Bab 2

1424 Words
Ketika matahari sudah lebih condong ke arah barat. Setelah terdengar suara azan dari speaker masjid di tengah kota. Sebuah mobil sedan hitam berhenti di depan Butik De’D. Lalu tidak lama seorang wanita turun dari kursi kemudi. Dengan kacamata hitam dan gaya berpakaian yang cukup mewah. Tatanan rambut pendek dan berwarna agak kecoklatan. Langkah kakinya mengarah pada Butik De’D. Bunyi lonceng menyambutnya juga ucapan selamat datang terdengar dari salah satu karyawati. “Selamat datang, eh Bu Gia” “La, tadi ada yang nyariin saya?” tanyanya “Kurang tahu Bu, coba tanya mbak Sarah” jawabnya “Ya sudah, kamu lanjut kerja aja” ujarnya sambil melangkah pergi “Baik Bu, permisi” ucapnya sambil berlalu ke dekat pintu masuk Segera Gia melangkahkan kakinya menuju meja kasir. Namun ia tidak melihat keberadaan Sarah di sana. “La, Sarah kemana ya?” Tanya Gia “Oh iya Ila lupa bilang, tadi mbak Sarah nitip pesen kalau mau izin pulang sebentar ada keperluan. Terus katanya sudah kirim pesan ke Ibu deh” ujar Ila “Oke kalau gitu, saya ke atas bentar ya La, nanti jika ada yang beli kamu layani sekalian jaga mesin kasir kalau Sarah belum balik” “Siap bu” Gia menaiki tangga menuju ruangannya di atas. Ia merebahkan diri di sofa depan meja kerjanya. Tadi ia harus mengukur baju pesanan untuk pernikahan anak Walikota. Meski agak rewel namun ia bisa mengatasinya. Tidak lama ia teringat ponselnya yang sedari tadi belum ia lihat karena terlalu sibuk dengan pengukuran baju anak walikota. Di lihatnya ada beberapa pesan dari Sarah yang mengatakan izin sebentar. Telepon beberapa kali dari putrinya –Ve dan pesan singkat. Sepertinya tadi Ve mencarinya di butik. Baiklah sepertinya ia harus pulang lebih awal. Pesanan baju pernikahan anak Walikota masih sebulan ia bisa mulai mengerjakannya besok. Beberapa hari belakangan ia kurang tidur dan pulang hanya karena berganti baju. Pesanan baju untuk pernikahan membanjiri butiknya. Ia sempat kewalahan dan meolak beberapa. “Sepertinya aku harus merekrut karyawan untuk membantuku” gumamnya “Oh sepertinya Ve akan mendaftarkan kuliah, semoga ia mau menuruti keinginanku untuk meneruskan usaha butik ini” harap Gia “Mungkin bisa membantuku nantinya. Yah semoga saja” ucapnya lagi -- Di depan sebuah komplek perumahan elit di pinggir kota. Ve dan Lyr diberhentikan oleh satpam penjaga gerbang masuk. “Maaf mbak jika bukan penghuni dilarang masuk, kecuali ada izin dari penghuni” ujar salah satu satpam “Yah pak kok gitu sih. Ini menyangkut masa depan saya” elak Ve ngotot “Udah sih Ve, balik aja deh. Kita gak bisa masuk. Lagian lu suruh gue buntutin siapa sih?” Tanya Lyr sambil memutar balik motornya “Calon suaminya Ve, hehehe” jawab Ve sambil cengengesan “Dih halu siang-siang. Balik aja nyiapin berkas pendaftaran buat lu. Keburu di tutup ntar pendaftarannya” saran Lyr “Ya udah, pulang aja deh Lyr. Mungkin besok ketemu sama Om itu lagi” harap Ve Lyr tidak menggubris ucapan Ve, ia segera melajukan motornya menuju komplek perumahan Ve. “Lyr, mampir di supermarket ya” ujar Ve setengah berteriak “HA!!? APAAN Ve?” Tanya Lyr Ve memutar bola matanya, Lyr selalu mode budeg saat berkendara seperti ini. Mendekati supermarket ia memukul pundak Lyr dan berteriak nyaring “BELOK LYR” Segera Lyr membelokkan motornya ke supermarket. Untung saja tidak ada kendaraan di belakang mereka. Lyr mengerem motornya dengan kesal. Turun dan motornya dan berkacak pinggang. “Heh!!? Ve lu GILAA ha? Untung jalanan sepi” kesal Lyr pada Ve “Udah ayo masuk buruan” ujar Ve enteng sambil melenggang masuk ke dalam supermarket Lyr hanya menghela napas perlahan. Mengunci ganda motornya dan menaruh helmnya, segera ia menyusul Ve ke dalam supermarket. “Mau beli apaan dah Ve?” Tanya Lyr begitu ia sudah di dekat Ve “Cemilan dong Lyr, punya gue di kulkas hampir habis kemarin sepupu gue ke rumah jadi ludes deh” ucap Ve namun, matanya fokus memilih cemilan di rak “Halah lu juga sering makanin tuh cemilan. Yah habis lah Oneng” celetuk Lyr “Hehe tau aja lu, Lyr. Eh Lyr ntar kalau kurang bayarin dulu yah sampai rumah gue ganti” ujar Ve “Sip, santai aja Ve” jawab Lyr sambil ikut memilih cemilan yang terjajar di rak-rak atas dan bawah Mereka berdua asyik memilih cemilan saat suara seseorang menyapa mereka. “Eh Ve sama Lyr” sapanya “Oh lo Jak” ujar Lyr “Iya, eh beli apaan lu?” Tanya Jaka “Ini si bocah pengen beli jajan” jawab Lyr “Ishh bukan ya Lyr, gue beli cemilan tau” elak Ve “Hilih, simi iji” ejek Lyr “Lo sendiri mau beli apaan dah Jak, jangan bilang lo buntutin kita?” tebak Lyr “Dih PeDe banget sih, gue di suruh emak beli pembersih lantai. Nih” jawab Jaka sambil menunjukkan botol berisi pembersih lantai “Tumbenan lu mau Jak” celetuk Ve yang masih jelalatan memilih jenis cemilan di rak “Dasar kalian, udah ah mau balik daripada makin di hujat” ujar Jaka sambil melangkah pergi “Ngambekan banget dah” ucap Lyr “Kurang sajen tuh pasti” celetuk Ve asal “Ngawur” timpal Lyr namun tetap tertawa juga -- Sesampainya di kediamannya di salah satu kompleks elite dekat pusat kota. Ia memarkirkan mobilnya di depan pintu utama. Segera ia turun dan memutari mobilnya membuka pintu samping kemudi, menggendong putrinya yang masih terlelap. Mana tega ia membangunkan putrinya yang cantik ini. “Permisi pak, mobilnya apa akan digunakan lagi? Kalau ndak mau saya cuci dan masukin ke garansi” ucap seorang laki-laki paruh baya padanya “Saya mau ke kantor pak, gak usah. Makasih ya pak Min” jawab Wenas sambil membenarkan jas hitam yang dipakainya “Inggih pak, permisi saya mau ke belakang kalau begitu” pamit Pak Min “Iya pak, silakan” ucap Wenas Segera ia melangkahkan kakinya menuju pintu utama, sedikit kesulitan saat ia mencoba untuk membukanya. Hingga tarikan dari dalam membuatnya lega, entah siapa yang membukanya “Loh Wenas, kamu ternyata dari tadi Mami cariin juga” “Bentar ya Mih, mau nidurin Nasha ke kamarnya bentar” ucap Wenas sambil berjalan melewati Mamihnya “Ya udah kalau gitu, Mamih pulang aja kalau gitu. Niatnya mau ngajak belanja Nasha eh ternyata udah sama Bapaknya” ucap Mamihnya yang mengikuti Wenas sampai di kamar cucunya “Iya Mih, dari bangun tidur udah rewel jadi Wenas bawa jalan-jalan bentar” ujar Wenas setelah menurunkan Nasha di tempat tidurnya dan mencium keningnya dengan penuh kasih “Kenapa gak nelpon Mamih sih, kalau kerepotan bawa ke rumah Mamih kan bisa” omel Mamihnya “Duh gak kepikiran Mih, wenas baru tidur bangun waktu Nasha nangis” ujar Wenas Saat ini mereka telah duduk di meja dekat dapur. “Udah lama Mih di sini?” Tanya Wenas “Gak sih, habis arisan tadi ke sini” jawab Mamihnya “Kenapa gak telpon Wenas tadi kalau ke sini?” tanya Wenas “Gak usah di bilangin Mamih udah telpon tapi, ponselmu gak kamu bawa ya gimana mau kamu angkat, kebiasaan deh” dumel Mamihnya “Loh iya ya?! Entah Mih, langsung agak Blank” jawabnya sambil mengingat kejadian pagi tadi “Ya udah Mamih pulang ya, udah dicariin sama Papihmu” ucap Mamih pamit “Iya, eeh mau Wenas anterin gak Mih? Sekalian mau ke kantor ini” tawar Wenas “Gak usah Mamih sama supir kamu aja” “Ya udah hati-hati Mih” “Iya, nyetirnya hati-hati kamu” pesan Mamihnya begitu masuk ke dalam mobil “Siap Mih” jawab Wenas Mobil yang ditumpangi Mamihnya sudah pergi melewatinya. Wenas juga segera menuju mobilnya untuk segera ke kantor. Sebelumnya ia sudah berpesan pada pengurus rumahnya, menitipkan Nasha selama ia di kantor. -- “Baik terimakasih Prof atas rekomendasinya. Saya akan mempergunakannya dengan sebaik-baiknya” ucap Wira “Sama-sama dokter Wira, anda sudah bekerja keras juga. Anda pantas menerimanya” kata Prof. Ari “Baik, saya permisi Prof masih ada pasien yang harus saya periksa” ujar Wira untuk undur diri “Silakan Dokter Wira, oh jangan lupa untuk pulang ya Dok. Ibu anda sudah menelpon saya sejak kemarin” ucap Prof. Ari “Oh baik Prof” ucap Wira agak malu “Saya permisi Prof” tambah Wira sebelum pamit keluar Prof Ari hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Menatap punggung juniornya berjalan menuju pintu. Sampai di luar ruangan, ketika akan menutup pintu Wira dikagetkan oleh kakaknya yang sudah berdiri didepannya sambil berkacak pinggang. “Nah udah kan, ayo pulang dulu” ucap Kakaknya sambil menarik telinga kanan Adiknya meski dengan susah payah ia menjangkaunya “Aduh kak, malu masih di depan ruangannya Prof nih. Jangan asal narik aja dong” gerutu Wira “Bodo amat, udah ayo jalan pulang” ucap Kakaknya Akhirnya Wira pasrah di tarik kakaknya untuk pulang. Salahnya juga lupa untuk pulang, keasikan mengurus pasiennya. Bahkan baju gantinya sering di antar oleh kakaknya atau Bundanya. Dan ia harus menyiapkan mentalnya saat sampai di rumah nanti. Semoga ia masih selamat. Bundanya pasti akan menghabisinya sesampainya di rumah. "Kak pelan aja nariknya" keluh Wira "Bodo amat, lu ntar kabur lagi. menyangkut masa depan gue tau. Dan lu diem aja udah" sentak Kakaknya Seketika Wira langsung terdiam dan pasrah di tarik lengannya oleh sang Kakak. -- . . . Gimana gaess?? komennya dong hehe jangan lupa tap love dan follow akun ku Bedankt :)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD