Dua

1082 Words
Nuri melangkahkan kakinya masuk ke dalam sebuah rumah megah yang dibangun khusus untuk keluarganya nanti jika ia menikah dengan Narendra, perempuan itu menduduki sofa empuk yang tersedia di ruang tengah sambil mengetikkan sesuatu dan mengirimkannya pada sang tunangan. Nuri meletakkan ponselnya dimeja depan lalu ia beranjak memasuki area dapur, hari ini akan ada banyak sekali tamu yang datang mengingat bahwa dirinya akan menentukan hari pernikahannya bersama Narendra. Namun apakah Narendra akan datang malam ini, wanita cantik itu tak mau terlalu banyak menuntut papanya yang sudah rela-rela melakukan perjodohan ini. Senyum Nuri terus berkembang saat melihat papanya datang dengan wajah penuh lelahnya, sang papa masih harus berhadapan dengan tabletnya yang lain. Nuri yang tak tega melihatnya berjalan ke arah pria setengah abad itu dan merebut benda pipih itu kemudian meletakkannya begitu saja. Wanita itu mencoba tersenyum tipis saat sang papa menatapnya dengan tatapan mata tak mau kehilangan anaknya. "Mungkin kalau kamu nikah nanti papa sendirian," Nuri terlihat merapatkan bibirnya lalu menghela. "Papa, jangan khawatir. Nanti papa bisa main ke sini kok," Papa memeluk tubuh kecil anak perempuannya dengan erat. Di sisi lain sang ayah tak yakin dengan pilihan anaknya itu, karena sampai detik ini pun Narendra masih juga tak menyukai anak perempuannya tersebut. Sang papa hanya takut nantinya jika Nuri sakit hati akan berbuat hal buruk terhadap lelaki itu. Apalagi Narendra keliatan banget terbebani oleh keberadaan anaknya itu. Nuri kembali ke dalam dapur dan memasak lagi senyum itu ... Sang papa tidak tau apa yang harus dilakukan dengan senyum itu, perasaan papa semakin khawatir akan senyuman yang terukir dibibir Nuri. Apa nanti pria tua itu akan benar-benar kehilangan anak semata wayangnya, apa nanti papa gak bakal bisa melihat ekspresi bahagia Nuri lagi? Kenapa rasanya ada hal besar yang akan menimpa putrinya nanti. Papa menghela panjang' lalu mengulas senyum manis saat sang anak menolehkan kepalanya dengan riang. "Semoga kamu selalu dibawah lindungan Allah nak," lirih sang papa. Narendra melipat kedua kakinya saat lagi ada di dalam kamar, ponselnya bergetar dan terus bergetar tanpa berhenti pria itu sedang bermain game dipeesnya. Narendra mengabaikan suara deringan itu hingga membuat sang teman menatapnya jengah. "Angkat dulu tuh, siapa tau dari tunangan lu. Nanti mencak-mencak kalau gak diangkat." Tegur Faisal yang budeg dengan deringan itu. Seakan tuli Narendra tetap tak mau mengangkat telepon dari sang tunangannya, Faisal yang geregetan langsung meletakkan stiknya meraih ponsel pria yang akrab dengannya itu. Narendra berubah menjadi lebih bete daripada sebelumnya dan pria itu langsung merebut kembali ponselnya dan mengangkat telepon itu. Bagi Narendra bertunangan dengan Nuri itu adalah sebuah beban. Setelah memutuskan panggilan telepon itu, pemuda itu mendengkus lelah lalu duduk di sofa yang ada di dalam kamarnya. Faisal menatapnya dengan tatapan kasihan. "Kalau udah gak kuat mending stop deh," ujarnya, yang langsung pergi meninggalkan kamar begitu saja. "Gue kasihan liat lu kaya tersiksa begitu dah." "Kenapa mau gantiin?" Gurau Narendra yang selipin kerlipan menggoda manusia di depannya itu. "Kalau boleh si," Saat mendengar kumandang adzan keduanya bergegas menunaikan ibadah wajib, dan melangkah masuk ke dalam tempat cucian kotor atau keran air. Faisal yang sudah selesai langsung masuk ke dalam bilik kecil yang disediakan khusus untuk ibadah. berbeda dengan Narendra yang masih ada dikeran air. Cowok itu memainkan ponselnya sebentar barulah ia mengambil air untuk ibadah. Setelah beberapa menit kemudian mereka langsung melangkah kakinya ke arah garasi mobil dan melajukan mobilnya menuju tempat nongkrong. Finally mereka sampai di depan parkiran mall Moccha, seharusnya mereka bersama pasangan masing-masing dan melaksanakan rencana dulu saat masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Faisal melangkahkan kakinya masuk ke dalam sebuah restoran yang menyajikan makanan khas Jepang. Narendra yang berada dipunggungnya itu berjalan santai tak terlalu mengikuti kegiatan mereka, maniknya menangkap sosok yang sangat familier untuknya. Yuriko juga sedang berada di mall yang sama dengannya, lelaki menghampiri wanita tersebut dan menepuk pundaknya. "Yuriko?" Tegur Narendra. Perempuan itu mengelusi dadanya yang terkejut melihat sang atasan. "Astaga!" Pemuda itu berdeham dan mencoba menguasai diri kemudian tertawa kecil mendengar suara gerutuan wanita itu. Yuriko yang bersikap abai terhadap lelaki disebelahnya itu hanya melirik ke arahnya dengan tatapan mata yang kurang tidur. Perempuan itu mendengkus dan menghentikan langkahnya saat berada di depan rak buku tausiyah cinta, Yuriko mengambil satu buku lalu membelinya karena itu menarik perhatiannya hingga tak tau kenapa ia merasa senang dengan buku tersebut. Yuriko melangkah keluar dari toko buku tersebut, saat hendak menyusulnya tiba-tiba Faisal menghadang jalannya dan mengajaknya ke tempat lain. Narendra mendesah kesal lalu melirik ke arah samping dengan tatapan datar, temannya itu yang tak merasa punya salah malah terlihat santai dan melengang pergi seraya genit ke penjaga toko. Narendra meninggalkannya tanpa mau peduli terhadap teman lelakinya itu, kemudian pria itu masuk ke dalam restoran yang tadi hendak mereka datangi. "Ih kok gak nungguin dulu!" Protes Faisal dengan wajah sok imut. "Geli ah," dengus pemuda itu yang langsung melengos ke arah lain. Pengunjung yang datang melihat tingkah Faisal yang seperti itu merasa gemas. Namun itu membuat Narendra tambah risih dengan tatapan orang-orang. "Berhenti bertingkah layaknya orang tolol." Ujarnya, berkata pedas. Narendra mengambil sumpit bambu yang terletak diatas meja, pria itu buru-buru bersembunyi dibalik punggung Faisal saat tak sengaja' melihat sosok Nuri. Setelah sekiranya sudah aman lelaki langsung duduk di bangku depan pria yang lagi mengunyah makanan yang tadi mereka pesan. Karena mendadak harus ke toilet, Narendra beranjak dari tempatnya dan melangkah ke arah toilet, saat di toilet pemuda itu tak sengaja' menabrak seorang wanita yang kebetulan itu adalah tunangannya sendiri. "Maaf- lho, Nana? Ngapain di sini?" Tanya, wanita itu yang dibalas dengkusan oleh Narendra. Narendra mengusap wajahnya kasar dan menghela kasar pula. Pria itu masuk ke dalam toilet saat mau menjawab akan tetapi Nuri menghalanginya untuk masuk ke dalam toilet. "... Aku ke dalam dulu," ucapnya, yang buru-buru masuk. Saat di dalam toilet pemuda itu langsung menghubungi nomor Faisal dan mengatakan apa yang harus dilakukan oleh pria di depan saat ini. "Aku bakal tunggu sini," senyuman itu tampak manis namun tetap saja tak membuat seorang pria seperti Narendra tertarik padanya. "Nuri udah tau gue di sini jangan bilang apa-apa ke dia." Faisal mendengus dingin lalu membalas perkataan pria yang lagi meneleponnya itu. "Gak usah lu bilang juga, pasti aing bantu pak!" Narendra langsung mematikan teleponnya dan setelah beberapa menit ia berada di dalam toilet, pemuda itu keluar dan mencoba menguasai diri agar tidak terbawa emosi saat bertemu sang tunangan nanti. Pria itu tak bisa berdalih untuk pergi, Narendra mencengkeram kuat kepalannya itu. Tak sangka ternyata Nuri benar-benar menunggunya di sudut kiri toilet pria, perempuan itu menolehkan kepalanya ke arah pria yang hendak keluar dari toilet tersebut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD