Bab 3

1420 Words
Pagi menjelang siang, seorang perempuan dengan kemeja kotak-kotak dan celana jeans longgar berwarna hitam duduk di salah satu bangku semen di taman. Tangannya sibuk dengan permainan seru di ponsel pintarnya, sesekali gerutuan kesal terdengar dari bibirnya. “Sial!! Go*lok banget sih” gumamnya “Noob nih yang main, haduh!!” dumelnya Tidak lama dari arah Barat seorang perempuan muda lainnya terlihat berjalan dengan berirama dan bersenandung. Raut bahagia terpancar dari wajahnya. “Lyr” panggilnya saat tiba “An*ing!! Duh Ve lu bikin kaget aja dah” ucapnya sambal mengelus dadanya “Waduh ponsel gue!!” pekiknya kaget saat tahu ponselnya tidak sengaja terbanting tadi “Huuu makanya jangan nge-game aja. Sukurin!!” “Dih gara-gara elu ya ponsel gue jatuh” dumelnya “Lah kan lu yang dari tadi megang itu ponsel Lyrna nyalahin Ve lagi” ucapnya sambil duduk di bangku semen depan Lyr “Halah, udah males debat sama elu. Gimana tadi?” tanya Lyr “Bisa daftar ulang masihan” jawab Ve “Syukur deh. Makanya cek dong” “Ya kan Ve gak tau Lyr, pas masukin pendaftaran juga abis berantem sama Mama” gerutu Ve “Ya udah sih, cabut aja yuk. Gerah di sini beli yang adem-adem aja gimana?” tanya Lyr sambal menaik turunkan alisnya Ve seperti berpikir, menimang-nimang. Sebenarnya ia ada rencana untuk bertemu sang Mamah yang kebetulan ada di rumah. “Oke setuju” ucap Ve girang Keduanya pun segera meninggalkan area sekitar taman menuju parkiran. Tidak lama mereka sampai di sebuah kedai Boba. Lyr segera memarkirkan motornya dan Ve segera turun untuk memesan Bobanya. “Lyr, mau rasa apa?” tanya Ve saat akan memesan dan berdiri di depan counter dengan seorang perempuan yang berjaga “Samaain aja dah” jawab Lyr yang segera duduk di salah satu sudut favorit mereka saat membeli Boba “Oke, ngikut aja kan?!” Lyr hanya menganggukan kepalanya dan kembali fokus pada permainan yang sempat berhenti tadi. Dengan menyambungkan ke wireless kedai, Lyr langsung sibuk dengan permainannya. Lyr semakin larut dalam permainan di ponselnya. Hingga getar di ponsel yang ada di tas yang tergeletak di meja depannya mengalihkan atensinya. “Dih, Ve buruan sih angkat telepon lu” teriak Lyr Tidak ada sahutan, dengan kesal Lyr menghentikan permainan di ponselnya dan melihat ternyata Ve masih berdiri di depan counter. Tapi, kelihatannya Ve tidak sendiri. Lyr mengkerutkan dahinya. Segera ia beranjak dari duduknya dan menghampiri Ve. Tinggal beberapa langkah lagi Lyr semakin jelas jika orang yang tengah di ajak ngobrol sahabatnya seorang laki-laki dengan jas Armani warna hitam. “Ve nih ponsel lu bunyi tadi” ucap Lyr pada Ve “Eh masak sih Lyr” segera Ve melihat daftar panggilan keluar dan menemukan beberapa panggilan dari nomor Mamahnya “Dari Mamah nih Lyr? Ada apa ya” tanya Ve Lyr hanya menggendikkan bahunya tidak tahu. Ia sesekali melirik laki-laki yang kelihatannya cukup dewasa dan matang. “Nanti aja deh Ve telpon balik” gumam Ve Lyr merasa tidak asing dengan wajah dari laki-laki di depannya ini. Pernah bertemu dengan dia tapi dimana ya. “Lyr, kenalin nih om Wenas” ucap Ve menghentikan lamunan Lyr “Hah,.. he.. oh iya” ucap Lyr gelagapan “Kenapa dah Lyr?” tanya Ve heran dengan Lyr Wenas sebenarnya kurang berminat ngobrol dengan remaja di depannya ini namun, ia mencoba menanggapi seperlunya. Ia hanya tersenyum tipis saat perempuan muda yang tadi berkenalan dengannya menyebukan nama Ve dan sekarang ia memperkenalkannya pada temannya. “Baik, saya permisi Ve juga emm..” tanya Wenas “Lyr om, namanya” ujar Ve mengingatkan “Iya, Ve dan Lyr saya duluan” ucap Wenas sebelum pergi “Hati-hati om nanti telepon Ve ya om” ucap Ve cukup keras, dan beberapa pengunjung sampai menolehkan kepalanya untuk melihat dengan sinis teriakan Ve Sepeninggal Wenas, Lyr segera menarik Ve untuk duduk di meja tadi. Lyr penasaran dengan om-om yang bernama Wenas tadi. Sedangkan Ve yang kesemsem akhirnya laki-laki idamannya muncul di hadapannya. Mungkinkah ia dan om Wenas berjodoh. Semoga saja- doa Ve dalam hati dan senyum konyol tidak lepas dari wajahnya -- Di kediaman Bunda Wina, tidak lain Bunda dari Narendra Wira Satya. Suasana tenang terasa namun, jangan terkecoh karena Wina tengah dalam mode ngambek alias marah, sedangkan Wira hanya bisa diam dan menundukkan kepalanya. Karena tidak ada suara apapun Bianka merasa gemas dengan Bunda dan Adiknya. Ia berdecak cukup keras. “Ck!? Langsung aja Bun, Bia udah laper nih” gerutu Bianka Wina menghembuskan napas perlahan dan menatap putranya. Sedangkan, Wira dengan sedikit menahan kantuk mendonggakkan kepalanya dan memberanikan diri menatap wajah ayu sang Bunda. “Naren sini nak, duduk dekat Bunda” ucap Wina lembut Wira hanya menurut dan mendekat untuk duduk di dekat Bundanya. Dengan terkantuk Wira duduk di dekat Bundanya. Wina yang melihat wajah lelah hanya tersenyum tipis, mengelus rambut cepak Wira dengan sayang yang ternyata sudah panjang terlihat dari beberapa anak rambut di belakang telinganya mulai memanjang. “Hoamz” Wina tersenyum tipis mendengar Wira menahan kantuk. “Sudah sana kamu naik ke kamar kamu, mandi terus tidur nanti sore Bunda bangunin” “Hoamz, iya Bun. Marahnya nanti aja ya” ujar Wira sambil beranjak pergi sebelumnya ia mencium dahi Bundanya “Dasar kamu, udah sana mandi terus tidur” usir Bunda Bia yang baru datang dari arah dapur dengan sepiring bolu keju, menatap Wira yang melengos melewatinya. “Loh Bun, Wira gak di sate dulu tuh?!” heran Bia sambil duduk di samping Bundanya “Sudah biarin aja, kasihan Wira ngantuk gitu. Kamu nih kok malah makan bolu tadi katanya laper” “Hehehehe…. Habis bolu kejunya menggoda Bun” ujar Bia cengengesan “Dasar kamu nih!? Ayuk makan siang aja. Makan nasi” ucap Wina dan beranjak menuju meja makan Bia tanpa kat alangsung mengikuti langkah Bundanya menuju meja makan yang berada di dapur. -- “Iya Mom, habis ini Wenas ke rumah Mom jemput Nasha” “….” “Habis rapat tadi di kantor Mom” “….” “Eh Mom, Nasha gak rewel kan?” tanya Wenas Saat ini Wenas tengah melajukan mobilnya di jalanan menuju kediaman orangtuanya. Ia sedang berbicara dengan Mommy nya melalui sambungan telepon “….” “Iya Mom, lagi di lampu merah kok. Ya udah ku matiin aja kalau gitu” “….” “Oke nanti Wenas beliin sebelum ke rumah Mom” Sambungan terputus dan Wenas kembali fokus pada jalanan di depannya setelah lampu lalutintas berubah warna menjadi hijau. Sampai di perempatan dekat sebuah Mall, Wenas menyalakan lampu seinnya ke kiri. Mobilnya berhenti di depan sebuah toko buah yang cukup lengkap dan menjadi langganan Mommynya “Mbak ada melon hijau?” tanya Wenas begitu masuk ke toko “Ada mas, baru datang tadi pagi. Mau berapa?” tanyanya “Satu aja mbk, sama jeruknya satu kilo sekalian” “Baik di tunggu ya mas” Wenas menganggukkan kepalanya dan duduk di kursi yang disediakan. Mengeluarkan poselnya dan membuka surat elektroniknya mungkin ada laporan dari kliennya. Tidak lama kemudian pesanan buah Wenas sudah di masukkan dalam kantong kertas dan sudah di hitung oleh kasir. “Sudah semua mas” ucap mbak kasirnya “Berapa mbak semua?” Wenas menyerahkan lembaran merah dua lembar dan menerima kembalian “Terimakasih mas” “Sama-sama, mari mbak” ucap Wenas mengangkat kantong kertas berisi buah yang dibelinya dan berbalik keluar toko Di saat Wenas akan masuk ke dalam mobilnya, ia mendangar suara perempuan memanggilnya seketika ia menoleh. Terlihat perempuan muda yang melambaikan tangannya dengan senyum riang. “Om Wenas” Dahi Wenas mengkerut, siapa gerangan perempuan muda yang meneriakkan namanya dan membuat atensi orang sekitar melihat pada Wenas. “Siapa lagi?” gumam Wenas Tanpa memperdulikan, Wenas segera masuk ke dalam mobilnya. Daripada ia semakin malu. Dengan agak tergesa, Wenas menginjak gas mobilnya dan melaju kencang. Sedangkan, perempuan yang memanggilnya tadi mengkerucutkan bibirnya, merasa diabaikan. “Udah sih Ve, lu bikin malu, noh kita dilihatin orang-orang” “Yah kan Ve niatnya pengen nyapa aja. Kita berdua ketemu secara gak langsung beberapa kali. Mungkin aja jodoh Lyr” Lyr yang mendengar celotehan Ve hanya mendengus pelan dan kembali memacu motornya setelah melihat lampu lalulintas berubah hijau. “Terserah lu dah Ve. Ini jadi ke Mall kan?” tanya Lyr mengalihkan pembicaraan “Gak deh, udah males. Pulang aja Lyr” ucap Ve lesu “Belanja aja kita, buat ospek bulan depan. Lu belum beli apa-apa kan?” ucap Lyr menyakinkan “Belum sih. Tapi, belinya besok aja. Udah gak selera buat belanja” jawab Ve “Ya udah sih, pulang ya?” tanya Lyr lagi Ve hanya menganggukkan kepala lesu. Tanpa bertanya lagi Lyr segera melajukan dengan laju motornya. -- Di kediaman Gia-Mamah dari Ve tengah duduk manis di depan televisinya. Beliau tengah asyik menonton serial drama Turki. Sedikit merilekskan keadaan diri setelah berkutat dengan desain baju pesanan dari beberapa langganannya. “Ve kemana ini, tadi dateng cuman naruh apa tadi ya” gumam Gia “Tadi katanya ada yang mau dibicarain, eh kayaknya tentang kuliah deh” ucapn Gia pada diri sendiri Serial yang tengah di tontonnya juga sudah habis. Di luar terdengar deru motor dan tidak lama Ve masuk diikuti Lyrna. “Mah, halooo” ucap Ve begitu masuk ke dalam rumah “Ve jangan teriak, Mamah di depan tivi” . . .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD