bc

Dia, Cinta Halalku!

book_age18+
845
FOLLOW
7.0K
READ
others
possessive
arranged marriage
goodgirl
CEO
sweet
Writing Challenge
like
intro-logo
Blurb

Hasan adalah seorang laki-laki yang sholeh. Ia mencari tunangannya yang hilang akibat kecelakaan pesawat menuju Yaman.

Hanum wanita misterius yang membuat hati Hasan berubah dan ingin mengetahui lebih lanjut siapa jati diri seorang Hanum.

Karena cinta membuat Hasan bingung, ia serahkan semua kepada Sang Pemilik Alam ini.

Pada siapakah Hasan akan melabuhkan hatinya?

chap-preview
Free preview
Part 1
Part 1 Kebumen, 15 Maret 2012. Pagi hari itu, sesosok lelaki yang sangat tampan memakai baju koko berwarna putih bersih sedang melantunkan ayat-ayat suci yang terdengar dari bibirnya. Ya, ia sedang mengulang hafalannya di sebuah saung kecil yang berada tak jauh dari Pondok Pesantren yang sudah menjadi rumah kedua baginya. Suasana kala itu di kota Kebumen yang sangat sejuk membuat ia menambah semangat untuk mengulang hafalan yang ia lafalkan. 'Fabiai-yi aalaa-i rabbikumaa tukadz-dzibaan(i)' "Maka nikmat Rabb-kamu yang manakah, yang kamu dustakan;" - (QS.55:13) Tepat ketika ia sedang melafalkan Surat Ar-Rahman ayat 13, seorang gadis yang memakai kerudung panjang serta cadar berwarna hitam yang menutupi wajahnya melewatinya dengan menggunakan sepeda ontelnya. Sekejap lelaki itu memberhentikan suaranya. SubhanaAllah, maha suci Allah. Yang telah menciptakannya. Lantas benar, nikmat yang Allah berikan begitu nikmat. Dia menundukkan kepalanya seketika mengingat pesan Pak Kiyai bahwa seorang laki-laki harus menundukkan pandangannya pada gadis yang bukan mahramnya, "Astagfirullah, apa yang kamu pikirkan toh, San."Katanya di dalam hati bergemuruh. Setelah merenungkan kesalahannya;karena melihat seorang gadis tersebut, Hasan tidak berhenti mengucapkan lafal istigfar dari bibirnya, karena takut mendapatkan dosa. Hasan memang seorang laki-laki yang taat pada agamanya. Seorang gadis yang melewatinya tersebut adalah cucu pertama dari Pak Kiyai dari pesantren yang ia tempati. Hasan tidak boleh menyukainya, karena ia hanyalah seorang anak yang biasa saja. Bukan dari kalangan seperti gadis cantik yang melewatinya tadi;seorang cucu Kiyai Pondok Pesantren yang ternama. Bahkan Hasan harus menjaga hatinya untuk istrinya nanti. Kemudian ia kembali melanjutkan hafalan Al-Qur’annya, sore hari ini ia harus menyetorkan hafalannya kepada Pak Afgan---menantu Pak Kiyai. Muhammad Hasan Al-Khalish, adalah namanya seorang lelaki yang tampan, cerdas, dan berbakat. Dia adalah seorang Rois dari Pondok Pesantren. Pondok pesantren yang terkenal di daerah Kebumen, berdiri pada tahun 1994 pada bulan Februari. *** Seluruh santri kelas 3 Aliyah dikumpulkan di Aula Pondok Pesantren yang berada di Jawa Tengah. Mereka menyimak ucapan dari Sang Kiyai-Pemimpin Pondok Pesantren Tahfidz Al-Falah. Beliau memberikan nasihat, bahwasanya 2 minggu setelah Ujian Nasional akan diadakan ujian hafalan Al-Qur'an 30 Juz;tenggat waktunya tinggal 3 minggu lagi dari sekarang. "Haduh, sepertinya aku bakal bergadang lagi. "Katanya seorang santri kepada Hasan. Hasan menoleh ke arah sahabatnya. Sebenarnya ia juga merasakan apa yang Farid rasakan, tetapi sebagai santri ia harus menuruti peraturan pondok, agar ia bisa menjadi yang ta’dzim dan sukses nantinya. "Gapapa toh, Rid. Seperti kata pepatah berakit-rakit dahulu, berenang-renang ketepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. "Kata Hasan mencoba memberi motivasi kepada sahabatnya diiringi kata pepatah memang Farid yang sering kali mengeluh tentang peraturan pondok, sudah sewajarnya menurut Hasan. "Iya juga toh ya.. Ngomong-ngomong, pantas saja Pak Kiyai sangat percaya denganmu. Kamu sangat ta'dzim sekali pada aturan bahkan pada ulama dan guru-guru.  Beliau sangat menyukai sikapmu yang berbeda dari kita semua ini, loh, San.”Farid mengingat-ingat sikap sahabatnya yang baik itu. Hasan tersenyum mendengarnya tidak menjawab perkataan Farid, mereka kembali menyimak ucapan Bapak Kiyai. Beliau menyampaikan pesan kepada seluruh santri untuk tetap mengikuti peraturan sampai mereka lulus dari pondok, karena keberkahan ilmu itu berwal dari bentuk keta’dziman. Satu jam kemudian, acara berkumpul di aula telah usai, semua santri disuruh untuk kembali lagi ke kamarnya masing-masing. Saat melangkah keluar, Hasan dan Farid dicegah oleh cucu laki-laki Pak Kiyai. "Assalamualaikum.”Dia menyalami tangan Hasan dan Farid seraya mengucapkan salam. “Waalaikumsalam.”mereka menjawab salam. “Mas Hasan, Kakek menyuruh Mas untuk bertemu beliau di rumahnya.”Ucap Ahdilah, cucu kedua Pak Kiyai. Hasan menoleh ke arah Farid, tangan Farid merangkul pundak Hasan. “Aku duluan ya, sob. Mau ngejar target nih.”Pamit Farid memberi tahu bahwa ia harus segera menyelasikan hafalannya. Kemudian ia keluar dari aula meninggalkan Hasan dan Ahdilah. “Ya sudah, terimakasih sudah memberi tahu, saya, dik.”Hasan tersenyum lalu berjalan menuju rumah Bapak Kiyai bersama Ahdilah di sampingnya. Hasan termasuk orang yang dikenal oleh keluarga besar Pak Kiyai, karena sering membantu Pak Afgan dan dekat juga dengan Bapak Kiyai, pimpinan Pondok Pesantren tersebut. Menurut Pak Kiyai, Hasan adalah santri yang baik dari santri yang lainnya di angkatan tahun ini. Hasan  melangkahkan kaki  menuju Pak Kiyai yang sedang duduk di kursi ruang tamu rumahnya. Setibanya di hadapan beliau, dia mencium tangan Pak Kiyai dan duduk yang sopan di hadapan beliau. "Assalamualaikum, Hasan."Sapa Pak Kiyai kepada santri kesayangannya itu. "Waalaikumsalam, Pak Kiyai."balas Hasan menjawab salam. “Bapak senang Hasan selalu terlihat sehat.”Gurau Pak Kiyai. Hasan tersenyum mendengarkan candaan beliau. Selalu saja Bapak Kiyai membuatnya tertawa karena candaannya. “Alhamdulillah, Pak. Malah Hasan yang seharusnya berkata seperti itu.”Elak Hasan mencoba memberi tahu isi hatinya jika ia senang melihat Pak Kiyai dalam keadaan sehat. “Oh iya, Pak Kiyai. Tadi Ahdillah berkata bahwa Bapak memanggil Hasan?”tanya Hasan mengingatkan maksud tujuannya menghadap Pak Kiyuai. "Hasan, maksud Bapak menyuruh kamu ke sini, Bapak ingin memberi beasiswa kepadamu, Hasan."Kata Pak Kiyai tiba-tiba seraya menepuk pundak kanan Hasan dengan pelan. Hasan mendongak terkejut mendengarkannya. "Maksud, Pak Kiyai?"Tanya Hasan belum mengerti perkataan yang diucapkan Pak Kiyai. "Begini toh, Hasan. Kamu tahu tentang kisah Pak Afgan dan Bu Maryam?"Tanya Pak Kiyai. Beliau bermaksud untuk mengingatkan cerita cinta anaknya dahulu. Hasan menggangguk, tanda mengerti maksud ucapannya. "Bapak ingin kamu pergi melanjutkan kuliah di Yaman. Dan seusai kamu lulus, Bapak ingin menjodohkanmu dengan Amira. Cucu pertama Bapak."Kata Pak Kiyai seraya tersenyum tulus. Pak Kiyai percaya bahwa Hasan bisa menjaga dan melindungi cucunya. Hasan terkejut luar biasa, Amira adalah seorang  gadis yang masih berusia 13 tahun. Beda 4 tahun usia dengan dirinya. Walaupun masih muda, banyak para santri laki-laki yang sangat menyukainya. Walaupun dia tidak terlihat oleh parasnya yang ditutupi oleh cadarnya sejak kecil. Kecerdasan dan akhlaknya yang menyimpulkan bahwa parasnya sangat cantik dibalik cadarnya. Hal yang menarik juga, Amira mempunyai mata yang indah. Dan suara yang lembut. Hasan memejamkan matanya, membayangkan wajah Amira. "Bagaimana? "Tanya Pak Kiyai sekali lagi kepada Hasan mengenai perjodohan ini. “Tetapi apakah Amira setuju dengan perjodohan ini?”Hasan mengungkapkan isi hatinya. Ia takut jika Amira keberatan dengan perjodohan ini. Karena Hasan adalah orang yang biasa saja. Berbeda dengan Amira. “Amira cucu Bapak yang penurut, ia bakal mau dengan perjodoham ini, toh, Nak.”Balas Bapak meyakinkan perkataannya. Memang benar apa yang dikatakan Pak Kiyai jika Amira adalah cucu yang penurut jika orangtua menasihati dirinya. Hasan menganggukan kepala akhirnya, 'YaAllah, jika ia memang jodohku dan karena bentuk ke ta'dzim kepada guruku. Aku akan menerimanya, semoga ini pilihan yang terbaik yang aku lakukan.'Batin Hasan berkata. “Hasan setuju, Pak. Terimakasih telah mempercayai Hasan selama ini.”Hasan mantap menjawab pertanyaan Pak Kiyai. Pak Kiyai tersenyum melihatnya, beliau merangkul Hasan. "Alhamdulillah, syukron Hasan sudah mau mengabulkan permintaan Bapak."Kata Pak Kiyai. Hasan membalas dengan senyuman hangatnya. Hasan pantas mendapatkan Amira. Ia adalah orang yang sholeh. Betapa bahagianya menjadi Hasan yang dijodohkan oleh Pak Kiyai dengan cucunya yang cantik itu. Di luar sana banyak sekali yang mengantri untuk menjadi calon imam Amira nantinya. Tetapi Hasan adalah pilihan Pak Kiyai sebagai jawabannya. Pasti banyak sekali para santri yang lain bersikap iri pada dirinya. Di lain cerita, memang sudah benar apa yang dilakukan Pak Kiyai karena Hasan adalah seorang snatri yang terkenal sholeh di mata santri-santri di Pondok Pesantren ini. *** Seminggu setelah Ujian Nasional, Hasan sangat sibuk untuk muroja'ah hafalannya. Sekarang  tempat langganan Hasan ialah di sebuah saung kecil. Semenjak ucapan yang Pak Kiyai berikan, Hasan semakin semangat untuk mengejar ilmunya. Semua santri belum mengetahui tentang perjodohan ini. Hasan sengaja tidak ingin ada yang mengethauinya terlebih dahulu. Hasan pun belum bertemu kembali dengan Amira, yang sedang mencari ilmu di Pondok Pesantren lain, bukan Pondok Pesantren milik kakeknya. Ia tersenyum sendiri mengingat Amira yang sedang pulang ke rumah kakeknya dan menyetor hafalannya. Ketika ia sedang mengaji dengan Pak Afgan di rumahnya, yang bersampingan dengan rumah Pak Kiyai. Walaupun Hasan belum pernah melihat wajah Amira, ia berpikir pasti sangat cantik Amira. Cucu dari Pak Kiyai yang ia sayangi. Sejenak ia menggelengkan kepalanya, “Apa yang kamu pikirkan, toh, San.”katanya lalu ia kembali melanjutkan hafalannya di juz 24. *** Hari ini adalah hari wisuda perpisahan sekolah dan Tahfidz Al-Qur'an yang diadakan di Pondok  Pesantren membuat merinding para orangtua santri yang hadir di sana. Rangkaian acara sangat mengharukan, semua santri dinyatakan telah menghafal Al-Qur'an sebanyak 30 Juz. Dari 100 orang santri,ada seorang santri yang menjadi Penghafal terbaik. Semuanya menunggu ucapan Pak Kiyai yang sedang berada di atas panggung. "Penghafal terbaik di angkatan ke 17 ini ialah... Muhammad Hasan Al-Khalish."Ucapan Pak Kiyai di hadapan para tamu hadirin membuat semua bertepuk tangan dan menangis terharu. Hasan maju ke atas panggung, Bapak Kiyai memberikan sertifikat dan piala untuknya. Orangtua Hasan berdiri dan melambaikan tangan kepada Hasan. Mereka menangis karena bahagia. Hasan tersenyum terharu melihatnya. Ini bukan akhir dari segalanya, pikir Hasan. Acara tersebut berjalan sesuai rencana, para santri telah di wisuda oleh Bapak Kiyai. Para tangisan terharu yang melihat anak-anak sholeh-sholehah yang telah menjadi hafidz-hafidzoh. Seusai acara Hasan mencium kedua tangan orangtuanya yang datang dari Bandung. "Selamat, Nak. Semoga kamu bisa lebih sukses lagi ke depannya. Ibu sangat bangga mempunyai anak sepertimu. "Kata Ibu lalu mengusap lembut kepala Hasan. "Bapak, nggak sia-sia mesantrenkanmu sejak SMP. Ternyata kamu memang membuat Bapak bahagia dan tenang, Nak."Kata Bapak merangkul pundak Hasan. Hasan menganggukan kepala, "Terimakasih juga, Ibu dan Bapak yang sudah mendoakan Hasan selama ini."Hasan. Ibu meneteskan air mata, melihat anak pertamanya yang sangat sholeh, membuatnya bangga menjadi seorang ibu. "Ibu dan Bapak, Hasan minta doanya Hasan akan mencari ilmu dan melanjutkan kuliah di Yaman."Hasan sedikit berbisik pada ibunya. Ibu mengelus bahu Hasan yang tertutup oleh jas berwarna hitam. "Uang darimana, Nak. Ibu hanya seorang ibu rumah tangga yang mengurusi adik-adikmu dan Ayah hanya seorang petani."Kata Ibu dengan berkaca-kaca, tanggungan keluarganya belum bisa membiayai Hasan untuk kuliah di luar negeri, karena akan membutuhkan biaya yang cukup besar nantinya. Hasan menggelengkan kepalanya sebentar. "Alhamdulilah, Bu. Ibu tidak usah khawatir dengan biaya apapun selama Hasan di sana. Hasan sudah mendapatkan beasiswa dari pondok, Bu." Hasan mencoba untuk menceritakannya. “Benarkan, Nak?”tanya Ibu tidak percaya. “Benar bu.” “Alhamdulillah yaAllah..” Ibu tersentuh mendengar ucapan Hasan, lalu menarik Hasan ke dalam pelukannya. Anak pertamanya yang selalu membuatnya khawatir karena pertumbuhan saat dia masih kecil sangat lambat dibandingkan anak lain seusianya. Ibu tidak menyangka Hasan akan mengubah jalan pikiran Ibunya terkait masa depannya. Saat Ibu memeluk Hasan berkata, "Alhamdulillah, Nak. Ibu setuju dan merestui kamu kuliah di sana.Ibu titip pesan padamu agar di manapun kamu berada kamu harus ingat Allah, jangan lupa sholat lima waktu."Pesan Ibu sambil mengelus kepala Hasan, anak pertamanya yang selalu membuat dirinya bangga sebagai orangtua terutama seorang ibu. Ibu merasa bangga telah mendidik Hasan menajdi seorang laki-laki yang sholeh. Bapak mendengarkan ucapan Hasan, beliau mengangguk dan tersenyum, "Pergilah, Nak. Kejar cita-citamu sampai ke negeri Cina."Hasan tersenyum bahagia mendengarkan pernyataan orangtuanya. Hasan bahagia melihat orangtuanya bahagia karena prestasi yang Allah berikan untuknya, ini sebuah awal dari perjuangan karena masih banyak yang harus ia lewati dari sekarang hingga nanti.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tuan Bara (Hasrat Terpendam Sang Majikan)

read
114.2K
bc

Suddenly in Love (Bahasa Indonesia)

read
76.1K
bc

Long Road

read
118.3K
bc

MOVE ON

read
95.2K
bc

Mengikat Mutiara

read
142.5K
bc

Bastard My Ex Husband

read
383.1K
bc

Kujaga Takdirku (Bahasa Indonesia)

read
76.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook