Chapter 2 - First Touch

3721 Words
"L-lo denger darimana?" "Nebak aja." Rystha memandang dua perempuan didepannya dengan tatapan tak mengerti. Pasalnya mereka juga memandang Rystha aneh. Terlebih atas pertanyaan Rystha. "Balik kelas yuk." ajak Keirra sambil meneguk habis esnya dan bangkit diikuti oleh Sena yang masih menggenggam sebungkus keripik kentang. Rystha masih diam. Sama sekali tak tertarik untuk balik ke kelas. Dia masih penasaran, apa mungkin mereka backstreet? "Eh, ada gelandangan." Rystha menghela nafasnya pelan, sama sekali tak menggubris omongan para pengganggu yang baru tiba di kantin. "Udah gelandangan, bisu lagi." Tawa beberapa siswi itu menggema dikantin yang sepi. Rystha hanya menatap sekilas pada mereka dan bangkit berdiri, meninggalkan kantin. "Kekelas males, dikantin ada hama. Terus gue kemana?" Rystha menguap lalu berjalan gontai ke kelasnya. Dia sudah tidak dalam mood yang baik. Dia ingin cepat pulang. "Lo darimana?" Sena menatap kedatangan Rystha dengan tatapan bertanya. Pasalnya Sena mengira Rystha mengekorinya dan Keirra ke kelas tapi ternyata tidak. Rystha tak terlihat saat mereka tiba di kelas. "Jalan-jalan aja, gue belum tau sekolah ini." "Nanti gue sama Keirra yang nemenin." Ujar Sena lalu kembali sibuk dengan buku ditangannya. "Apaan?" Rystha sedikit bergeser mengintip tulisan Sena. "Catetan biologi." "Sok rajin lo." "Siap-siap disuruh ngafalin satu bab lo kalo ketauan kaga nyatet sama pak fosil." "Hah?" "Mukanya jelek. Kaya dinosaurus." Rystha memutar matanya malas. Sepertinya dia masuk dikelas unggulan bukan? Tapi kenapa siswa seperti Sena, Keirra, Leo dan Axel yang jadi anggota kelas? Unbelieveable. Rystha sibuk membenahi barangnya, "Gue duluan." Ujarnya sambil membawa ranselnya. "Kemana lo?" tanya Sena yang sejenak menghentikan aktivitasnya menyalin catatan biologi. "Eh mau kemana tuh rakjel?" Rystha memandang datar Kristin, "Pulang." Suaranya jelas terdengar dingin. Bahkan Kristin sedikit terkejut dengan keberanian Rystha. "Lo berani sama gue?" Kristis setengah berteriak dengan mata yang melotot. Menatap kesal pada Rystha yang sepertinya mulai berani melawan padanya. Namun Rystha sama sekali tak menggubris, dia masih terus berjalan meninggalkan kelas. Tak masalah membolos dua jam pelajaran terakhir bagi Rystha. Karena moodnya sudah tidak sebaik pagi ini. ---- "Already home, baby?" Rystha menoleh, menatap sejenak mamanya yang sibuk di dapur. "Hmm.. what are you doing?" "Making cake?" "That's your new hobby?" Sirra tertawa mendengar kalimat Rystha, pasalnya putrinya yang satu itu memang sangat dingin, bahkan ditengah keluarganya ia masih mampu menjadi seorang putri dengan sikap dinginnya. "Have a prob?" "No, just tired." Rystha membalas datar pertanyaan mamanya dan segera naik keatas, menuju kamarnya. Tanpa melepas seragamnya ia langsung bergelung diatas kasurnya, memeluk erat bonekanya dan tidur pulas. Entah untuk alasan apa, dia merasa lelah luar biasa hari ini. Efek dari menstruasi hari keduanya mungkin. Beberapa jam berlalu sampai suara lengkingan membuat Rystha terusik. Itu suara mamanya. Sirra yang sedang mengomel. "You have to changes your uniform first, baby. Then you can rest." "I don't have enough energy to change my uniform." "Wakeup!" "Ma-" "Or no chocolate for a weeks." Mantap jiwa. Rystha mengerang frustasi. Menghadapi mamanya bukanlah perkara mudah. Berbeda dengan papanya yang akan selalu mengabulkan apapun yang diminta Rystha, terlebih hanya tidur dengan seragamnya. Oh ayolah, dimanapun seorang ayah akan jauh lebih baik memperlakukan putri tunggalnya ketimbang seorang ibu. "I woke up." "Alright then." Sirra berjalan keluar kamar meninggalkan Rystha yang terduduk di sisi ranjang. Rystha memicing saat memperhatikan jam dindingnya. Sudah pukul 18.16 ternyata. Pantas saja singa betina itu sudah berteriak kesal. Rystha menguap sejenak kemudian meraih ponselnya. Tak ada notifikasi berarti. Tentu saja karena disekolah barunya dia terkenal culun dan tak menunjukkan bahwa dia memiliki ponsel. Like a stone generation? Dengan berat dia bangkit dan memasuki kamar mandi, membersihkan diri kemudian turun untuk makan malam dengan kedua orangtuanya. "Papaaaa..." Rystha memekik senang saat melihat papanya sudah berada dimeja makan dengan pakaian santainya. "Halo, baby." Sapa Gerry. Kemudian mengelus sayang lengan Rystha yang sudah memeluk lehernya. "Missing me?" "Ah, missing you so bad." Rystha merengek seperti anak kecil, membuat Sirra hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah putri sematawayangnya itu kelewat manja dengan papanya. Sedingin apapun gadis itu, ia tetap akan menjadi anak kecil didepan ayahnya. "Me too, baby. Come here, lets have dinner." "Okay." Dan rumah megah itu sudah terdengar ramai, dengan celoteh Rystha pada papanya yang harus pergi ke London selama sebulan belakangan. Sedangkan Gerry hanya tersenyum dan sesekali menggoda putrinya itu. Meskipun dingin, Rystha selalu bisa menghabiskan waktu papanya itu untuk sekedar mendengarkannya bercerita atau kadang jalan-jalan. Rystha sudah bergelung dikamarnya sejak setengah jam yang lalu. Dan kali ini dia merasa bosan luar biasa. Ia terus mengotak atik ponselnya, mediasosialnya dan berakhir dengan menelurusi timeline di instagramnya sampai sebuah pesan dari aplikasi w******p masuk. Raffa "Maleficent?" C.Haileey "Berhenti atau gue bunuh juga lo sekarang!" Raffa "Ck! Dimana lo?" C.Haileey "Rumah" Raffa "Temenin gue sebentar." C.Haileey "Males banget anj." Raffa "Tolong dikontrol ya mbak." C.Haileey "Mati aja lo sana." Raffa "Gue otw. Setengah jam belum siap gue geret." C.Haileey "Laknat b*****t!" Rystha mendengus kesal setengah membanting ponselnya, berjalan menuju lemari dan menyiapkan pakaiannya. Celana jeans ketat dengan kaos tipis berwarna babyblue. Ia sama sekali tak ingin kasusnya beberapa bulan lalu kembali terulang. Dimana salah satu sahabatnya itu tiba-tiba memintanya untuk mengantar namun Rystha menolak. Dan berakhir dengan terseretnya Rystha dari kamarnya menuju mobil. Bukan ide yang baik jika harus terulang saat ini. Rystha melirik ponselnya yang bergetar diatas nakas, dengan malas ia mengambil slingbag dan berjalan keluar kamar. "Maa, paa, Rystha pergi sama Raffa ya." Gerry juga Sirra hanya mengangguk, melihat itu Rystha segera beranjak keluar rumah, melintasi pekarangan dan menemukan mobil Raffa yang sudah berada didepan gerbang. Sesaat setelah Rystha masuk, Raffa segera mengemudikan mobilnya keluar dari komplek perumahan Rystha. Mobil itu sunyi, karena Rystha enggan menanyakan kemana tujuan mereka. Sedangkan Raffa sedang fokus menyetir sambil sesekali melihat ponselnya. "Malef-" "Diem!" Raffa menutup bibirnya rapat saat bentakan Rystha datang. Sahabat juga sepupunya yang satu ini memang unik. Dia bisa berubah sikap menjadi apapun yang diinginkan. Kadang dia bersikap sangat dingin dan cenderung tidak berperasaan. Tapi di satu waktu juga ia akan menjadi penurut dan benar-benar menggemaskan. Tapi bukan berarti dia tidak bisa menjadi kasar dan menghancurkan apapun yang dirasa menggangu. Jauh lebih mengerikan dari seorang destroyer. Rystha berdecak saat Raffa menghentikan mobilnya di underground sebuah club malam. Astaga. Ini bahkan masih jam 9 kurang dan Raffa sudah pergi ke club? Kemana sih pria itu membawa otaknya? "Buruan turun." Rystha hanya mengikuti Raffa tanpa menjawab. Tentunya dengan tatapan dinginnya. Membuat beberapa orang yang menatapnya kagum mendadak beringsut mundur saat menyadari tatapannya. Baru setengah jalan dan Rystha sudah menyadari sesuatu yang tak biasa. Dia bukan anak baik-baik yang sama sekali tak mengenal klub malam. Terlebih disini, bahkan dengan menutup mata dia tahu bahwa sedang berlangsung acara disini. Karena biasanya klub malam ini baru akan ramai saat mendekati pukul 11 malam. Dan ini kurang dari pukul 9 malam. "Acara apaan?" Rystha mendudukkan dirinya di kursi tinggi depan bar. Salah satu kursi kesukaannya setelah sofa dengan meja tersendiri disudut ruangan, dimana dia bisa menelisik seluruh bagian lantai dasar dari tempat duduknya. "Aline's birthday." Aline? Rystha mengernyit sejenak kemudian mengangguk. Lalu menerima gelas berisi wine yang selalu dipesannya setiap kali datang kesini. "Arghh.. So noisy." Rystha meneguk habis gelasnya dan bangkit meninggalkan bar. Berjalan pelan menuju tempat Raffa yang sudah sibuk dengan beberapa temannya. "Nyangkut dimana lo?" Rystha hanya memutar matanya malas saat mendengar pertanyaan Bagas lalu menjatuhkan bokongnya disamping Raffa. "Say hi." Raffa hanya menggeleng saat Rystha menyandarkan kepalanya pada sofa empuk itu sambil memejamkan matanya. Sudah bisa ditebak dalam beberapa menit kedepan perempuan itu sudah terlelap. Toleransi Rystha terhadap alkohol cukup tinggi, hanya saja ia mudah terlelap jika tubuhnya sedang tidak fit seperti ini. "Aline mana nih?" Bagas balik menelisik sekitar, mencari sosok Aline yang menjadi bintang utama malam ini. "Tauk tuh, belum lihat gue." Sahut Raffa sambil menyampirkan jaket jeans yang ia gunakan untuk menutupi bahu Rystha. Meskipun tak ada masalah dengan pakaiannya, Raffa merasa bertanggung jawab terhadap Rystha meskipun gadis itu terkadang menyebalkan. "Lo bedua pasti mau godain Aline kan?" Kali ini Narra yang yang mendengus sambil menatap dua pria didepannya. Lalu beralih pada Rystha yang tengah bergelung nyaman dibalik jaket jeans Raffa. "Rys, lo bangun dong. Jangan ngebo ih." "Biarin aja tidur udah, langsung sikat." Bruukkkk.. "Anjing!" "b*****t banget mulut lo!" Bagas menatap Rystha horror, lalu bergantian pada meja yang sudah bergeser jauh sejak tendangan Rystha mendorongnya kasar. Raffa hanya tertawa sambil mengelus punggung tangan Rystha, "Udah lo tidur aja, ngantuk kan?" "Gue mau pulang." jawab Rystha ketus. Raffa menghela nafas sambil menatap Rystha, "Gak bisa. Kalo mau, lo tidur di room tapi kita enggak pulang sekarang." "s**t!" Rystha mengumpat sambil merampas botol vodka Raffa, meneguknya hampir setengah botol dan merebahkan dirinya lagi. Dentuman musik yang keras juga pengaruh alkohol membuatnya sedikit tenang. Meskipun jantungnya terus berdebar tak karuan. Raffa mengusap pelan rambut panjang Rystha, kemudian membawa gadis itu mendekat pada tubuhnya. Rystha hanya diam, mengikuti pergerakan yang dibuat Raffa hingga kini ia bersandar didada bidang milik kakak sepupunya itu. "Lo punya masalah?" Raffa memperhatikan Rystha yang tampak tak seperti biasanya. Dan Rystha hanya menggeleng sebagai jawabannya. "Terus kenapa lo kayak gitu?" jemari Raffa masih setia mengelus surai lembut Rystha saat gadis itu memilih mendongak padanya. "Kayak gitu?" beo Rystha. "Jadi culun. Sumpah gak cocok sama lo." "Kok lo tau?" Rystha sedikit terkejut, kemudian memilih masa bodoh. Lagipula apa yang tidak diketahui Raffa tentang dirinya? "Gue ngelihat lo pas keluar sekolah." Rystha hanya mengangguk tanpa ingin menjawab, "Kenapa?" "Males aja." Kali ini Raffa yang mengernyit tak mengerti, "Gue gakmau dimanfaatin lagi." Raffa mengangguk pelan tanda mengerti. Lalu kembali meneguk minumannya dengan tangan kiri sedangkan tangan kanannya masih menepuk pelan bahu Rystha yang sudah beralih memeluk pinggangnya. Membiarkan Rystha tetap memejamkan matanya adalah pilihan terbaik karena Raffa tahu bahwa sepupunya itu masih sedikit ragu untuk kembali mengungkapkan jati dirinya. Ia tahu trauma seperti apa yang dialami Rystha beberapa waktu lalu. "Gimana orang-orang kaga salah tangkep kalo kelakuan "antar-sepupu" lo kaya gitu?" Nara menggeleng pelan sambil melirik Rystha yang sepenuhnya sudah dalam pelukan Raffa. "Karena cuma gue yang dia punya untuk bisa paham sama kehidupan remaja dia. Cuma gue yang bisa jadi tempat perlindungan dia. Dan cuma gue yang tau semua tentang dia." Jawab Raffa enteng, lalu mengecup pelan puncak kepala Rystha dipelukannya. "Kalo suatu saat nanti lo jadi kakak, lo bakal tau kenapa gue ngelakuin ini, Ra." Senyum ringan Raffa terukir. "Cheesy banget lo," Suara serak Rystha terdengar, membuat Nara dan Raffa seketika terbahak. "Udah tidur aja, udah baik gue mau meluk lo kaya gini disaat banyak santapan nikmat lalu lalang depan gue." Dengus Raffa, "Bisa dipastiin habis ini gue agak seret kenikmatan." "Bacot, Raf." "Sebentar lagi, kak." gumam Rystha yang seketika membuat Raffa siaga. Rystha bukan tipikal adik sepupu yang akan memanggil Raffa dengan sebutan kakak. Namun jika gadis itu sudah melakukannya, maka yang Raffa tahu hanya satu. Rystha hanya memilikinya sebagai seorang kakak. -----   "Anjing! Apaan nih?" Sena menatap nanar buku catatan dihadapannya. Baru saja melihat ia sudah muak, apalagi menyalin angka-angka itu pada catatannya? Ah sialan. "Bacot! Buruan kerjain." Kali ini Keirra yang mendengus kesal sambil mempercepat gerakan tangannya. Keenan yang berada dibelakangnya hanya menatap datar dua perempuan itu. Lalu kembali menatap keluar jendela. Memperhatikan beberapa siswa yang baru datang hilir mudik. "Lo udah buat? Tenang banget." Keenan hanya diam, sama sekali tak merespon. Lagian baik mencatat ataupun tidak juga tak masalah baginya. Dia ketua osis disini, bahkan gurupun enggan menyusahkannya. "Pulpen guee.." Keirra menggoyangkan pulpennya berharap tintanya kembali keluar namun nihil. Dengan cepat dia berbalik dan memandang Keenan. Lalu membuka tas Keenan dan mengambil pulpennya. "Pinjem." Kelas yang riuh itu mendadak sunyi saat gadis culun itu memasuki ruangan. Rambut yang diekor kuda dengan kacamata yang tertengger di hidungnya itu mengalihkan perhatian teman sekelasnya. Ah, Rystha benci keadaan seperti ini. "Eh rakjel udah dateng?" Kayaan gue dari elo b*****t! Mau lihat rekening gue? "Loh udah ngelonte tapi kok masih miskin sih?" Lo gak yang merek kemana-mana?! Gue dari lahir udah pake sendok emas. "Sok polos banget lo padahal udah sering dipolosin." Anjing! Gue perawan! Paling juga lo yang udah sering lelang, tapi emang ada yang mau? Tawa kelas itu mendadak riuh, namun tidak dengan Keirra dan Sena yang memandang mereka semua sinis dan pandangan Keenan yang tertuju pada Rystha. Datar. Miskin ekspresi. Rystha masih terus mengumpat meskipun wajahnya tenang. Sama sekali tidak tergubris oleh banyaknya cemoohan untuknya. Ia sedikit melirik pada Keenan yang masih terus mengawasinya, lalu kembali beralih pada tempat duduknya yang diduduki Keirra. "Lo gapapa?" Sena menatap Rystha khawatir, sedangkan Keirra sudah berpindah kembali ke tempat duduknya namun menghadap Rystha. "Jangan didengerin." Ujar Keirra santai. Rystha hanya mengangguk dan mengeluarkan bukunya. Tak lama guru pembimbing sudah masuk untuk memulai kelas, membuat Rystha sejenak tenggelam dalam belajarnya. "Argh, gue sama sekali gak ngerti." Sena mengerang pelan saat pelajaran sudah selesai. "Raa, lo paham kan?" Keirra hanya mengangguk, lalu bangkit dan menggedikkan kepalanya kearah keluar kelas. "Clarystha, kantin gak?" Tanya Sena. Rystha menggeleng sambil tersenyum. "Gue mau tidur aja." "Ke UKS aja. Kan lo lagi halangan juga, bilang aja lagi sakit perutnya." Rystha mengangguk, lalu ikut bangkit berdiri. Beranjak keluar kelas setelah Keirra dan Sena melenggang pergi menuju kantin. Tak berapa lama langkah keduanya terpisah karena Rystha berbelok memasuki UKS. "Permisi?" "Masuk." Rystha memasuki ruangan tersebut. Cukup luas dengan beberapa ranjang UKS yang dibatasi oleh semacan gorden. "Siswa baru ya? Kenapa?" Rystha tersenyum lalu mengangguk dan berjalan kedepan meja tempat dimana perempuan yang mungkin berumur dua puluh tahunan itu berada. "Ehm, saya sedikit gaenak badan soalnya lagi halangan." "Oh gitu, hari pertama?" Rystha menggeleng, "Kedua bu." "Isi ini, terus kamu bisa istirahat." Perempuan itu mengangguk lalu menyodorkan sebuah jurnal pada Rystha, "Perlu obat pereda nyeri?" Rystha menggeleng disela aktifitasnya mengisi jurnal. "Saya cuma butuh istirahat." "Yaudah kamu istirahat biar saya yang ngelapor kekelas." "Makasih bu." jawab Rystha dengan senyum tipis. "Tapi saya tinggal dulu gapapa ya? Saya ada janji lunch diluar soalnya." "Ah, iya bu gapapa." "Obat nyeri disana, kamu bisa pilih obat yang biasa kamu pake." Rystha mengangguk sambil tersenyum, lalu menutup jurnal kedatangan itu dan beranjak menuju ranjang paling ujung. Benar dugaannya, ranjang paling ujung ini terasa nyaman. Dingin dan tidak silau. Dengan segera Rystha membaringkan tubuhnya pada ranjang tentunya setelah menutup gordennya. Rystha menguap sejenak, kepalanya masih setengah berdenyut sejak semalam. Perutnya bahkan terasa mual dan perih, beruntung dia masih bisa bersikap biasa saja dikelas. Sekarang dia hanya perlu tidur untuk mengembalikan staminanya. Yang tentunya akan dia charger untuk menghajar habis-habisan Raffa dan Aline yang membuatnya teler semalaman dan baru terlelap pukul 4 pagi. ----- Keenan menghela nafasnya saat tiba didepan UKS. Dia masih sedikit tidak terima kenapa miss Deana harus datang padanya dan memintanya menjaga UKS? Apa dia kira Keenan itu pembantu yang bisa seenaknya disuruh? Terlebih Keenan sangat membenci sesuatu yang berbau kesehatan seperti rumahsakit bahkan UKS sekalipun. Lagian siapa juga yang menggunakan UKS? Jika saja tak ada yang sedang berada di UKS maka miss Deana tidak akan memintanya menjaga UKS. Moodnya sedari pagi sudah buruk, dan semakin buruk saja. "Ada siswa perempuan yang sakit dan berada di UKS, jadi aku tak bisa menguncinya ataupun meninggalkan ruang UKS tanpa penjagaan." Keenan mengingat kembali kalimat permohonan miss Deana yang memintanya menjaga UKS. Sedikit berdecih meskipun tetap melangkah mendekat pada UKS. Ceklek. Keenan membuka pintu UKS perlahan. Sampai kemudian menemukan gorden ranjang paling ujung yang tertutup. Keenan berjalan santai dan duduk dimeja miss Deana, lalu membuka jurnal kedatangan UKS. Paling juga manusia-manusia nakal yang pura-pura sakit hanya agar bisa tidur di jam pelajaran. Keenan mengehela nafas saat menelusuri daftar nama disana, sampai matanya terhenti pada baris paling bawah yang artinya merupakan daftar terbaru. Clarystha Heileey - XI. IPA-1 - Nyeri haid. Clarystha? Rystha? Keenan mengernyit pelan lalu beranjak menuju ranjang yang tertutup gorden. Dikibaskannya sejenak dan mendapati Rystha yang tampak tidur dengan tenang. Gadis itu terlihat tenang, deru nafasnya teratur dan pipinya yang merona. "Ck! Dia haid? Gak pucet juga." Keenan berdecih saat melihat wajah Rystha yang memerah. Tentu saja dia tahu bagaimana menderitanya jika tamu bulanan itu datang. Karena ia sendiri melihat Keirra yang setiap bulannya mendadak menjadi mengerikan saat sedang menstruasi. Keenan berbalik hendak menuju meja miss Deana saat erangan Rystha terdengar tertahan. Keenan mengurungkan niatnya dan menatap Rystha intens. Deru nafas gadis itu menjadi tidak teratur, gesturnya menunjukkan kegelisahan. Keenan mengernyit saat mendapati kening Rystha yang sudah berpeluh bahkan seragamnya yang sudah lembab akibat keringat. Kenapa gadis ini cepat sekali berubah?  "Clarystha?" Keenan menepuk pelan pipi Rystha, namun Rystha masih bergerak gelisah. Erangannya masih terdengar samar. "Rystha?" Lagi-lagi Keenan berusaha menyadarkan namun nihil. Perempuan itu semakin memejamkan matanya erat dan bergerak semakin gelisah sedangkan keringatnya sudah mengucur deras. Keenan mengamati pergerakan Rystha, terasa sedikit tak asing namun sedetik kemudian pikirannya melayang. Ia seolah mengingat saat Axel mabuk berat dan bergerak gelisah dalam tidurnya. Ia juga berkeringat dan tubuhnya dingin. Persis sama seperti Rystha sekarang. Keenan menggeleng keras, menyingkirkan pikiran tak masuk akal yang hinggap di kepalanya. Namun ketika kembali mengamati Rystha, mau tak mau fikirannya selalu mengarah pada hal yang sama. Gadis ini mengalami pengar pasca mabuk. Tapi bagaimana mungkin? Keenan mengamati perempuan didepannya seksama, rambut ekor kuda yang sudah beratakan, baju yang cukup kebesaran dan rok panjang. Astaga. Bagaimana mungkin perempuan sepolos ini mabuk? Keenan segera berlari keluar UKS, sedikit tergesa menuju kantin. Membeli s**u berkaleng putih dengan gambar beruang duduk dan roti kemudian kembali secepat mungkin ke UKS. Benar saja. Rystha masih belum sadar dan bergerak gelisah saat ia tiba. Keringat sudah membanjiri tubuhnya. Dengan susah payah ia membangunkan Rystha, menepuk pipinya sedikit keras dan membantunya untuk duduk meskipun pada akhirnya sedikit bersandar dibahu Keenan. Rystha mengerjap pelan namun semakin berkeringat. Deru nafasnya kian cepat dan tak teratur. "Buka mulut. Minum ini cepet." Keenan menyodorkan pipet kedepan bibir Rystha dengan sebelah tangan karena sibuk menyangga tubuh Rystha yang bertopang dibahu juga lengannya. Rystha menggeleng, namun geraman Keenan membuatnya menyerah dan menurut. Dengan susah payah Rystha menggapai dan menyedot susunya perlahan. "Lagi." Rystha menggeleng, tubuhnya mendadak semakin lemas dan kepalanya semakin berdenyut sekarang. Dalam hati Rystha hanya terus mengumpat pada dua orang yang akan dihajarnya habis-habisan nanti. "Minum lagi, Clarystha." Tekan Keenan lagi. Membuat Rystha mau tak mau kembali memaksakan diri menyedot s**u melalui pipet itu "U-udah." Rystha berkata pelan dan lemas. Keenan meletakkan kaleng berisi s**u itu dan menarik Rystha sedikit kebelakang untuk duduk bersandar pada kepala ranjang. "Lo kenapa?" "Hm?" Rystha menatap Keenan tak mengerti. Tatapannya sayup pada Keenan. "Lo kayak gini bukan karna haid. Karena gue tau kalo lagi haid kayak gimana." "Lo haid juga?" Tanya Rystha bodoh. Yang seketika mendapat sentilan di keningnya. "b**o! Gue cowok. Lagian gue yang ngurus Keirra kalo lagi haid." Ujar Keenan sambil merapikan nakas disamping ranjang UKS. "Oh." Rystha hanya mengangguk mengerti meskipun dalam hati ia  sedikit bingung. Sebenarnya apa hubungan dua manusia ini? Bahkan kemarin Keirra dan Sena tak menjawab pertanyaannya. Atau mungkin mereka memang menyembunyikan hubungan mereka berdua? Ah bodohnya Rystha yang terlalu ingin tahu hubungan orang lain. "Belum enakan?" Rystha menggeleng cepat, refleks kaget karena otaknya yang sibuk memikirkan sesuatu. Dan sialnya, bahkan sekarang perutnya bertambah mual. Ah sialan. "Lo istirahat dulu kalo gitu, nanti aja enakan, sekarang biar gue ambilin obat terus lo ti-" "Minggir." Rystha segera berlari ke kamar mandi meski tubuhnya sedikit terhuyung, beruntung jarak ranjangnya dan kamar mandi dekat. "Clarystha," Keenan sedikit terkejut, kembali meletakkan kaleng s**u dan bergerak menghampiri Rystha yang sudah bertumpu di westafel. "Jangan," tahan Rystha saat sadar bahwa Keenan semakin mendekat. Namun masa bodoh bagi Keenan. Dengan segera ia mendekat dan memijit tengkuk Rystha membantu Rystha berhasil mengeluarkan seluruh isi perutnya sampai rasa pait yang dicecapnya. "Udah?" tanya Keenan sambil mengangkat tinggi surai kelam Rystha agar tidak ikut basah atau terkena muntahan gadis itu. Rystha mengangguk, membasuh bibirnya juga wajahnya. Setelahnya Keenan membantu menggelungkan rambut panjang Rystha, membuat Rystha jadi salah tingkah sendiri saat Keenan mulai beralih membimbingnya untuk kembali berbaring diranjang. "Makan." Rystha berdecak, pasalnya pria dihadapannya ini terlalu pemerintah baginya. Meskipun ia mengumpat namun tangannya tetap terulur untuk meraih bungkusan roti yang disodorkan Keenan. Setelah roti itu berpindah tangan, Keenan menghampiri rak obat dan mencari obat untuk sakit kepala Rystha, karena dia yakin kepala perempuan itu sudah berdenyut keras. Sedangkan Rystha menghela nafas dalam-dalam dan menguatkan iman untuk menelan roti itu masuk kedalam perutnya. "Minum." Rystha hanya kembali menghela nafas saat Keenan menyodorkan sebutir tablet di hadapannya. Tanpa menjawab ia meraih obat tersebut dan meminumnya. Lagipula jika ia menolak, Keenan pasti akan memaksanya menelan obat itu. Tipikal pria dominan dan tak mau kalah. "Good girl." Ujar Keenan dengan senyum puas. Sedangkan Rystha hanya menyunggingkan senyum tipis namun segera memejamkan matanya kuat saat kepalanya lagi-lagi berdenyut keras. Oh, ingin rasanya Rystha mengumpat lalu menghajar habis-habisan Raffa juga Aline yang membuatnya tepar dengan puluhan sloki yang diteguknya kemarin. "You're okay?" Rystha lagi-lagi menggeleng. "Sakit banget." rengeknya. Keenan setengah menarik Rystha untuk berbaring, membuat Rystha hanya mengikuti pergerakan dibawah kendali Keenan. Ia tak punya tenaga untuk menolak dan beradu argumen dengan ketua OSISnya ini. Baru saja kepalanya menyentuh bantal dan Rystha merasa sesuatu memijit kening juga kepalanya. "Lo ngapain?" "Kali aja bisa ngurangin sakitnya." gumam Keenan sambil merapikan surai panjang Rystha dan mengelusnya perlahan, sesekali dengan pijitan lembut pada kepala Rystha. Dan lagi-lagi Rystha hanya bisa diam, memilih menyingkirkan semua rasa penasarannya dan menutup matanya untuk menikmati usapan lembut dikening juga kepalanya. Dan sekian menit kemudian dia sudah mengarungi dunia mimpi. ----- Keirra menatap sekeliling mencari-cari seseorang. Jam pelajaran sudah usai sekitar setengah jam yang lalu, namun sang kakak yang dikhawatirkan justru sama sekali tidak terlihat. Tidak biasanya sang kakak akan menghilang seperti lenyap ditelan bumi seperti ini. "Lo gak ada dikirimin kabar kalo dia mau pulang duluan atau nelat karena mau kemana gitu?" Keirra menatap Axel dan Leo yang bersandar dikap depan mobil Axel dengan tatapan menyelidik. Keduanya menggeleng bersama, karena memang sejak jam istirahat mereka sama sekali tidak melihat Keenan. "Hais kemana sih?" Keirra menendang bebatuan menyalurkan rasa frustasinya yang dengan tidak sengaja justru mengenai pintu samping mobil Alex. "Anjir, mobil gue beret woy!" teriak Axel sambil mendelik, "Gebetan lu parah banget," kini ia beralih melirik Leo yang hanye mengedipkan matanya untuk memberi isyarat pada Axel. Leo tahu Keirra mengkhawatirkan Keenan yang sialnya tak menghubungi siapapun bahkan ponselnya pun tidak aktif. Tidak biasanya Keenan bersikap seperti ini. Menghilang begitu saja tanpa kabar bahkan tak bisa dihubungi sampai sekarang. "Udah tinggal aja. Jugaan Keenan gak mungkin aneh-aneh. Nanti pasti dia ngabarin kok kalo dia gak bisa pulang sendiri." Alex mengangguk membenarkan perkataan Leo. Melirik pada Sena meminta bantuan gadis itu agar Keirra mau pulang dahulu. "Mending lo berdua pulang aja. Mau kita anterin?" Tawar Alex. Sena dan Keirra berpandangan sejenak, lalu mengangguk. Mereka sedang malas untuk berjalan menuju halte dan menunggu bis berikutnya yang mungkin baru tiba setengah jam lagi. Alex bergerak menuju belakang kemudi sedangkan Leo masih membukakan pintu untuk Keirra dan Sena. "Satu kehormatan untuk bisa mengantar kalian wahai para putri yang terhormat." "Basi lo!" Tonyor Keirra lalu memasuki mobil Alex. Melepaskan pikiran bingungnya yang melayang memikirkan kemana sebenarnya Keenan. Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD