Chapter 1 - Lil Sassy Brat

2028 Words
Seperti biasa, SMK Reilon dipagi hari itu jauh dari kata tenang. Para muridnya sibuk dengan rutinitas mereka mengawali hari, apalagi kalau bukan berceloteh atau berteriak meminta contekan tugas sebelumnya? "Lo sanaan dong!" Sena menyenggol bahu Axel yang juga sama sibuk dengan pulpen dan bukunya. "Gue juga belum selesai!" "Wahh sante dong, ngajak tubir lo?!" "Lo bedua ribut banget. Buruan elah udah mau dateng tuh si tonggos." gemas Alea melihat Sena dan Axel yang tak pernah akur itu. "Anjing." "Bangsat." Alea menatap dua manusia didepannya dengan tatapan yang sedikit aneh. Pasalnya dua orang didepannya ini selalu berselisih disetiap keadaan. "Eh, lo gabuat tugas?" Sena menyentakkan pulpennya ke kepala Keirra, pasalnya sejak tiba disekolah Keirra langsung membenamkan wajahnya diatas tas dan tertidur pulas. "Hmm, nanti." "Awas lo kena hukuman sama si tonggos." Leo yang duduk bersebelahan bangku dengan Sena menyahut. "Alah lo sok-sokan. Udah buat lo?" "Udah dong," ujar Leo sambil mengedipkan sebelah matanya pada Alea. Leo memang tipikal penggoda perempuan, tak perduli siapapun. "Najis. Tonggos dateng." Sena membelakkan matanya dan menambah kecepatan menyalinnya, begitu pula dengan Axel. "Anjing! Nomor lima banyak bener." "Buruan ah lo, bacot." Sena terus mengumpat bersahutan dengan Axel. Pasalnya dua manusia itu jika sudah menyalin tugas pasti akan mengumpat. "b******k!" Seketika kelas itu sunyi, menyisakan pandangan aneh dari para siswa juga tatapan mematikan dari sang guru. Siapalagi kalau bukan Pak Tomi. Yang kalau Keirra cs memanggilnya tonggos. "Bisa diulang sekali lagi, Keirra?" Keirra menelan salivanya kasar. Sialan. "Ehm? T-tadi ada yang ngelempar saya pake batu pak." Hening sejenak, namun kemudian kelas itu mendadak gaduh. Pasalnya Keirra sungguh seperti orang bodoh yang tak berfikir sebelum berbicara. Lagian siapa yang akan sempat berfikir untuk mengatakan sesuatu bahkan saat kesadarannya belum sepenuhnya kembali. "Maaf pak." Pak Tomi menghela nafas sejenak sebelum akhirnya kembali bersuara, "Saya ada pengumuman buat kalian semua." Semua siswa kembali fokus pada Pak Tomi, kecuali Keirra cs. Pasalnya perempuan itu sendiri sibuk mengaduk isi tasnya mencari buku tugas Seni Budaya. Sedangkan Sena-Axel-Alea sibuk menyalin. Lain dengan Leo yang santai mengedipkan sebelah matanya pada beberapa siswa yang terlihat lewat jendela. Keenan? Dia sedang sibuk menyandarkan kepalanya pada jendela kelas disampingnya. "Akan ada seseorang yang bergabung dengan kalian dikelas ini. Jadi saya minta kalian bersikap yang baik." ---- Siswi cantik itu menimang ponselnya beberapa saat sampai kamudian memantapkan diri memasuki gerbang sekolah barunya, SMK Reilon. Dia berdecak pelan kala mendapat tatapan aneh dari beberapa siswa yang melewatinya. Siswi itu -Rystha hanya memutar matanya malas lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang kepala sekolah. "Apa dia pindahan baru?" "Norak." "Kayaknya miskin deh. Lihat penampilannya." "Paling ngejar beasiswa." "Ah ati-ati, bisa aja simpenan om-om. Kan lagi jaman." Rystha menarik nafasnya panjang dan menghelanya. Telinganya sudah cukup panas mendengar itu semua. Dia ingin bergerak dan menerjang semua orang itu. Namun egonya menahan. Dia hanya ingin sekolah. Menyelesaikan pendidikannya dan pergi dari sini secepatnya. "Ah, itu dia." Rystha tersenyum saat menatap plang berisikan keterangan ruang kepala sekolah dihadapannya. "Permisi." Rystha mengetuk pelan pintu berwarna coklat itu, namun tak ada jawaban. Sekali lagi ia mencoba dan tetap sama. "Hais, where are you?" Desisnya pelan. Ia berbalik dan menyender pada dinding disamping pintu. "Clarystha Heileey?" Suara berat dan tegas itu terdengar, Rystha menoleh dan tersenyum. "Iya pak. Pak Willis?" Pria itu mengangguk sambil tersenyum. Lalu membuka pintu ruangannya dan mempersilahkan Rystha masuk. Ruangan Pak Willis tergolong sederhana. Hanya beberapa perabotan yang dibutuhkan terlihat, beberapa piala dan piagam yang diatur dengan apik. Membuat kesan sederhana dan elegan menjadi satu. "Duduklah." Rystha mengangguk dan duduk dikursi hadapan Willis. "Semua urusan kepindahanmu sudah selesai, jadi hari ini kau bisa langsung masuk kelas dan belajar dengan teman-teman barumu." "Ah, iya pak. Terimakasih banyak." Rhea mengangguk dan sedikit membungkuk. Kemudian pak Willis menghubungi seseorang, yang tak lama setelahnya muncul seorang pria. "Permisi," "Tomi, ini Clarystha, siswi pindahan baru. Tolong antar dia ke kelasnya." Ujar pak Willis dengan senyuman. Sekali lagi Rystha mengangguk, lalu bangkit dan mengikuti seseorang bernama Tomi tersebut. Kayaknya gue salah nyarik sekolah deh. Rysthaa bergidik saat mereka melewati beberapa siswa yang tampak memandangnya marah. Entah untuk alasan apa. "Tunggu disini." Rystha menghentikan langkahnya saat pak Tomi menyelesaikan kalimatnya. Dia memilih berdiri dibalik pintu yang tidak terlihat dari dalam kelas. "b******k!" Rystha mendadak cengo saat mendengar teriakan itu, teriakan siswa perempuan. Dia sedikit tersenyum lalu kembali memainkan ujung kemeja seragamnya. Beberapa menit kemudian pak Tomi memanggilnya untuk memasuki kelas. Dengan langkah perlahan Rystha memasuki kelas itu. Mungkin sama besarnya dengan kelas lamanya, yang berbeda hanya tatapan sambutan dari teman-teman barunya. Berbalik 180 derajat. "Perkenalkan dirimu." Rystha mengangguk lalu menghela nafas sesaat. "Emm, perkenalkan nama saya Clarystha Haileey. Saya mohon bantuannya." Beberapa siswa membalas senyumnya namun ada juga yang menatapnya aneh. Mereka terus memandangi Clarystha yang tampak cupu. Seragam kebesaran, ransel besar dan tampak berat, rambut ekor kuda kecoklatan, dan kacamata bulat yang tertengger dihidung mancungnya. "Pindahan mana?" Salah satu siswi menatap datar Rystha. Yang dibalas tatapan tak kalah dingin dari Rystha. "SMA Taruna." Tawa kelas itu meledak seketika, bisik-bisik segera terdengar dan memandangi Rystha dengan tatapan merendahkan. "Sudah, sudah." Pak Tomi mengisyaratkan siswanya untuk tenang. "Sena. Axel. Kenapa kalian disana?" Pak Tomi menatap heran dua siswanya itu duduk sebangku. Dibelakangnya duduk Keirra-Alea, lalu dibelakangnya lagi ada Keenan. Sedangkan Leo? Sudah melanglang buana dengan duduk disebrang tempat duduk Sena, menggoda Tika. Susunan yang berantakan. Para siswa seketika diam. Bagi Keirra cs memang sudah biasa bertukar tempat dan duduk dimanapun mereka mau. "Leo, pindah ke bangku belakang." Pak Tomi menunjuk bangku paling belakang, bersebelahan dengan Keenan. "Axel kamu kesamping Keenan." Telujuknya menunjuk bangku kosong disamping Keenan. "Kalian tukar posisi," kini ia menujuk Keirra juga Sena. "Alea kamu sama Keirra, biar Clarystha sama Sena." Pak Tomi memicing saat siswanya sama sekali tidak bergerak. "TUNGGU APALAGI?!" Seketika para siswa itu cepat-cepat pindah posisi, mengikuti instruksi yang diberikan oleh pak Tomi. "Bagus, Clarystha kamu bisa duduk disana." Ujarnya lagi. Rystha mengangguk dan berjalan menuju bangku Sena. Sena bangkit dan memberi jalan untuk Rystha, dengan senyuman dia memasuki bangku dan mulai duduk tenang. "Kerjakan tugas kalian, saya balik di jam pelajaran kedua." Ujar pak Tomi sambil berjalan keluar kelas. Rystha menyenderkan kepalanya pada jendela disampingnya. Menghela nafasnya kasar, sepertinya bukan pilihan yang baik untuk pindah kesini. "Eh, lo beneran dari Taruna?" Rystha mengerjap pelan, lalu menatap Sena yang sudah memandangnya, juga Keirra, Alea, Axel dan Leo yang entah sejak kapan sudah duduk memepet Keirra dibangkunya. "Sempit anju," desis Keirra saat Leo mendorongnya untuk memberikan tempat duduk baginya. "Hmm." Rystha mengangguk sambil bergumam membenarkan. "Tapi kok lo bisa diterima disini?" Rystha menatap bingung Alea, ia sama sekali tak mengerti. "Memang kenapa?" "Sorry ya, tapi Smaruna itu kan udah terkenal sekolah lonte." Deg. Rystha merutuki dirinya sendiri, seharusnya dia bisa memilih sekolah mana yang akan jadi jawaban asal kepindahannya. Bukan asal menemukan nama sekolah dan menggunakannya tanpa tahu skandalnya. "Ah, engga juga sih." Ujar Rystha kikuk. "Ya namanya l***e mana mau ngaku? Sekarang aja polos, nanti malem dipolosin sama om-om." Keirra seketika menoleh dan melayangkan tatapan sinis pada gadis yang tengah menyisir rambutnya yang klimis itu. "Lo-" "KRISTIN!" Untuk pertama kalinya dihari selasa pagi Keenan mengeluarkan suaranya. Kepalanya yang sedari tadi menyender pada jendela tak juga bergerak. Namun sorot matanya mengatakan -hentikan. "Udah gausah didengerin, dia l***e disini." Keirra memutar matanya malas pada Kristin. Namun sama sekali tak dibalas oleh Kristin. Apalagi jika bukan karena tatapan Keenan yang seolah siap melahapnya jika sampai dia berani melukai Keirra. Satu sekolah tahu bahwa Keenan adalah guardian Keirra, tapi tak ada satupun yang tahu bahwa sebenarnya mereka kembar meskipun rupa mereka terlihat sama. Mereka justru menganggap bahwa Keirra dan Keenan adalah sepasang kekasih. Dan tentunya Keirra juga Keenan tak membantah, karena Keirra sama sekali tak suka berhadapan dengan fans-fans kakak yang sudah seperti kacang goreng itu. Dimana-mana. "Ah ya? Dimana lo tinggal?" "Modus lo! Mau ngegebet kan?!" Sena menonyor kening Leo cukup keras, membuat Leo tertawa. "Enggak kok, kan udah ada Keirra." Ujar Leo sambil mencolek Keirra. Membuat Keirra melayangkan tatapan dinginnya saat itu juga. Satu hal juga yang diketahui seluruh SMK Reilon, sang ketua osis akan sangat marah ketika seseorang menggoda Keirra, namun tidak bagi Leo yang sama sekali tak terpengaruh oleh pandangan tajam Keenan padanya. Hobinya memang menggoda Keirra. "Dimana?" Kali ini Axel yang bersuara, menatap Rystha lekat seolah menunggu jawaban yang penting. "Di perum citraloka." Ujar Rystha pelan. Sena mengangguk lalu tersenyum, "Eh kantin kuy. Laper." "Cus." "Gas." "Kuylah," Baik Sena, Keirra, Axel dan Leo langsung bangkit dan berjalan meninggalkan kelas. "Gue gaikut ya, tugas gue belum selesai." Ujar Alea sambil menggedikkan bahunya pada buku tugas. "Lo gak ikut?" Sena menatap Rystha yang dijawab gelengan oleh Rystha. "Bang, kagak ikut ngantin?" Leo menatap geli Keenan yang masih sibuk menyenderkan kepalanya di jendela. Tak ada jawaban. Dan itu artinya dia sama sekali tak ingin diganggu. Empat siswa itu akhirnya beranjak meninggalkan kelas, berjalan beriringan menuju kantin. "Raa, kok gue masih gak habis pikir ya?" Sena memeluk lengan Keirra sambil menerawang. "Sekolah kita kan sama sekali gak nerima siswa dari Smaruna. Itu udah kayak larangan gak tertulis." "Yaudah sih, mungkin beasiswa." "Emang encer?" Kali ini Axel memandang tiga temannya secara bergantian. "Mungkin aja." "Assaa, gue bisa nyontekin dia kalo gitu." Sena bertepuk tangan girang. Membuat Keirra menatapnya malas dan duduk dimeja kantin. "Gue bakso," teriak Keirra saat melihat Sena menjauh untuk memesan makanan. ---- Jam menunjukkan pukul 12.18 saat Rystha mulai merasa pusing. Ia meremas pelan ujung roknya, mengerjapkan matanya pelan berharap fokusnya kembali penuh. "Murid baru, kenapa kamu?" Pandangan seluruh kelas menatap Rystha bersamaan. Membuat Rystha sedikit panik namun tetap memasang wajah tenangnya. "Gapapa bu." "Kamu sakit?" "Engga bu, saya gapapa." Ujar Rystha meyakinkan. Meski perutnya sudah sangat sakit sekarang. Ia lupa bahwa hari ini tanggalannya. Dan ia tak membawa pembalut. Bodohnya. "Kalau sakit, ke UKS aja." Rystha mengangguk, lalu kembali fokus pada pelajaran. Suasana kelas menjadi hening kembali, entah karena menelaah pelajaran atau justru bermeditasi saat bu Murti sudah sibuk menjelaskan banyak rumus-rumus fisika. "Sen," Rystha berbisik saat Sena tampak sibuk dengan ponselnya. "Hmm.." "Bawa pembalut gak?" "Hah?" "Gue dapet." "Lupa gabawa pembalut." Sena menggeleng pelan lalu mengaduk isi tasnya. Dan dia mendapatkan yang dicarinya. "Udah bocor?" "Gatau juga. Tapi udah keluar." "Ke kamar mandi aja, cek." Sena menyodorkan kantung plastik hitam berisi pembalut pada Rystha, yang segera diterima Rystha dan kemudian meninggalkan kelas setelah meminta ijin. "Gue denger dia dari Smaruna." "l***e dong?" "Sok polos banget anjing." "Tunggu aja, nanti bakal kelihatan kok kedoknya." "l***e ya l***e aja, gausah sok makr baju kegedean biasanya juga gamake baju." Shit. Rystha mengumpat dalam hati setelah mendengar hujatan yang ditujukan padanya itu. Belum lewat sehari dia sekolah dan sudah menjadi bullyingan disekolah baru. Ia ingin menerjang jika saja tak ingat dia harus menyelesaikan pendidikannya tanpa harus membongkat identitasnya lebih dalam. Dengan cepat ia memasuki bilik kamar mandi. Lalu mendesah lega saat tak melihat bercak kemerahan di celana dalamnya. Dengan segera ia memasang pembalut dan mengenakan kembali celana dalamnya. "Sialan banget emang si Keirra. Apa bagusnya sih tu anak? Cantikan gue dari mana-mana." Rystha menahan diri dan tetap berada didalam bilik toilet saat mendengar suara beberapa siswi didepan biliknya. "Yaiyalah, Sha. Tapi masa mereka jadian sih?" "Kayaknya enggak deh." "Tapi lihat dong gimana Keenan sama Keirra. Gue gak pernah bisa ngehukum tuh cewek padahal kan gue waketos." "Gue denger kemarin dia dihukum deh, bukan disuruh diem di ruangan ketos tapi disuruh buat janji siswa. Gatau berapa kali pokoknya sampek hampir empat doubelfolio." "Segitu doang? Cih." "Kan permulaan, nanti kebelakangnya bakal makin berat pasti." "Iya bener. Udah tenang aja, lo bakal dapetin Keenan kok." Dan suara terakhir itu mulai terdengar sayup-sayup. Sepertinya tiga perempuan itu sudah meninggalkan toilet. Rystha perlahan keluar dari bilik, merapikan seragam juga ekor kudanya kemudian meninggalkan toilet. Sampai kemudian berpapasan dengan Keirra dan Sena. "Kantin bareng, kuy." Ujar Sena sambil menarik Rystha mendekat. "Alea?" "Jarang kekantin, kalo laper nanti juga nyusul." Ujar Sena santai. Keirra tampak sibuk dengan ponselnya sampai mereka tiba dikantin dan memilih duduk disalah satu meja disudut kantin. "Lo semua dari kelas satu sekelas?" Tanya Rystha memecah keheningan. Keduanya menggeleng. "Gue sama Keenan dari IPA 2, Keirra sama Axel IPA 3 sedangkan biang kerok dari IPA 4." Jelas Sena. "Leo?" "Heumm.." "Dia suka sama lo?" Rystha menatap Keirra penasaran. "Dia memang hobi godain Keirra." Sena tertawa saat menyelesaikan kalimatnya. "Bukannya lo sama Keenan pacaran?" Keirra mendadak tersedak, sedangkan Sena menatap Rystha tak percaya. "Keirra? Pacaran? Sama Keenan?!" "L-lo denger darimana?" Tbc.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD