Prolog
Pada prinsipnya setiap orang tentu saja menginginkan sesosok pasangan impian, pasangan idaman yang didambakan, begitu juga yang dirasakan oleh Ilona. Sejak masih muda, perempuan berusia dua puluh empat tahun itu begitu mendambakan sosok tampan dan berwibawa, sosok yang begitu hangat, penyayang dan mampu membuat jantungnya berdebar sempurna.
Ilona terlalu mengada-ada? Berhalusinasi memimpikan sosok sempurna seperti itu?
Tentu saja, tidak. Ilona mampu menggambarkan pria idamannya sebagai sosok sempurna seperti itu bukan tanpa alasan, bukan hanya ilusi yang selalu teman-temannya ungkapkan ketika ia berbicara tentang hal itu. Akan tetapi Ilona memang pernah menemukan sosok pria seperti itu, seseorang yang begitu tampan, berwibawa, hangat, perhatian dan tentu saja sangat mempesona. Sosok yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama, sosok pria impian yang tak pernah tergantikan dari masa ke masa.
Sembilan tahun sejak Ilona bertemu dengan pria itu, tapi tidak sekali pun ia dapat menemukan sosok tampan tersebut. Terlebih Ilona tak tahu namanya sama sekali. Pengetahuannya tentang pria itu begitu dangkal, ia hanya tahu pria itu adalah seorang pengusaha yang memiliki anak perempuan bernama Mia.
Ya, setidaknya itu yang dapat ia simpulkan. Karena pada pertemuan pertama mereka, gadis kecil itu memanggil pria tersebut dengan sebutan Daddy.
Ketika sembilan tahun kemudian mereka bertemu, akhirnya Ilona tahu sosok itu bernama Edward, seorang pebisnis kaya raya sekaligus ayah tunggal yang memiliki sepasang anak kembar bernama Max dan Mia. Sosok yang ternyata begitu dingin, tegas dan tidak tersentuh. Sikap hangat, perhatian dan penyayang yang sempat ia pikir melekat dalam diri pria itu, ternyata hilang seolah pertemuan mereka di masa lalu benar-benar hanya sebuah ilusi semata.
“Apa ini?”
“Kau tidak buta huruf.”
Ilona mendengus lagi kemudian membuka dokumen tersebut. Ternyata sebuah lembar perjanjian dan juga beberapa peraturan yang harus ia sepakati.
Ilona mendesis. “Berlebihan. Tanpa perjanjian ini pun aku tahu posisiku. Aku perempuan berpendidikan, dan tentu saja aku memiliki sopan santun.”
“Kau tidak terlihat seperti itu.”
Menyebalkan? Ya, sangat.
Tapi apakah Ilona akan menyerah menghadapi Edward? Tentu saja tidak. Ilona melakukan segala cara untuk mendapatkan Edward, untuk meruntuhkan dinding tinggi yang Edward bangun. Akan tetapi ketika Ilona pikir akan berhasil meruntuhkannya, ada satu variable yang Ilona lupakan, yang kemudian membuat perjalanan cintanya tersandung berbagai halangan dan rintangan. Yaitu tentang perempuan yang melahirkan si kembar.
Siapa Ibu dari Max dan Mia? Kenapa bahkan di rumah ini tidak ada foto keluarga lengkap sama sekali?
Dari seluruh informasi yang ia miliki, Edward belum pernah menikah, Edward bahkan tidak pernah tersandung kasus skandal percintaan sekalipun pria itu memiliki banyak teman perempuan. Sampai begitu banyak kemungkinan yang Ilona pikirkan, dari mulai pernikahan rahasia hingga hubungan gelap. Sampai—
“Siapa kau? Ada urusan apa kau datang ke rumah ini?”
Perempuan itu tersenyum tipis. “Aku Miranda, aku datang untuk bertemu kedua anakku.”
Bagai tersambar petir di musim panas. Ilona benar-benar terkejut. Ilona tak pernah menduga sosok perempuan itu akan kembali di saat dirinya berada di samping Edward. Terlebih sikap Edward yang begitu hangat pada Miranda, sangat berbeda jauh dengan sikap Edward terhadapnya.
Tidak hanya itu, satu persatu masa lalu Edward mulai terkuak, menyisakan rasa terkejut yang luar biasa. Ilona begitu tercengang, masa lalu Edward yang tidak pernah bisa ia tebak sama sekali membuatnya terjebak dalam sebuah pertarungan antara hidup dan mati.
Pada akhirnya kisah seperti apa yang akan Ilona hadapi? Apakah penantian sembilan tahunnya akan berakhir sia-sia?