02

1525 Words
Beberapa bulan setelah peristiwa itu, alat deteksi jantung Maharani Syahara masih terpasang di tubuhnya bahkan beberapa selang ada di tubuhnya. Maharani masih terbaring diam diatas ranjangnya di rumah sakit. kaki Daud melangkah perlahan masuk kedalam ruangan khusus yang diperuntukkan bagi pasien yang mengalami koma. senyumnya mengembang senang melihat kondisi Maharani yang tidak terbangun dari komanya. "Aku datang..bangunlah"bisiknya pelan ditelinga Maharani. Daud berharap Maharani akan membuka matanya dan menatap wajahnya. Diusapnya wajah Maharani lembut dan tangannya dengan harapan setiap sentuhannya dapat membangunkannya dari tidurnya yang panjang.  "Aku sudah datang.."katanya lagi berusaha keras untuk membangunkan Maharani dengan menciumi tangannya yang terpasang selang infus. hatinya nyeri, wanita yang dicintainya sampai merasakan rasa sakit yang teramat sangat dirasakan olehnya. Pintu terbuka lebar, Daud menoleh kearah pintu dan tertegun melihat Stella Acasia ada dihadapannya dengan wajah terkejut. Cepat ia berdiri dan menariknya keluar dari ruangan itu. Stella mengikuti keinginan Daud dari belakang. Sesampainya mereka berdua di taman rumah sakit. "Kamu..Daud?" "Tentu saja" "Tapi wajahmu" "Demi Rani" "Kamu benar-benar sudah gila" Wajah Daud sudah mengalami perombakan besar-besaran menjadi wajah Raj, Stela mengira Daud menghilang beberapa bulan ini dikarenakan mencari cara menyembuhkan Maharani ternyata operasi plastik. "Apa salah aku memberikan kesempatan kepada diriku sendiri dan Rani" "Tapi Rani tidak mencintaimu" "Rani mencintai wajah ini" "Dia akan menyadarinya" "Tidak akan" "Apa saudara yang lain tahu ini?" "Aku tahu" Stella menoleh kearah suara yang tiba-tiba bergabung dengan mereka. Sole berdiri dibelakang Stella menyeringai lebar melihat wajah Daud. "Kalian sudah gila" "Ini demi kebaikan Rani" "Tidak...tidak..ini tidak benar" Tangan Stella yang masih dipegang Daud terasa sakit. Daud menggenggam pergelangan tangan stela kuat-kuat untuk memastikan stela mengerti keinginannya walaupun harus menyingkirkan stela kalau terpaksa. "Daud sakit" "Ini belum seberapa, ingatlah Stella , diam kalau kamu masih sayang dengan nyawamu" Daud melepaskan tangan Stella yang terlihat membiru di bagian pergelangan tangannya. Stella mengusapnya perlahan, Sole miris melihatnya. "Wajahnya sempurna bukan?" "Ya, sempurna" "Berarti semua tidak akan tahu kalau dia bukan Raj" "Bagaimana dengan bisnis Raj , Sole?" "Semua berjalan dengan lancar" Stella diam mendengarkan percakapan mereka berdua dengan hati kacau. dipandanginya ruangan khusus Maharani , hatinya merasa bahwa akan ada masalah yang lebih besar akan terjadi apabila Rani sadar dan menyadari perbedaannya. Daud mengubah wajahnya menjadi Raj bahkan tak terlihat perbedaannya sama sekali tapi Daud lupa bentuk badan Raj yang kokoh dan suaranya. Stella nyakin semua orang tertipu tapi tidak Maharani kecuali jika Maharani melupakannya.  "Dengar Stella, tutup mulutmu rapat-rapat dari saudara kita yang lain" Stella mengangguk pelan sambil mengamati wajah Daud. "Panggil aku Raj mulai sekarang dihadapan semua orang kecuali tidak ada orang lain diantara kita, kalian tetap bisa memanggil namaku seperti biasa" Sole dan Stella mengangguk kemudian Daud berbalik arah berjalan menuju ruangan khusus Maharani. Sole dan Stella memandang dari belakang punggung Daud. "Ini salah" "Aku tahu" "Cinta ternyata sangat menakutkan" "Raj harusnya tidak menyentuh sesuatu yang tidak boleh disentuh" "Apa maksudmu, Sole be?" "Kamu tidak akan mengerti" Sole meninggalkan Stella sendirian untuk menyusul Daud. Stella bingung mendengar kalimat Sole terakhir. setahunya mereka semua tidak ada masalah, kalaupun ada masalah itu biasa terjadi di kalangan saudara. walaupun mereka semua bukan saudara kandung tapi setidaknya mereka sudah sejak kecil bersama-sama melewati suka duka seperti keluarga. Stella duduk di bawah pohon rindang dan berusaha mengingat masa lalu dimana segalanya lebih mudah. diambilnya handphone miliknya, dibukanya galeri foto. foto-foto mereka semua disaat liburan. Ingatannya melayang di masa kecilnya,saat ia masuk pertama kalinya ke rumah panti asuhan ibu pattel. Perasaannya berkali-kali lipat menolak tinggal disana, kedua orangtuanya meninggal karena kecelakaan dan tidak ada keluarga yang menginginkannya untuk mengajaknya tinggal bersama. Wajah Stella ketakutan ketika memasuki sebuah ruangan yang penuh dengan anak-anak kecil seumuran dirinya. berbagai macam pikiran melintas di kepala kecilnya. "Anak-anak diamlah, kita mendapatkan saudara baru, namanya Stella Acasia, kita semua bisa memanggilnya dengan nama Stella" Beberapa anak mendekati Stella untuk berkenalan tapi Stella memundurkan kakinya ke arah belakang ibu panti. Stella terkejut melihat sosok anak kecil sudah berada disampingnya. "Hai.. jangan takut, namaku Raja Kumar, mereka semua biasa memanggilku Raj" Stella memperhatikan tangan kecilnya yang terulur minta salaman. Takut-takut stela menyambut tangannya. Raj memperlihatkan giginya yang putih persis iklan pasta gigi.  "Kamu mau jadi adik kecilku?" Sorot mata Stela berubah berbinar binar senang mendengarnya langsung mengangguk kepala kuat-kuat. "Ok.. sekarang kamu adikku, ayo aku kenalkan kakakmu yang lain" Tangan Raj menggandeng tangan stela dengan lembut dan senang , akhirnya ia punya adik perempuan. ibu pattel melihat pemandangan itu dengan senyum diwajahnya. ia nyakin Raj akan menjaganya sama seperti yang lainnya. "Kenalkan ini Daud kakak kedua dan ini Sole be kakak ketiga" Mereka berdua terdiam memperhatikan tingkah Stela. Raj berdecak kesal melihat respon keduanya. "Dengar ya, aku sudah pilih stela jadi adik" "Lalu kenapa" "Ya ngapain gitu" "Kenalkan namaku Daud York" "Aku Sole be" "Aku.." "Tidak usah, kami sudah tahu, ayo Sole be main kelereng di luar" Raj hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku keduanya yang tidak menyukai idenya memiliki adik perempuan. Stella merasa kesal, kakinya di hentakannya ke lantai. Raj tertawa terbahak-bahak melihat tingkah stela yang lucu ditambah mulutnya mengembung kaya ikan mas koki. stela melotot kearah Raj tidak suka. "Jangan khawatir masih ada aku" "Mereka tidak suka denganku" "Biarkan saja, ayo aku perlihatkan kamarmu" Raj berjalan di depannya sambil sesekali menerangkan tiap ruangan yang dilewati. tak jarang ia bertingkah konyol untuk membuat stela tertawa.  Suara notifikasi muncul mengusik mengingat masa kecil, dibacanya dan stela berjalan cepat menuju ruang khusus. Disana dilihatnya beberapa dokter dan suster panik menyelamatkan nyawa Rani. ekspresi wajah Daud suram sedangkan wajah Sole be tidak dapat terbaca oleh stela. akhirnya Rani didorong keluar dari ruang khusus ke arah ruang operasi. Tanpa kata-kata mereka mengikuti hingga ke ruang operasi dan duduk di kursi ruang tunggu. Seorang pria berjalan santai menuju ruang operasi berpakaian seperti dokter dan masuk kedalam ruang operasi, dokter dan suster bingung melihat pria itu. "Siapa anda, mengapa ada disini? ini ruang operasi?" "Tidak penting siapa saya, tanda tangan ini!" "Apa ini" Semua membaca kertas yang disodorkan oleh pria tersebut. Mereka kaget kemudian saling berpandangan satu sama lain. Pria itu mulai tak sabar. "Tapi!" "Tanda tangan atau..." Pria itu mengeluarkan pistol kearah salah satu suster. Mereka semua kaget melihat itu, mereka tak habis pikir kemana satpam rumah sakit yang berjaga. Akhirnya mereka terpaksa menandatangani kertas tersebut. "Putar rekaman ini selama operasi, semoga ini membantu pasien, tolonglah" Suster menerima rekaman tersebut yang ternyata suara seorang pria sedang menyanyi, sangat merdu. Setelah memastikan diputarnya rekaman itu, ia keluar begitu saja. Mereka heran tapi tidak terlalu memperdulikannya. Pria itu mengeluarkan handphonenya dan mengetikkan sesuatu serta mengirimkan pesan. Lalu dia pergi meninggalkan rumah sakit. Sementara itu terjadi kehebohan di ruang operasi. para suster dan dokter bengong melihat detak jantung Rani kembali normal. "Dok, sebenarnya apa ini" "Sepertinya pasien ini memiliki hubungan kuat dengan suara yang ada di rekaman itu, putarkan saja dan kita mulai operasi otaknya sebelum bertambah sulit" "Baik dok" "Dok, apa kita perlu memberitahu pihak keluarga?" "Tidak perlu, tadi kita menandatangani surat perjanjian untuk tidak membocorkan informasi yang ada di ruangan ini" "Tapi dok" "Kalau ini dapat menyelamatkan nyawa pasien, mengapa tidak" "Benar juga" "Baik dok" Salah seorang suster memutar ulang suara yang diperdengarkan di ruang operasi. suara nyanyian seorang pria yang sangat merdu dan setiap selesai diakhiri. "Aku akan datang, tunggu aku" Para suster dan dokter memutuskan untuk terus mengulang kembali lagu tersebut. mereka semua berharap bisa menyelamatkan nyawa Rani melalui suara tersebut untuk menyadarkan. Operasi itu membutuhkan waktu 2jam lamanya. Tempat tidur Rani didorong keluar dari ruang operasi dan dikembalikan ke ruangan khusus. Daud menghampiri dokter yang menangani Rani. Berkali-kali dokter tersebut menarik nafasnya sebelum memulai pembicaraan yang sama setiap kondisi Rani masuk kritis. Otak Rani mengalami pembengkakan pada salah satu sarafnya, bahkan cairan di kepala mengenang dan mereka terpaksa menyedot serta membersihkannya. Dokter sendiri tidak nyakin Rani bisa sadar dalam koma. "Bagaimana dok" "Kita tunggu beberapa hari semoga saja masa kritisnya dapat terlewati tapi sekali lagi mungkin kondisi ingatannya tidak akan lagi sama" Daud mengangguk mengerti dan membiarkan dokter pergi meninggalkan ruangan khusus tersebut. stela melihat pemandangan itu dengan sedih, diambilnya handphone dari satu celananya berniat menghubungi ibu pattel. Sole be menarik tangannya pelan.  "Mau kemana" "Keluar, aku mau telepon ibu pattel memberitahu kondisi Rani putrinya" Sole be melepaskan tangannya, Stela keluar dari ruangan itu serta menekan tombol panggilan cepat. pada dering pertama terangkat oleh ibu Patel. "Hallo ibu" "Halo stela" "Bagaimana kabar ibu di Belanda? apa masih lama disana? sebenarnya apa yang ibu kerjakan disana?" Ibu Patel berjalan menjauh dari kamar inap Raj namun tangan Raj memegang erat satu tangannya dan sorot matanya memberikan kesan sebuah permintaan kalau ia ingin mengetahui kondisi Rani. "Kabar ibu baik. mungkin ibu perlu waktu cukup lama disini jadi ibu mohon untuk sementara waktu ibu ingin kamu mengurus panti asuhan" "Tapi Bu, Stella tidak pernah..." "Kamu pasti bisa" "Oya Bu, kondisi Rani tadi sempat memburuk tapi jangan khawatir sudah dilakukan tindakan" "Syukurlah Stella, kalau ada apa-apa dengan Rani ,cepat beritahu ibu ya" Belum sempat stela bertanya lebih jauh, handphone ibu Patel ditutup. aneh, itu pemikiran stela di kepalanya, bagaimana mungkin seorang ibu tidak tertarik dengan anaknya sendiri bahkan terkesan cuek tidak peduli dengan kondisinya. stela menghela nafasnya panjang kemudian duduk di salah satu kursi yang ada disitu. "Bagaimana?" "Tidak banyak yang dikatakan oleh ibu" Sole be ikut duduk disebelahnya lalu menutup mata, mencoba untuk tidur sebentar. "Sole" Sole diam mendengarkan kalimat stela yang akan keluar. Sejak kecil stela termasuk anak yang cerewet dan ingin tahu cukup tinggi, karena itulah Sole be selalu waspada di dekatnya. "Sebenarnya Rani anak siapa?" "Setahuku anak ibu Patel" "Tapi mengapa ibu seakan tidak peduli dengannya?" "Mungkin karena ia tahu kita ada disini menjaganya" "Mungkin" Sole be membuka matanya perlahan dan beranjak dari duduknya. stela diam saja. sole be meninggalkan tempat itu tanpa kata-kata. pikirannya benar-benar kosong tak ingin berlama-lama ada dirumah sakit. terlalu banyak yang ingin dilupakan olehnya. perlahan senja mulai turun mencoret warnanya di langit biru dan ditutup cantik semburat jingga oleh matahari.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD