3

1130 Words
3 Nabila POV. Jam setengah enam pagi aku terbangun dari tidurku. Setelah nyawaku terkumpul sepenuhnya baru lah aku masuk ke dalam kamar mandi. Kan gak lucu kalau dalam keadaan setengah sadar aku berjalan ke dalam kamar mandi dan berakhir terpeleset dan mencium closet. Satu jam kemudian aku sudah siap dengan style nerdku: ~rambut gold di kepang dua. ~kacamata bulat yang bertengger di hidung mancungku. ~tompel di pipi sebelah kiri. Yah, di sekolah aku memang memakai tompel, kalau di luar sekolah aku gak memakai tompel. Lagipula tidak akan ada yang sadar bukan? Aku itu cuma upik abu yang tak di perhatikan sama sekali. Mereka taunya hanya membully dan menghinaku. ~make up untuk menutupi kulit putih dan mulusku. ~baju kebesaran di tubuh mungilku. ~rok 10 cm di bawah lutut. ~sepatu berwarna hitam. ~tas yang sedikit lusuh. ~membawa sebuah novel agar terlihat seperti kutu buku. ~softlen mata berwarna hitam. Fiuhhh.... Sebenarnya aku malas sekali memakai penyamaran seperti ini, tapi mau bagaimana lagi. Terpaksa. Penampilanku yang biasanya seperti seorang ratu sekarang malah menjadi seperti pelayan, bahkan lebih buruk dari pelayan. Sebenarnya Risa sudah menyuruhku untuk membongkar identitasku tapi aku mengabaikannya. Aku keluar dari dalam apartemen, berjalan kaki selama beberapa menit hingga sampai ke halte bus. Seperti ini lah kebiasaanku yaitu berangkat dengan bus, walaupun aku mempunyai mobil mewah tapi aku tidak mau membawanya ke sekolah karena takut ketahuan oleh penduduk sekolah. Tak lama kemudian bus yang kutunggu datang juga. Segera saja aku naik agar tidak ketinggalan. Di dalam bus aku duduk di bangku yang kosong, kebetulan hanya tersisa satu. Bus kembali berhenti, dan naik lah seorang nenek tua ke dalam bus. Dalam diam aku memperhatikan tubuh rentanya. Dia terlihat menghela nafas lelah seraya memegangi pinggangnya. "Nenek duduk disini aja." tawarku kemudian karena tidak tega membuat orang tua sepertinya berdiri di bus. "Nggak usah, nak." tolaknya halus. Aku tersenyum dan berdiri. "Nggak usah sungkan, nek. Duduk aja. Nabila gak apa-apa kok berdiri." Aku menuntun nenek itu duduk di atas kursi. Nenek itu tersenyum lembut kepadaku. "Makasih, nak." Aku balas tersenyum. "Sama-sama, nek." **** Setibanya di sekolah banyak murid yang menatapku dengan tatapan sinis, benci, jijik, dan lain-lainnya. Tapi aku hanya memasang wajah datar dan dinginku. Sudah biasa! Di kelas aku segera menuju tempat dudukku yang berada di pojok nomor 2 paling belakang sebelah kanan. "Nabila kembali menjadi si buruk rupa." celetuk Risa yang merupakan teman sebangku aku. Aku hanya menanggapinya dengan tawa kecil lalu mengedipkan mata kananku. "Kalau gue menjadi Nabila cantik, nanti banyak yang iri sama gue." ujarku percaya diri sambil terkekeh. "Iya sih hahaa." "Oh iya! Ada gosip loh, katanya ada anak baru yang masuk ke kelas kita. Dia memiliki wajah yang sangat tampan. Gue gak sabar deh melihatnya langsung." Cerita Risa dengan antusiasnya. "Oh." Kalau masalah beginian sih aku nggak tertarik, mending baca novel. "Kok lo cuek gitu sih?? Memangnya lo nggak penasaran?" Risa menatapku sambil menopang dagunya dengan telapak tangan. "Nggak." balasku cuek seraya membuka novel dan mulai membacanya. Tenggelam dalam fantasy yang dibuat author. **** Author POV. Kriiing.. Kriiing Karena Nabila keasikan membaca novel dia sampai tidak menyadari bel masuk sudah berbunyi. "Morning, students!! How are you today?" sapa bu guru. Para murid yang berada di dalam kelas Nabila membalas sapaan guru tersebut dengan semangat. Guru itu merupakan salah satu guru kesukaan kelas Nabila. Namanya Miss Nesa. Dia tidak galak dan paling mengerti dengan keadaan siswa. Walau Miss Nesa tidak galak, para siswa sangat segan kepadanya. "Anak-anak, kalian kedatangan teman baru." Para siswi langsung bersorak histeris kecuali Nabila tentunya. Bahkan yang parahnya, ada pula yang langsung mengambil kaca dari dalam tas dan bercermin. Memperbaiki riasan wajah dan rambutnya dengan santai. "Tenang!" tegur Miss Nesa. "Jackson ayo perkenalkan dirimu." Miss Nesa menatap murid laki-laki yang berada di sampingnya dengan senyuman kecilnya. Dengan wajah yang datar, siswa baru yang bernama Jackson itu memperkenalkan dirinya. "Jackson Helix," katanya singkat yang berhasil membuat seisi kelas melongo tak percaya. Pria itu mengedarkan pandangannya ke segala arah untuk mencari sumber aroma strawberry yang menenangkan dan membuat jantungnya berdegup tak karuan. Deg! Jantungnya berdetak sangat kencang saat matanya menangkap sesosok gadis jelek yang berada di barisan paling belakang sedang melototi novelnya. Siapa lagi kalau bukan Nabila. Ditatapnya sang mate dengan tatapan yang tidak dapat di artikan. "Mate! Mate!" seru Leo meraung-raung di dalam pikiran Jack semenjak tadi, semenjak Jack berada di depan kelas. "Aku tau. Diam lah!" tegur Jack kesal. Kepalanya pusing mendengar raungan bahagia serigalanya. "Aku tau mate kita itu jelek, tapi jangan sekali-kali kau merejectnya!" tegur Leo penuh penekanan. "Diam!" Jack memutus mindlink mereka secara sepihak. "Ekhem." deheman Miss Nesa membuat Jack menolehkan kepalanya ke arah sang guru. "Apakah ada yang ingin kalian tanyakan ke Jackson?" Miss Nesa mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kelas. Para siswi mengangkat tangan mereka dengan antusias. Jangan lupakan senyum manis yang terbit di bibir mereka. Berharap si anak baru jatuh cinta melihat senyuman manis mereka. Menjengkelkan, batin Jack. "Ya, Yela? Kau ingin menanyakan apa?" "Siapa nama panggilanmu, Jackson?" "Jack." sahut Jack singkat dan padat. "Pindahan dari sekolah mana?" "Gerhana High School." "Berapa bersaudara dan anak ke berapa?" "Anak tunggal." "Dimana alamat rumahmu?" "Aku tidak memberitahukan alamat rumahku pada orang asing." ketus Jack. Membuat bahu para siswi meluruh ke bawah, padahal mereka sudah merencanakan akan main ke rumah Jack. "Berapa umurmu?" "18 tahun." "Makanan kesukaan?" "Daging." "Minuman kesukaan?" "Air." Jawaban Jack kali ini berhasil membuat para siswi gemas. "Warna kesukaan?" "Hitam." "Sudah punya pacar?" "Belum tapi sudah mempunyai pasangan hidup." Lagi-lagi para siswi berdecak kesal karena incaran mereka sudah memiliki pasangan hidup. "Cukup! Jack pasti lelah menjawab pertanyaan kalian. Jack, kamu boleh duduk di belakang Nabila. Perempuan yang menunduk itu." Miss Nesa menunjuk Nabila yang masih asik dengan novelnya. Jack mengangguk singkat lalu berjalan ke kursinya. Setelah duduk manis di kursinya yang ia lakukan hanya lah, menatap matenya dari belakang. Jack bersyukur di dalam hati. Walaupun matenya jelek, setidaknya ia sudah menemukan matenya. Lagipula kecantikan fisik bukan lah segalanya di dunia ini. Tapi kecantikan hati lah yang paling penting. Risa yang menyadari tatapan Jack terus mengarah kepada Nabila pun mencolek lengan gadis itu. Awalnya Nabila tidak merespon, tapi lama kelamaan Nabila menjadi risih karena kegiatan Risa sangat menganggu konsentrasi membacanya. Nabila mengalihkan pandangannya dari novel ke Risa sambil menaikkan sebelah alisnya, seolah bertanya 'apa?' "Dari tadi Jack menatap lo terus. Lo kenal sama dia?" bisik Risa. Walaupun berbisik tapi Jack masih bisa mendengarkan pembicaraan mereka. Jangan lupakan fakta bahwa Jack adalah werewolf yang mempunyai indra pendengaran yang sangat tajam. "Jack?" tanya Nabila bingung. "Aduhh, Nabila sayang. Jack itu anak baru yang gue ceritain tadi, makanya jangan sibuk sama dunia sendiri." celoteh Risa sambil mencubit pipi Nabila gemas. Nabila hanya mengeluarkan cengiran cantiknya karena sudah berulang kali dia mengabaikan keadaan di sekitarnya kalau sudah membaca novel. Sementara itu, Jack hanya bisa mengamati tubuh mungil matenya dari belakang dengan jantung yang berdegup kencang. Ternyata rasanya semenyenangkan dan sebahagia ini saat menemukan mate. Pikirnya sambil tersenyum tipis, saking tipisnya tidak ada yang menyadari bahwa ia sedang tersenyum. -Tbc-
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD