Bagian-3

757 Words
Bel baru berbunyi. Semua murid mulai membereskan perlengkapan belajarnya dan bersiap pulang. Begitupun Fara. Selesai memasukkan semua alat tulisnya, ia mulai melangkah meninggalkan kelas. Ia menunggu di depan kelasnya. Menunggu Bagas tentu saja. Memang siapalagi? Lengannya masih sakit. Tidak berdarah, namun jejak biru kehijauan tercetak jelas di sana. Pun dengan punggungnya. Ia bahkan tidak bisa sekedar bersandar ke dinding sangking sakitnya. Sepuluh menit berlalu, namun yang ditunggu tak kunjung datang. Tepat lima belas menit, derap kaki mendekat membuat Fara menoleh seraya tersenyum. Sedetik kemudian, senyum itu sirna. Karena bukan Bagas yang datang. "Far, Bagas belum selesai ngerjain tugasnya. Lo mau di sini atau nyamperin ke kelas?" Riyadhi-teman sekelas Bagas ternyata yang datang. Pantas saja Bagas belum muncul. Selesai memutuskan pilihan, Riyadhi pamit meninggalkan Fara seorang diri-lagi. Fara memilih menunggu saja karena kodisi badannya yang memang sangat lelah jika harus bergerak lebih banyak lagi. Ia membuka botol minumnya yang airnya masih tersisa sedikit lagi lalu ia teguk sampai tandas. Melihat jam lagi, Fara mulali memutuskan bangkit dari duduknya dan berniat menghampiri Bagas saja kalau begini. Sudah dua puluh menit ia menunggu. Bahkan murid lain mungkin sudah sampai di rumahnya dan beristirahat. Ia pun lelah sebenarnya. "Eh, hai Kak?" Anak itu lagi. Fara tersenyum kecil menanggapi. Kenapa ia belum pulang? Berusaha mengabaikan Yudha dengan berlalu pergi ternyata ia salah. Yudha malah mensejajarkan langkah dengannya. Berjalan berdampingan. Berdua. Tak mau terlalu percaya diri, Fara menghentikan langkah kecilnya. Berusaha beranggapan jika Yudha hanya kebetulan menyapanya saja lalu ia pergi meninggalkannya. Ternyata salah. Fara berhenti, pun begitu dengannya. Terlebih ia kini menatap Fara dari jarak yang tidak bisa dikata jauh ini. Gawat. Jantung Fara memompa lebih keras padahal ia tak sedang berlari. "Kakak kenapa?" Anak itu bertanya lagi. Fara jelas menjawab dengan gelengan. Berusaha meyakinkan Yudha bahwa ia baik-baik saja. Dan berusaha mengusir Yudha juga dengan cara halus. Tapi bagaimana caranya? "Aku nggak kenapa napa. Kamu duluan aja jalannya." Semoga ia paham. "Ah, nggak ah. Mau bareng aja." Gagal. Ia justru semakin menunjukkan cengirannya. Laki-laki ini menyebalkan. "Kakak mau pulang juga kan? Kenapa kita nggak bareng aja? Aku anterin. Ayok." Yudha cukup tahu diri untuk tidak menarik lengan gadis di hadapannya ini setelah tadi berkata bahwa risih akan kejadi di parkiran tadi pagi. Tapi Fara masih bergeming memandang Yudha dengan tatapan entah apa itu. "Nggak. Aku bisa pulang sendiri. Kamu duluan aja," Fara berusaha melanjutkan jalannya kembali. Seperti sebelumnya, Yudha masih setia mengikuti Fara dengan mensejajarkan langkahnya kembali. "Kenapa sih, Kak?" Ia tetap teguh dengan pendiriannya. "Ayok. Aku anter aja. Pulangnya ke mana?" "Tapi naik motor. Nggak papa?" "Yah, dicuekin. Padahal di sekolah dulu nggak ada yang berani nyuekin aku loh," Semua pertanyaannya tak ada satupun yang dijawab oleh Fara. Ia hanya melihat heran ke arah Yudha. Ah, aneh lebih tepatnya. Adakah laki-laki seperti Yudha yang baru saja kenal sudah berani berkata sebawel itu terhadap lawan jenisnya? Meskipun Fara sudah menggeleng dan menolak secara halus ajakan Yudha, tetap saja ia memaksa. Tidak ada pilihan selain memberikan nomor handphonenya kepada laki-laki cerewet di hadapannya ini. Karena itu yang diminta Yudha sebagai ganti ia tidak mau diajak pulang bersama. "Oke. Makasih ya, Kak Far-" ponselnya terjatuh akibat tepisan seseorang. Mulut Yudha membulat tak percaya. Itu ponsel baru ia beli dua hari lalu. Tapi lelaki penyebab jatuhnya ponsel Yudha tidak merasa bersalah sama sekali. Ia justru menarik lengan Fara agara menjauh dari Yudha. "Gas, kamu ngapain?" "Kamu yang ngapain?!" "Santai bro! Dan nggak usah kasar ya sama cewek," Bagas mendelik marah pada Yudha. Tatapan meremehkan juga kebencian. Apa katanya? "Ayo pulang!" Bagas tidak membalas perkataan Yudha. Ia menarik lengan Fara agar menjauh dari sana. Ia tidak suka apa yang sudah menjadi miliknya diambil orang lain. Miliknya tetap miliknya. "Woi! Santai dong, jangan tarik itu tangan si Mbaknya. Kasian." Yudha menyalip langkah mereka. Ia menghalangi jalan Bagas dengan berdiri di depan Bagas. Dengan cengirannya tentu saja. "Minggir!" "Nope!" "Gue bilang minggir!" Oh tidak. Bagas kembali terpancing dan Fara tidak tahu harus melakukan apa. Jika saat berdua dengannya ia bisa mengalah. Tapi sekarang, sepertinya Yudha juga seorang yang berpendirian teguh sama seperti Bagas. "Sudah ya, ayo pulang," Fara berusaha menarik Bagas dari sana agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Bagas masih memandang ke depan. Tempat di mana Yudha berdiri dengan kaki disilangkan juga tangan yang menopang tubuhnya pada tembok disampingnya. "Kalo mau bawa pulang cewek, pake cara alus aja ya. Jangan kasar-kasar. Kasian tuh cew-" ucapan Yudha terhenti akibat dorongan di dadanya. Ia terkekeh lalu berdiri tegak setelah kehilangan keseimbangan tubuhnya. "siapa lo?!" Bagas meradang. "Sudah Bagas. Ayo pulang, pulang," Fara melirih, tak ingin lagi kejadian tadi pagi terulang kembali. "Kenal sama cowok ini?" Ucapannya sangat dingin dan Fara hanya mematung selaras dengan darah yang mengalir dari hidung. Fara menggeleng dengan tubuh yang luruh. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD