bc

The Cleaner

book_age18+
4
FOLLOW
1K
READ
killer
dark
tragedy
icy
evil
realistic earth
crime
asexual
like
intro-logo
Blurb

Sang Pembersih. Dialah yang menyelesaikan semua perkara kriminal yang dilakukan orang-orang yang membayarnya. Tugasnya adalah membereskan saksi mata dan bukti-bukti dari kejahatan itu.

Dengan darah dingin, ia membunuh semua targetnya. Mendekati mereka perlahan, lalu dengan cepat mengirimkan target-target itu kembali kepada Tuhan.

Namun, pada akhirnya, siapa yang sebenarnya dia murkai?

chap-preview
Free preview
First Clean
Pria berbadan agak tambun dengan perut buncit oleh timbunan alkohol itu melepas ikat pinggangnya begitu saja, bagaikan samurai menghunus katana. Aroma tak sedap yang menyengat menguar dari seluruh tubuhnya, terkhusus dari mulutnya. Bibir suram yang terpecah-pecah mengurung gigi kuning dan gusi yang mulai menghitam. Hanya semeter saja di depannya, seorang wanita terduduk, menggigil. Ia mengerutkan tubuhnya begitu rupa, hingga tubuh kurus itu seakan berubah menjadi seonggok tumpuk kain kusam tak berbentuk. Punggungnya bengkok begitu rupa, tidak selaras dengan kulit wajahnya yang masih halus dan kencang. Matanya basah, pipinya basah, dan bibirnya yang bergetar mengeluarkan dengung panjang, tak putus-putus. Di depan wanita itu, seorang anak lelaki, baru juga mencapai usia 7 tahun, berdiri tegak. Tangannya terentang, dengan mata nyalang menantang. Berkilat mata itu seakan ia dipenuhi oleh bara api. Pada tangan yang kurus dan pucat itu, melintang garis-garis kelam. Bersaling-silang. Ujung bibir pria tambun itu naik keduanya, menunjukkan barisan gigi-gigi yang besar-besar, dan tertata lurus. Kedua tangannya menarik ikat pinggang kulit itu, menggaungkan suara lecut ke seluruh ruang. Bocah kecil di depannya tampak tersentak sekilas, tetapi tak mengendurkan kewaspadaannya. Matanya terus bergerak dari ikat pinggang itu kepada senyum keji dari pria itu. Dan pria itu semakin mendekat. Dengung dari bibir wanita di belakang bocah itu semakin keras, dan tubuhnya bergetar semakin hebat. Segera saja suara lecutan dan jeritan memenuhi rumah sempit itu. Bersahut-sahutan dengan lolongan anjing malam itu. *** Jarinya mengetuk pelan. Berpasang mata saling bergerak gelisah, lalu terpancang satu sama lain. Ketukan itu berhenti pada satu titik dan mereka menahan nafas. Logam hitam tergeletak bisu di atas meja kayu berpelitur kasar. Pistol semi-otomatis Beretta 92. Dentingan logam bergaung di tengah kebisuan itu, lalu ledakan memekakkan telinga mengikutinya. Sebuah peluru kekuningan tertanam dalam sebuah retakan dinding. Aroma mesiu yang tajam memenuhi ruangan yang didominasi oleh asap rokok itu. Di depan dinding retak itu, pria bertubuh tinggi diam tak bergerak. Sedetik kemudian, sebuah kuas tak terlihat menggoreskan tinta merah di area tulang pipinya. Si pemegang pistol mendengus, tersenyum. Senyum janggal yang tak terungkap di matanya. Kulit sekitar mulutnya yang dihiasi guratan bekas luka yang dalam tertarik berbaris-baris ke atas. “Kau ke Bailey Port sekarang. Ada kapal feri yang nunggu sejam dari sekarang. Kapal itu yang akan mengirim barangnya. Kau siap?” Ia mengangguk, lalu berbalik. “Hoi, bersihkan yang benar!” seru lawan bicaranya sebelum dia meninggalkan ruangan. Pria bernama Clean itu hanya berhenti untuk meliriknya sekilas, lalu jejaknya perlahan menghilang. “Hm, orang yang jarang ada,” gumamnya, sambil mengamati pintu yang berayun pelan. Dia menghembuskan asap platinum pekat dari sela-sela bibirnya. Clean. Pria itu menggulirkan matanya dari balutan cahaya-cahaya yang mengusir kegelapan, melingkar setiap beberapa meter sekali. Setiap kali ia melewatinya, ia menghindari hangat cahaya itu, menembus kegelapan pekat yang ada di sekelilingnya. Dan ia menyatu dengan baik dengan kegelapan itu. Dari sepatu pantofel yang mengilat kepada celana hitam yang terseterika rapi, hingga jaket kulit hitam yang terkancing hingga pangkal lehernya, dan berpadu apik dengan sarung tangan kulit yang juga hitam. Rambutnya yang hitam membungkus kepala yang bulat telur, tersisir rapi hingga ke pangkal belakang lehernya. Di ujung jalan itu, sebuah motor Harley Davidson Street 500 berdiri membisu. Seluruh tubuhnya pun hitam, maka ia melebur baik dengan pemiliknya. Clean meraih helm yang tergantung di pegangannya, lalu mengenakannya. Lengkap sudah, ia melekat dengan kegelapan malam itu. Tak lama, motor itu menggerung, dan dengan sekali sentak, keduanya beranjak dari tempat itu. *** Pria itu tiba di sebuah lapangan yang luas, tetapi ia justru mengarah pada celah-celah kecil di antara container-container besar yang bertumpuk di sana. Ia mengarah hingga tempat tergelap di sana, yang tidak tersentuh oleh cahaya manapun, bahkan cahaya dari lampu sorot yang ada di sana. Ia turun dari motornya. Suara dentang logam beradu bergema di sana ketika Clean menurunkan standar motor dengan sekali hentak. Tanpa membuka helmnya, ia lalu berjalan di antara container-container yang juga berfungsi sebagai gudang di pelabuhan itu. Belum lama ia berjalan, suara langkahnya telah diikuti dengan suara langkah lain. Ia berhenti, lalu perlahan membalikkan tubuhnya. “Psst!” Seorang pria menubruknya, lalu menariknya ke dalam salah satu gudang yang terbuka. Wajahnya tampak cemas, kelewat cemas. Berkali-kali dia menoleh ke kanan dan ke kiri. “Sini, kau, sini!” desisnya. Tampak sekali tangan itu gemetar ketika meraih koper yang terletak di tepi gudang. Mata Clean bergulir mengikutinya dengan pandangan dingin. Orang-orang seperti inilah yang seringkali mengacaukan rencana. Mereka-mereka yang terserang wabah, menyebar hingga ke pori-pori kulit. Wabah mematikan yang mengendap di d**a manusia. Ketakutan. Dia tak punya itu. Dan hanya orang-orang bodoh yang mempunyai emosi-emosi yang lembek seperti itu. Pria yang lebih pendek beberapa sentimeter darinya itu menyerahkan tas koper itu, yang diterima tanpa antusias berarti oleh Clean. Ia hanya berjalan pelan kepada barang-barang yang bertumpuk di sana, lalu meletakkan koper itu. Ia membukanya, lalu menatap kertas-kertas hijau di sana. Setelah memastikan isi koper itu, Clean menutup lagi kopernya. Berbalik badan, ia lalu mengangguk ke arah pria pendek itu. Keduanya keluar dari container itu dan mengarah ke arah Barat dari container-container biru-merah itu. Menyusuri celah-celahnya yang berliku-liku, berkelok-kelok, tapi dijalankan dengan lancar, seakan mereka sudah ribuan kali berada di sana. Clean menatap punggung lelaki pendek di hadapannya, yang terus saja menoleh ke kanan dan ke kiri dengan gugup. Mulutnya membuka selama beberapa detik, tapi ia menutupnya lagi. Sebaliknya, ia mendorong kacamata yang sedikit tergelincir dari pangkal hidungnya, lalu menunduk. Mereka keluar dari labirin container itu, dan menghadapi sebuah gudang besar yang tampaknya tergembok. Namun, tidak. Gembok itu hanya tergantung saja, seperti hiasan yang tak berarti. Dan keduanya mengendap masuk ke dalamnya. Tak lama, kegelapan yang jadi sahabat terbaiknya itu dikalahkan oleh bias keemasan dari lampu pijar. Langkah kaki keduanya bergaung pelan di dalam gudang itu. Di depan mereka seorang pria berdiri di depan beberapa pria dengan d**a bidang dan otot-otot yang jelas menonjol, bahkan dari balutan jaket yang mereka kenakan. Pria di depan mereka, sebaliknya, mengenakan jas hitam Armani dengan dasi merah tua yang bergaris-garis keperakan. Ia melebarkan matanya, lalu tersenyum lega. Clean mendeteksinya segera. Wabah itu. Ia melihat wabah itu di mata pria bertubuh tambun itu. Mudah sekali. Saat Clean mendekat, para bodyguard pria itu maju beberapa langkah, hendak menunaikan tugas, melindungi majikan mereka. Tangan induk mereka terentang, mengisyaratkan mereka untuk mundur kembali. Para pria bertubuh kekar dan berkulit hitam itu mundur, dengan tangan terselip ke dalam jaket mereka. Bersiap. Tidak memedulikan kewaspadaan mereka, Clean maju tanpa menghunus senjata apapun. Dia lalu meletakkan koper itu serta memperlihatkan isinya. “Wah, wah. Leroy, cek itu!” komandonya pada salah satu bodyguard-nya. Pria yang dipanggil Leroy merangsek maju, lalu memeriksa lembaran-lembaran hijau di dalamnya, lantas mengangguk. Matanya berkilat penuh nafsu. Dia menjetikkan jarinya. Segera saja sebuah mobil pick-up mendekati mereka. Tangan pria tambun itu terulur ke arah mobil itu. Clean segera melompat ke dalamnya, mengecek perbekalan barang berat yang dibawanya. “Bisa langsung dipakai?” “Bisa. Kau bisa mengeceknya langsung, sudah terisi. Semuanya adalah senjata standar yang digunakan militer Amerika sekarang ini, jadi akurasi, kecepatan tembaknya, semuanya dianggap sempurna. Kecacatannya cuma satu, belum pernah diujicobakan.” Pria itu tergelak mendengar leluconnya sendiri. Keempat bodyguard yang menjaganya ikut tertawa sopan demi menghormati induk mereka. “Bagus,” gumam Clean, melepaskan pengaman dari AK-47 buatan Rusia yang masih jadi pilihan utama berbagai badan militer di banyak negara itu. Ia mengambil salah satu tabung hitam mengilap dari salah satu koper abu-abu gelap di sana. Ia memasangnya dengan cepat kepada ujung senapan. “Saya sendiri akan mengujicobakan benda ini.” “Ap ….” Pria berjas itu tidak sempat menyelesaikan kata-katanya, karena Clean telah mengarahkan senapan itu kepada dinding gudang. Suara letupan teredam terdengar, berikut ledakan peluru yang menembus dinding gudang. Suaranya membahana hingga ke sudut ruangan. Clean memandangnya terpesona, muncul kegilaan di matanya. Senyum yang tersungging di bibirnya layaknya seringai binatang tak berperikemanusiaan. Pria berjas itu menggertakkan rahangnya. “Kau akan membuat keributan. Kalau penjaga pelabuhan datang ….” “Tidak masalah.” Senapan itu berderak ketika Clean menggerakkannya. Moncong senapan itu kini mengarah kepada pria berjas hitam dengan dasi merah. Matanya terbelalak. Segera saja belasan letupan-letupan teredam terdengar. ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Devil Billionaire

read
94.9K
bc

Scandal Para Ipar

read
694.6K
bc

Menantu Dewa Naga

read
177.4K
bc

Marriage Aggreement

read
81.3K
bc

Di Balik Topeng Pria Miskin

read
861.1K
bc

Pulau Bertatahkan Hasrat

read
625.6K
bc

TERPERANGKAP DENDAM MASA LALU

read
5.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook