2

1098 Words
2 "Hello!!!!" Dia melambai-lambaikan tangannya di depan wajahku. Aku kembali menetralkan ekspresi bodohku lalu memasang wajah datar. Sementara itu, Rick tertawa terbahak-bahak di dalam pikiranku mendengarkan dia mengataiku orang gila. "Apa kau bilang?" tanyaku tidak percaya karena mate ehh ralat mantan mate mengatakanku gila. Seorang alpha terkuat nomor 3 malah di katain gila. Untung aku masih berbaik hati dan tidak memenggal kepalanya itu. "Anda kayaknya pasien RSJ deh!!" ucapnya lalu menyeret tanganku dengan kuat. Lagi-lagi aku hanya menatapnya cengo. "Kau bodoh sekali hahaha." ejek Rick. "Dasar gila haha." ejek Rick lagi. "Diamlah!" bentakku. Dia terus menyeretku. Setelah kesadaranku terkumpul sepenuhnya aku segera melepaskan genggaman tangannya dari tanganku secara kasar dan paksa. Perlu aku akui kalau jantungku berdegup kencang di dekatnya. Apalagi saat dia menyentuh tanganku. Rasanya sangat menyenangkan saat tangan halus dan lembutnya menyentuh tanganku. Apa yang kupikirkan tadi?! "BERANI SEKALI KAU MENYERETKU!!!" "Sabar dong!! Jangan main ngebentak gue," katanya dengan tangan yang terlipat di depan d**a. Santai sekali dia. "Mending lo pergi sana atau gue laporin lo ke rumah sakit jiwa." usirnya di sertai dengan ancaman konyolnya. "Ingat itu!! Aku sudah merejectmu." Kecamku sinis. "Ya ya ya. Terserah deh. Mate? Reject? Apaan tuh? Dasar orang gila!" kekehnya sinis lalu pergi meninggalkanku yang masih diam mematung di tempat layaknya orang bodoh. Rick marah padaku karena aku mereject mate kami. Untuk apa mempunyai mate kalau sejelek dia? Yang ada, aku akan menjadi bahan bullyan alpha lain dan orang-orang di luar sana. Setelah kejadian itu, aku pulang ke pack dengan perasaan yang bercampur aduk. Perasaan asing tiba-tiba saja menyusup ke relung hatiku, semacam perasaan bersalah dan tidak rela. Hatiku rasanya juga sangat sakit. Aku berusaha mengabaikan semua itu dengan mengerjakan tumpukan berkas yang berada di atas meja kerjaku. **** Nabila POV. "Hello!!!!" sapaku padanya sambil melambaikan tanganku di depan wajahnya yang kuakui sedikit tampan. Tapi lebih tampan Nam Joo Hyuk deh daripada wajahnya. Dia kembali menetralkan ekspresi wajahnya yang terlihat bodoh tadi dan memasang wajah datar. Jujur, aku hampir saja menyemburkan tawaku melihat wajah bodohnya. "Apa kau bilang?" tanyanya kemudian dengan nada tidak percayanya. Mungkin karena aku mengatainya orang gila. "Anda kayaknya pasien RSJ deh!!" ucapku lalu menyeret tangannya dengan kuat. Lagi-lagi dia hanya menatapku cengo saat aku meliriknya sekilas. Dasar! Aku sampai tak bisa berkata-kata karenanya. Siapa coba yang nggak kaget?? Dia tiba-tiba nongol bak jilangkung dan mendorongku ke dinding lalu mengatakanku matenya. Di susul dengan kata-kata anehnya tadi. Gila kan?? Aku terus menyeretnya hingga dia melepaskan genggaman tanganku darinya secara kasar dan paksa. Selow dong, boy! "BERANI SEKALI KAU MENYERETKU!!!" "Sabar dong!! Jangan main ngebentak gue." Aku melipat tanganku di depan d**a. "Mending lo pergi sana atau gue laporin lo ke rumah sakit jiwa." usirku di sertai dengan ancaman. "Ingat itu!! Aku sudah merejectmu." Dasar pria gila, sinting, gak waras! Eh, apa bedanya ya antara gila dan gak waras? Ok. Abaikan! "Ya ya ya. Terserah deh. Mate? Reject? Apaan tuh? Dasar orang gila!" kekehku sinis lalu pergi meninggalkannya yang masih diam mematung di tempat seperti orang bodoh. Aku kembali ke tempat Risa memilih baju tadi. Ternyata dia sudah selesai membayar dressnya dan dressku tadi. Katanya aku tidak perlu membayarnya karena dia yang traktir. Orang kaya mah bebas haha. "Ishh... Kok lo lama banget sih?" kesalnya kemudian sembari menghela nafas kasar. "Hehe. Sorry. Tadi gue ketemu sama salah satu pasien RSJ yang kabur dari rumah sakit." "Hah?? Kok bisa?" tanya Risa kaget. Sumpah! Wajahnya itu ucul banget tau pas lagi kaget. "Tadi setelah gue keluar dari dalam toilet dia menarik tangan gue dan mendorong gue ke tembok lalu dia mengatakan mate gitu deh. Gila kan?" "Yang benar?? Dimana dia sekarang?" tanya Risa histeris sambil celingak-celinguk seperti anak kecil yang terpisah dari orang tuanya. Aku menatapnya dengan tatapan aneh. Sahabatku ini sehat kan? Waras kan? Tadi dia kaget dan sekarang dia malah histeris. Hadehh, dasar bocah! "Kok lo jadi histeris gitu?? Apa jangan-jangan lo ketularan tuh virus?" Aku masuk ke dalam mobil karena sudah berada di parkiran. Risa juga menyusul masuk ke dalam mobil. Dia menatapku dengan tatapan serius. "Seperti yang gue baca di cerita-cerita novel, biasanya yang mengatakan kata 'mate' adalah Werewolf, demon, atau makhluk immortal lainnya. Dan mate itu artinya pasangan hidupnya, pasangan abadi yang di takdirkan oleh moongoddes. Dan menurut gue orang itu adalah Werewolf." Aku mendekati Risa lalu menyentuh keningnya dengan punggung tanganku. Aku mengernyit heran. "Nggak panas kok." "Gue serius tahu." kesal Risa dengan bibir yang maju beberapa centi. Asal kalian tahu, Risa paling suka membaca cerita Werewolf bahkan sampai mengkhayal seperti sekarang ini. Sebagai sahabat tentu saja aku khawatir. Khawatir khayalannya itu akan membuatnya gila dan berakhir di rumah sakit fantasy. Ups, maksudnya rumah sakit jiwa. "Mana mungkin di dunia ini ada mereka. Aneh-aneh aja lo." dengusku geli. "Trus dia bilang apa aja?" tanya Risa penasaran. "Hmm, bilang reject gitu, entahlah. Gue lupa, lagipula nggak penting banget." "Huhh. Sedihnya nasib sahabat gue ini. Nanti lo nggak dapat jodoh gimana?" Risa mendramatis sambil memeluk tubuhku. Aku mendorong keningnya. "Lebay. Gue nggak percaya begituan." dengusku kesal. "Mereka itu pasti ada tau." "Iyain aja biar cepat. Kita pulang sekarang. Gue yang nyetir ya!" Jengah mendengar dia berbicara ngelantur terus. Akhirnya mobil melaju menuju ke apartemenku. Macet. Salah satu hal yang paling kubenci. Dan sekarang aku mengalaminya. "Ris, main tebak-tebakan yuk?!" "Oke. Kasih tebakan gue duluan, ntar gue jawab." Risa menoleh ke arahku. "Aturannya cuma 1 kali jawaban ya! Yang kalah harus menerima tantangan dari pihak yang memberi tebak-tebakan." "Oke." "Orang mati tinggal namanya, jika mantan mati tinggal apanya dong?" "Napa gitu tebak-tebakannya. Emang ada ya?" "Kan gue yang buat. Terserah gue aja dong mau kasih tebak-tebakan apa." Risa mendengus dan berpikir. "Tinggal nama?" "Salah!" "Kok gitu, dia kan manusia juga." "Salah lah! Mantan mati tinggal kenangan dong. Dia kan pernah menjadi salah satu orang penting dalam hidup lo haha." Risa berdecak. "Tantangannyaa~" "Apa?" sahutnya malas. "Bilang AKU CINTA KAMU ke banci itu, lalu cubit pipinya." perintahku sembari menunjuk banci yang memakai dress dan make up menor. "WTF?!" "Gak boleh nolak loh." Aku menyeringai. Risa menghela nafas pasrah. Dia melongokkan wajahnya ke arah banci. Tanpa Risa sadari, aku mengambil hpku dan memvideokannya. "Hei, cong. Sini." Risa melambai-lambaikan tangannya ke arah banci itu. Dengan patuhnya, si banci mendekati mobil kami. "Ada apa, cyin?" tanyanya dengan suara khas bancinya. Susah payah aku menahan tawaku melihat Risa yang hendak muntah. "Kok diam saja, cyin? Eykeh kepanasan inih. Cyin punya minum tak? Atau kipas? Eykeh kaga kuat." Hahahaa. Ingin sekali aku tertawa kencang tapi aku tahan. "Aku cinta kamu." Risa mencubit pipi b*****g itu dan segera menutup kaca mobil. Dan aku tidak dapat lagi menahan tawaku. "Sa, videonya ada di gue loh. Gue sebarin gapapa kan?" godaku. "NABILA SIALAN!!" Aku terbahak mendengar umpatannya. -Tbc-
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD