Part 1-Gunung Lawu

1386 Words
HAPPY READING ~~~     Alunan musik terdengar di kamar bernuansa putih, dengan kondisi kamar yang berantakan. Baju kotor berserakan di lantai dan pintu lemari yang terbuka lebar. Jangan lupa dengan isi lemari yang sudah tidak pada tempatnya.     Pemilik kamar sibuk mengemasi barang-barang penting yang akan ia bawa nantinya, menutup resleting tas terakhir dan tesenyum lega.     Ia berbalik, menatap kondisi kamarnya yang sudah seperti kapal pecah. Dengan malas ia mengambil satu persatu baju yang berserakan di lantai.      Memasukkannya begitu saja ke dalam lemari dan menutupnya. Ia melangkah menuju kamar mandi yang berada di ujung kamar, membasuh wajahnya agar terlihat lebih segar dari sebelumnya      Ia mengambil tas yang sudah disiapkannya, mematikan musik yang sempat terputar di dalam kamar. Melangkah keluar dari kamar dengan membawa dua tas sekaligus.     “Lama banget, baru mau gue samperin."      Ia menaikkan sebelah alisnya, “ya sorry, abisnya lo semua dateng ke rumah gue pagi-pagi banget. Belum beres-beres juga gue nya.”     “Malemnya tuh disiapin Dinasaurus.”     Perempuan bernama Dina berdecak sebal, kakinya menendang temannya yang tertawa, “gak usah mulai deh.”     “Akhirnya tuan putri turun juga.”     Suara tersebut membuat Dina dan temannya menoleh ke sumber suara. Ia melangkah mendekat kearah teman-temannya yang sudah berkumpul di ruang keluarga.     “Berapa hari kita di sana?” Tanya Dina seraya menatap teman-temannya satu persatu.     “Seminggu.”     Dina menganggukan kepalanya mengerti, ia memberikan kedua tasnya pada Bara yang sibuk memasukkan barang bawaan milik teman-temannya ke bagasi mobil bersama Darma.     “Inget ya, kita di sana mau naik gunung. Lo tau kan di mana pun kita berada harus tau sopan santun. Apalagi Bara sama Darma sering banget ngomong kasar, kalau bisa puasa dulu, jangan ngomong kasar selama seminggu.”      Darma yang baru selesai mengangkat barang bawaan milik teman-temannya mendengus seraya duduk di samping Dina, “susah, udah mendarah daging,” ucapnya.     Dina menepuk bahu Darma beberapa kali dengan pelan, “I feel you.”     Darma berdecak, ia menyingkirkan tangan Dina yang terus menepuk bahunya.     Beni mendengus, “usahain harus bisa, jangan sembarangan ngomong.”     “Hm,” dehem Darma.     Bara menghela napas, ia menatap teman-temannya satu persatu, “berangkat sekarang aja yuk, udah mau siang juga. Lagian udah pada siap semua, tinggal berangkat.”     Mereka semua menganggukan kepalanya, beranjak dari ruang keluarga dan melangkah keluar menuju halaman rumah Dina. Tempat mobil milik Bara terparkir rapi di sana. Mulai hari ini hingga seminggu ke depan mereka akan mendaki salah satu gunung di Indonesia.      “Gue tengah,” ucap Rita saat melihat Dina yang ingin mengambil posisi duduk di kursi tengah.     Dina berdecak sebal, “secara gak langsung lo ngusir gue dan nyuruh buat pindah ke belakang.”     “Emang iya.”     Bara membuka pintu kemudi, mengecek persediaan bensin yang tersisa. Darma duduk di samping kemudi, ia sibuk memainkan tape recorder untuk memilih music yang sekiranya seru untuk mereka dengarkan selama perjalanan.     Di bagian tengah mobil ada Rita dan Beni, sedangkan di bagian belakang ada Dina dan Tiara. Bara menoleh ke belakang, menatap teman-temannya.     “Siap?”     Mereka mengangguk tanda siap untuk berangkat, baru menyalakan mesin mobil seorang perempuan dengan tas di punggungnya mengetuk kaca jendela mobil. Bara menurunkan kaca mobil, begitu pun dengan Beni yang duduk di belakang kursi Bara.     “Mau ngapain lo?”     “Gue ikut.”     Beni mengerutkan dahinya dengan bingung, “bukannya lo nolak ikut ya, kenapa bisa berubah pikiran.” Perempuan tersebut mendengus, “gue pikir-pikir lagi, dan final keputusan gue. Ikut mendaki gunung.”     Dina yang posisinya duduk di belakang Beni membelalakan matanya tidak terima, “lo ngapain sih Ran?!” Perempuan bernama Rania tersebut berdecak sebal, “ikut.”     “GAK!!”     Rania berdecak sebal, “pokoknya gue ikut, udah bawa tas sama perlengkapan mendaki.”     Dina mengacak rambutnya dengan kesal, “kenapa sih hidup gue gak jauh-jauh sama pelakor kaya lo!!”     Rania berdecak sebal, “bodo amat.”     Beni menghela napas, ia membuka kunci mobil dan mempersilahkan Rania untuk masuk ke dalam mobil.     “Ben!!” Dina membelalakan matanya tidak terima.     Beni turun dari mobil, mempersilahkan untuk Rania masuk ke bagian belakang mobil. Rania tersenyum senang, ia langsung masuk dan duduk di tengah-tengah antara Dina dan Tiara.     “Argh!!!”     Rania memutar bola matanya malas, “berisik."     Beni menutup kembali pintu mobil, ia menyandarkan tubuhnya seraya memejamkan matanya sekilas, “sebenernya gue gak terlalu suka kalau mendaki gunung dengan jumlah ganjil.”     “Gue juga,” celetuk Dina dengan menatap sinis Rania.     Rania berdecak sebal, “lo terlalu percaya mitos-mitos yang ada di gunung tau gak.”     Beni menghela napas, ia mengabaikan ucapan Rania. Dirinya malas berdebat sekarang, ia menatap keluar jendela mobil. Menatap jalanan kota Jakarta yang padat.     “Ada lo jadi sempit,” ucap Dina ketus.     Rania mendengus, ia menoleh kearah Tiara yang sedari tadi diam, “lo keberatan gak gue duduk di sini?!”     Tiara menggelengkan kepalanya pelan.     “Tiara aja gak keberatan, lo kok ribet banget.” Rania menyandarkan tubuhnya, memainkan ponselnya tanpa mempedulikan Dina yang terlihat kesal.     Merasa diabaikan oleh Rania, Dina mengambil earphone putih dan menyambungkannya dengan ponsel.     Menyumpal kedua telinganya dengan earphone, mengabaikan kekesalannya pada Rania yang ia cap sebagai perusak hubungan dirinya dan mantan pacar sebulan yang lalu.     “Oya… kita mau mendaki gunung apa?” Tanya Rania tanpa mengalihkan tatapannya dari ponsel.     “Gunung Lawu."     Rania menganggukan kepalanya mengerti, “oh.”     Beni menghela napas pelan, “inget ya, jangan aneh-aneh di sana. Itu gunung, kita gak tau ada apa di gunung itu.”     Darma yang duduk di samping Bara berdecak sebal, membalikkan tubuhnya dan menatap Beni dengan kesal, “lo udah ngomong berapa kali soal itu?!”     “Gue cuman ngingetin aja, kalian suka lupa. Jangan aneh-aneh pokoknya.”     Darma berdecak, “iya.”     Rania menepuk bahu Beni dengan pelan beberapa kali, “selagi kita bisa jaga sikap, semuanya baik-baik aja. Lo gak usah khawatir.”     Beni mendengus, ia mengalihkan tatapannya kearah luar jendela mobil, “iya kalau pada gak aneh, temen gue kelakuannya aneh semua. Kadang suka bikin emosi, gimana gak khawatir,” gumamnya pelan. •••     Malam hari mobil yang dikemudikan oleh Beni sudah memasuki daerah Jawa Tengah. Jalanan pada malam itu cukup lengang, membuat Beni mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Ia melirik kearah Bara yang sibuk memainkan ponselnya.     “Bara.”     “Hm.”     “Lo gak tidur?”     Bara mengalihkan tatapannya kearah Beni, “kenapa emang?”     “Istirahat selanjutnya gentian lagi, dari istirahat pertama sampai sekarang gue nyetir. Lo sebentar banget nyetir mobil, gue kira lo mau langsung istirahat. Kalau begini mending gak usah gentian tadi.”     Bara mendengus, “iya.”     “Ini sampai mana?”     “Anjing.” Bara mengelus dadanya yang berdetak tidak karuan, ia menoleh ke belakang. Menatap sebal     Tiara yang menatapnya bingung.      “Gak usah ngaggetin.”     Beni menghela napas, ia juga sempat terkejut karena pertanyaan Tiara yang tiba-tiba. Ia menatap sekilas Tiara dari kaca spion tengah.     Tiara menatap Bara dengan tatapan bersalah, “maaf ya.”     Bara mendengus, ia memutar tubuhnya menghadap depan.     “Sampai mana?”     “Pokoknya udah masuk Provinsi Jawa Tengah, kemungkinan sampai pas subuh.”      Tiara menganggukan kepalanya mengerti mendengar ucapan Beni, “ada makanan gak? Gue laper.”     Bara memutar tubuhnya, “ada tuh, di bagian tengah. Gue susah ngambilnya.”     Tiara menghela napas pelan, “apalagi gue.”     Suasana kembali hening, Bara dan Tiara sibuk memperhatikan keluar jendela mobil. Sedangkan Beni sibuk menyetir.      “Jam berapa sekarang?”     Bara kembali tersentak, ia berdecak sebal dan menyalakan ponselnya. Melihat jam yang tertera di layar ponsel, “jam sebelas malam.”     Tiara mengangguk mengerti, ia kembali menatap keluar jendela. Rasa kantuknya sudah menghilang, dan ia tidak tau haru melakukan apa sekarang.     “Inget ya Bar, lo jangan aneh-aneh di gunung. Tahan kalau mau ngomong kasar.”     Bara menghela napas pelan, “gue usahain.”     Beni menganggukan kepalanya pelan, “soalnya gue takut aja.”     “Ketakutan lo itu cuman pikiran buruk yang lo captain sendiri, coba deh lo berpikir positif. Gak usah mikir hal yang aneh-aneh, kita juga tau mana yang baik mana yang gak.”     Beni menghela napas pelan, “kan gue cuman ingetin kalian.”     “Ya gue tau, tapi lo tuh kaya gak percaya sama kita.”     “Percaya.”     Tiara menghela napas, menatap Beni dan Bara dari belakang, “gakpapa Bar, antisipasi. Ketakutan itu pasti ada kalau kita pergi ke suatu tempat. Apalagi ini kita mau naik gunung.”     “Dengerin.” Beni melirik Bara sekilas.     Bara mendengus pelan, “iya-iya, gue juga tau kali.”     “Gunung itu beda dari tempat manapun, semua gunung yang ada di Indonesia punya rahasianya masing-masing. Kita setiap mendaki itu adalah tamu, dan kita harus tau tata karma setiap naik gunung,” ujar Tiara.     “Gue tau itu.”     “Bagaimana pun juga gunung punya rahasianya masing-masing, dan kita harus memetahui peraturan yang ada. Kalau kita seenaknya bisa aja ada hal buruk yang terjadi.”     Beni menganggukan kepalanya setuju dengan Tiara.     “Gue tau, kita di gunung gak bisa sembarangan.”     “Dengerin,” ucap Beni melirik sekilas Bara. “Simpen baik-baik di otak, jangan masuk telinga kanan keluar telinga kiri.”     Bara mendengus, ia mengalihkan tatapannya kearah luar jendela.     “Bagaimana pun kita bersikap nanti, itu akan menjadi kunci keselamatan kita. Jadi kita harus hati-hati, agar tidak ada yang terusik nantinya sama kedatangan kita.”     “Bener sih,” gumam Bara.     “Karena gunung Lawu pun punya rahasianya sendiri, yang gak kita ketahui dan masih menjadi misteri di gunung itu.”     “Jadi kalau bisa kita harus baik-baik aja di sana, karena berhasil gak nya kita mendaki. Tergantung sikap kita nantinya di sana.” ••• Halo semua, part 1 udh bisa kalian nikmati. Jujur sebenernya ini sedikit agak berat sih tentang salah satu gunung di Indonesia. Cuman mau nyoba aja sekali, dan harus banyak search atau nonton youtube tentang gunung Lawu yang aku ambil ini. Jangan lupa ajak teman-teman kalian untuk ikut baca cerita ini biar tambah rame. Ajak sebanyak-banyaknya, biar aku tambah semangat ehe Love you semua, aku zheyeng kalian :) To be continue 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD