dan ikut berjalan keluar. Keirra sudah lebih dahulu berjalan didepannya, memilih sebuah meja dengan pemandangan kota yang cukup memanjakan mata. "Pesen apa?" Tanya Keenan, namun entah pada siapa, karena pria itu masih menatap menu dihadapannya tanpa mau repot melirik pada dua gadis didepannya.  "Beef steak." ujar Keirra sambil menutup menunya. Keenan menatap Rystha yang sibuk memandang sekeliling. "Lo apa?" "Eh? Samain aja." Ujar Rystha kaku. Keenan mengangguk lalu menyebutkan pesanan mereka satu persatu. "Kok lo bisa sama du- eh Keenan?" "Eh?""Ketiduran di UKS." Sela Keenan cepat. "Hah?!" Keirra menatap Keenan juga Rystha bergantian. "Kenapa bisa?" tanyanya dengan tatapan yang masih susah diartikan karena bingung. "Bukan maksud gue, Ra. Gue tadi.." "Gue disuruh jaga UKS soalnya miss Deana lagi lunch eh malah gadateng - dateng. Terus dia di ranjang ujung juga tidur, ya gue ikut tidur sekalian." "Seranjang?!" pekik Keirra kencang. "Gaklah gila!" Rystha bergerak cepat menutup bibir Keirra karena suaranya membuat beberapa tamu lainnya menoleh. Keenan tersenyum tipis. "Gue kira. Awas aja lo berdua main yang aneh-aneh ya." tunjuk Keirra pada Rystha dan Keenan bergantian dengan jari telunjuknya. "Gamungkinlah." ujar Rystha. Lagipula mana mau ia bermasalah dengan Keirra yang statusnya adalah kesayangan seorang Keenan Aleander? Bisa-bisa tak aman hidupnya. Dan tak lama para pelayan sudah tiba dengan pesanan mereka. Namun Rystha menyadari satu hal yang terlihat aneh. Keenan mengambil seluruh buncis dan apapun yang masuk kategori kacang-kacangan yang berada dipiring Keirra, lalu menumpahkan seluruh potongan jagung dipiringnya pada piring Keirra. Rystha tersenyum kaku saat menyadari seberapa dekat hubungan Keenan dan Keirra. "Lo doyan sama itu?" Tanya Keirra sambil menunjuk potongan buncis di piring Rystha dengan garpunya. "Lumayan." "Keenan bakal ngambil semua buncis atau kacang atau apapun yang kayak gitu dari piring gue." Ujar Keirra sambil tersenyum. "Sebagai ganti gue bakal ambil semua jagung dia." kekehan terlihat pada paras cantiknya. "Gasuka jagung emang?" tanya Rystha sambil melirik Keenan yang tampak tenang memotong steaknya. "Sama sekali enggak. Jangan pernah kasih dia jagung atau lo bakal tau sisi iblis Keenan." Keirra mengakhiri kalimatnya sambil tertawa renyah. Sedangkan Rystha lagi-lagi melirik Keenan yang tersenyum lembut pada Keirra disampingnya. "Buruan makan," ujar Keenan sambil membawa tangannya untuk mengacak rambut Keirra sayang. "Thankyou." Ujar Keirra sambil menunjukkan senyum menggemaskan miliknya pada Keenan yang dibalas dengan usapan hidung ke hidung oleh Keenan. Keenan hanya mengangguk masih dengan senyumnya. Rystha sedikit terkejut karena baru kali ini ia melihat ketua osis sekolahnya itu tersenyum. Senyum yang menenangkan namun sayangnya bukan untuknya tetapi untuk Keirra. Lagian, gue siapa? - Rystha ----- Mobil mewah itu berhenti didepan sebuah rumah sederhana, Keenan juga Keirra mengernyit seketika. "Ini rumah lo?" ujar Keirra memastikan sambil memandang rumah itu dengan pandangan sedikit aneh. "Iya. Maaf, karna gue bukan borjuir yang punya rumah mewah kayak lainnya." ujar Rystha pelan. "Kelihatannya nyaman," ujar Keenan sambil terus memandangi pekarangan luas rumah itu. "Iya, rindang. Kapan-kapan gue kesini ya? Sama Sena juga." "Hah?" Rystha memekik kaget. Bukan karena senang, malu atau apapun. Mengatakan ini rumahnya saja sudah terlalu beresiko. "Gak boleh?" Selidik Keirra. Rystha hanya menggeleng lalu tersenyum. "Kabarin aja kalo lo mau kesini." "Yaudah, gue duluan ya. Thanks tumpangannya." Ujar Rystha sambil bergerak keluar dari mobil. Lalu berdiri disamping mobil dan melambaikan tangannya sampai kemudian mobil itu tidak terlihat diujung gang. ----- Dua pria berseragam SMA itu masih heboh menyanyi didalam mobil, sedangkan seorang lagi yang sedang menyetir tampak sama sekali tak tertarik untuk ikut bernyanyi. "Woy, lo kemarin dari mana aja?" "Iya nih, lo kemana sih?! b******n, gue hampir mati digebukin sama Keirra gegara lo gak pulang-pulang." Omel Leo menanggapi perkataan Axel. "Ada urusan." "b*****t! Gatau dikhawatirin emang manusia es ni." Umpat Leo saat jawaban singkat juga tak acuh itu terlontar dari bibir Keenan. "Kok ada ya orang dinginnya kayak elo?" Axel menatap Keenan sambil menggeleng. "Dan herannya lagi, banyak yang ngantri bro." Kekeh Leo, "Fansnya udah kayak kacang goreng. Bejibun." "Alah kayak lo enggak aja, malahan lo yang godain banyak cewek." decih Axel sambil memakan cemilan berwarna hitam bulat dengan bungkus berwarna biru. "t*i! Gue cuman sayang sama Keirra aja kok." Ujar Leo sambil mengedipkan sebelah matanya pada Keenan. Membuat Keenan mendelik dengan tatapan membunuhnya. "Gue bunuh lo kalo berani deketin Keirra." Desisnya marah. Justru membuat dua temannya itu sibuk menertawakannya. Tak lama mereka sudah berhenti di parkiran sekolah. Dan seperti biasa, para siswa perempuan berkumpul menunggu kedatangan tiga pria yang digadang-gadang menjadi cassanova SMA Reilon itu. Selayaknya jumpa fans, mereka akan berteriak sambil tersenyum manis saat tiga pria itu berjalan melewati mereka dikoridor lalu naik ke lantai dua. Ah, bukan pemandangan yang tak biasa. Tiga pria itu tampak memasuki kelasnya, namun berbeda dengan siswa perempuan lainnya. Para siswa kelas mereka, XI IPA1 itu tampak tenang-tenang saja saat mereka tiba. Meskipun beberapa masih akan melirik namun tak sehebos kelas lain, baik seangkatan maupun kakak dan adik kelas. "Keirra mana?" Alea memutar matanya saat Keenan berhenti didepan mejanya. "Gabisa lihat?" "Tadi kayanya udah berangkat duluan," gumam Keenan pelan lalu kembali berjalan menuju bangkunya. Melewati Rystha juga Sena yang sedang sibuk menyalin tugas rumah. "Sen, lihat dong." Leo menaik turunkan alisnya seolah memberi kode pada Sena. Sedangkan Sena masih terus sibuk menyalin. "Sen.." "Sena.." "Bacot ya lo dugongnya Goblin!" Teriak Sena marah pasalnya Leo bergelayut pada lengannya membuat tulisan tangannya sedikit berantakan. "Nyalin ya nyalin aja! Gausah ngebacot!" Perfect score untuk Sena dalam urusan umpat mengumpat. Karena dalam semenit pun dipastikan dia akan sempat mengumpat untuk hal apapun itu. Sampah memang. Leo meringis namun akhirnya duduk dikursi Keirra, dan menghadap kebelakang, ke meja Sena lalu mulai ikut menyalin pekerjaan Alea. "Eh lo kemarin kenapa, Rys?" Rystha mendongak saat mendengar suara Sena. "Ah gapapa, Sen. Cuma sakit perut aja kemarin." "Oh, already take a medicine?" Rystha mengangguk. "Gue kira kenapa. Kata Keirra lo balik telat gara-gara ketiduran di UKS sama Keenan. Tapi tampang lo pucet banget katanya." "Hmm.." "HAH?!" Sena sedikit terjengat saat Leo memekik tepat didekat telinganya. Mendelik menatap Leo namun pria itu malah memandang Rystha cengo. "Jadi lo telat pulang karna tidur sama Keenan di UKS?" Astaga. Ingin rasanya Rystha menyumpal mulut Leo yang berbicara dengan nada keras itu yang seketika mengalihkan pandangan satu kelas menjadi padanya. "Ketiduran b*****t!" gemas Sena sambil melayangkan satu pukulan dikepala Leo. "Guenya udah kebawa obat jadi tidur." Bela Rystha namun membuat Leo dan Axel yang hanya menyimak dibelakang itu cekikikan. "Wah semakin didepan aja lo, bro." Alex menepuk pelan bahu Keenan yang dibalas tatapan mematikan Keenan namun tak digubris oleh Axel karena sudah terbahak. "Ngapain aja lu hah? Sampek malem gitu?" kini Leo yang menaik-turunkan alisnya menggoda. "Pasti main dokter-dokteran ya, hahaha" "Eh dasar ya lo berdua b*****t!" Teriak Rystha kencang sambil menarik rambut Leo dan Axel bersamaan dengan cukup keras. "Otak lo berdua m***m banget, anjing!" Tbc.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD