bc

Never Seduce A Sugar Daddy

book_age18+
8.1K
FOLLOW
225.9K
READ
billionaire
possessive
one-night stand
dominant
scandal
submissive
bitch
drama
city
asexual
like
intro-logo
Blurb

21+

Harap bijak dalam memilih bacaan!

Milla telah diputuskan Raffi-sialannya-bukan-Ahmad dengan alasan paling pasaran sedunia, kamu terlalu baik buat aku. Siapapun tahu alasan itu hanya bualan agar para perempuan nggak mengamuk karena para pria nggak lagi menemukan hal menarik dari si perempuan.

Namun Milla bersumpah nggak akan mengubur diri dalam air mata patah hati. Dia akan memanfaatkan kesempatan ini untuk lebih bahagia.

Dalam list Milla yang baru, mendapatkan s********y masuk dalam prioritas. Sayangnya, dia lupa mencantumkan kriteria detail s********y impiannya dan semua berubah total.

"Aah, Om, tolong pelan-pelan."

"Saya ingin membawa kamu ke surga."

"Om, aah, jangan."

"Bersiaplah."

Kamu pun harus ikut menyiapkan diri. Baca saat kamu siap memasuki petualangan nakal Milla. Hanya untuk yang siap mental!!

chap-preview
Free preview
#1
“Maaf, kamu terlalu baik buat aku.” Aura kembali terbahak setelah mengulang alasan Raffi meminta putus dariku malam minggu lalu. Aku mendengkus, nggak sanggup berkata-kata lagi. Sumpah ya, aku merasa sedang kena karma karena sering menertawakan cewek-cewek yang bangga menyebarkan kabar kekasih mereka hengkang akibat ceweknya terlalu baik. Sekarang aku mendapat kalimat yang sama untuk kandasnya hubunganku dan Raffi, tapi aku nggak merasa bangga. Alasan itu dipakai sebagai bentuk memperhalus kondisi si cewek yang sudah tidak attractive lagi di mata cowoknya. Dan para cowok itu terlalu mengenal cewek sehingga menolak hal-hal ribet semacam nangis histeris dan tuduhan-tuduhan lebay. Kemudian hadirlah alasan ini agar cewek mereka nggak ngenes banget pas diminta putus. Raffi-sialannya-bukan-Ahmad pun menggunakan alasan itu tiga hari lalu dan berpikir kami akan pisah baik-baik. Woah, aku ingin menjabat tangannya sekarang dan bilang lo plagiat banget, tolong lain lebih kreatif bikin alasan. Pikir-pikir, ogah ah ketemu lagi. Gengsiku dibikin anjlok dan harga diriku sudah pecah karena ulahnya. Aku nggak mau lagi berurusan dengannya. Menurut kata bijak yang aku catut dari gosip Bu Romlah, biar Tuhan yang kasih dia balasan. Aku mah duduk saja di sini sembari menerima tatapan kasihan Kirman dan dijadikan bahan roasting Aura. “Lo menduga siapa cewek di balik perubahan sikap Raffi?” Kirman dengan sepuluh persen sisa tenaganya bertanya. Aku kasihan pada Kirman. Dia bangun pagi, bersih-bersih rumah, bantu masak, lalu bekerja di salon Dolphin & Lavender dari pukul delapan sampai lima sore. Sementara ibunya, si pemilik salon Dolphin & Lavender, sibuk arisan, ngerujak, dan nimbrung aktivitas lain ibu-ibu kompleks. “Kayaknya teman satu kantonya,” jawabku yang mengingat pernah beberapa kali melihat telepon masuk di hape Raffi-sialannya-bukan-Ahmad berasal dari nama kontak perempuan. “Apa alasan lo menduga teman kantornya?” tanya Aura yang ikutan tertarik. “Beberapa kali gue lihat Raffi menerima telepon dari cewek itu. Namanya, gue rasa, Hanum. Gue pernah angkat telepon cewek itu dan Raffi kelagapan waktu itu, tapi gue belum menduga ke sana. Sejak saat itu, Raffi mengunci aplikasi pesannya dan mengubah pattern hapenya.” “Oh, jenius.” Kirman menyeringai. “Alasan putus yang pasaran dan terlalu tidak profesional untuk berselingkuh.” “Lo beruntung mengenal wajah asli Raffi sebelum naik pelaminan,” lanjut Kirman penuh kemenangan. “Mungkin lo lupa,” sela Aura dengan telunjuk mengacung ke langit-langit salon. “Nyokap Milla nggak menyukai Raffi jadi, sepuluh persen kemungkinan mereka naik pelaminan.” Kirman memicing nggak suka pada ucapan Aura. Seperti biasa, Aura menambahkan kekacauan dengan ucapannya lagi. “Sekarang Milla dan Raffi nol persen kemungkinan ke pelaminan.” Kirman membuang muka, tampak letih harus berdekatan Aura. Aku mengulum senyum geli. Dalam lingkaran perteman kami, Kirman memang sering nggak menyukai ide-ide Aura dan Aura selalu buta pada sikap Kirman yang ‘bomat lo mau ngomong apa’. “Jadi, lo sudah memikirkan apa yang mau lo lakukan sekarang?” tanya Kirman. “Tentu saja Milla harus ngasih tahu nyokapnya. Apa lagi?” Aura mengambil porsiku menjawab. Aku dan Kirman melirik Aura agak dongkol dan dia membela diri lewat omongan, “Apa? Gue nggak salah bicara. Lo akan ngasih tahu nyokap lo soal kalian putus, kan?” “Dan membuat nyokap gue bahagia karena ucapannya selama ini terbukti?” sanggahku agak emosi. “Ucapan...” Aura mengernyitkan alis, menatap ke atas, dan berpikir. Berikutnya, dia menyerah dan bertanya, “Apa?” “Lo nggak pernah memerhatikan!” tuduh Kirman sambil menggeleng. “Nyokap Milla selama ini menilai Raffi nggak baik.” “Gimana bisa Bu Siti berpikir Raffi nggak baik?” “Akh, gue capek nimpalin.” Kirman berdiri. “Lo mau minum teh atau kopi?” tanyanya padaku. “Teh manis atau kopi s**u,” jawabku. “Lo?” Kirman mengibaskan tangan saat Aura hendak menjawab. “Gue siapkan air kobokan buat lo.” “Man, jangan rasis dong!” Aura nyolot. “Namanya bukan rasis. Gue bersikap pilih kasih yang dalam bahasa Inggris disebut unfair. Unfair. Un. Fair.” Kirman menunjuk-nunjuk hidung Aura, lalu pergi membawa tropi kemenangan dalam adu kata. “Lo yakin Kirman menggunakan kata yang tepat?” Aura bertanya setelah Kirman menghilang di pintu penghubung salon dan rumahnya. “Kalau bukan rasis, mungkin sexiest?” “Itu juga salah,” jawabku sambil nyengir. “Uh, whatever. Balik ke topik kenapa Raffi nggak baik versi nyokap lo. Apa alasannya?” Aku menarik napas, teringat pada komentar-komentar Ibu selama ini. “Nyokap nggak suka sama mamanya Raffi dan beranggapan putranya juga sama.” “Apa salah mamanya Raffi?” “Dulu, pas Raffi sekeluarga baru pindah ke kompleks ini, mamanya Raffi menunjukan minat ke gue, tapi mamanya kepo ke nyokap soal pekerjaan bokap dan berapa penghasilan bokap. Menurut nyokap, itu hal sensitif yang tanpa tahu malu ditanya di awal perkenalan. Sejak saat itu, nyokap antipati sama mamanya Raffi. Sikap mamanya Raffi pun bikin nyokap malas. Lo tahu sendiri, mamanya Raffi gabung kumpulan ibu-ibu gosip tukang sayur dan pernah sekali adan tetangga yang menyampaikan ke nyokap kalau mamanya Raffi ngomongin bokap yang nggak kerja serta gue yang nggak kerja.” “Wait! Gimana bisa lo dibilang nggak kerja? Ok, bokap lo memang nggak kerja, tapi dia punya kolam ikan dan kebun kangkung.” Aku menggeleng. “Buat mamanya Raffi, pekerjaan gue sebagai freelance buyer bukanlah pekerjaan. Pekerjaan itu jadi karyawan di kantoran. Dan bokap yang punya kebun dan kolam itu nggak meyakinkan secara finansial.” “Auw, tuduhannya sungguh nggak berdasar,” komentar Aura. “Lo harus menunjukan hasil jerih payah lo jadi freelance buyer buat isolasi mulut-mulut usil begitu,” tambahnya. “Nggak perlu.” Aku menolak saran Aura yang menurutku kampungan banget. Yakali, aku harus ikutan tren seleb yang pamer isi rekening di ATM ke warga sekompleks? Yang ada, aku jadi sasaran orang-orang yang butuh mengutang. Bukannya aku mau berpikir jahat kepada orang-orang yang kepepet urusan pinjam-meminjam, tapi beneran deh, kebanyakan yang langganan menghutang di kompleks kami itu tipe yang pinjam mau nah bayar ogah. Nyesek dong hati Rapunzel kalau uang yang niatnya membantu malah nggak balik. Lebih baik sekalian bilang minta derma agar yang meminjamkan nggak ikut dosa karena nggak ikhlas uangnya nggak dikembalikan. “Sudah sampai mana?” Kirman datang membawa satu nampan berisi tiga gelas putih dan satu piring gorengan. “Cakwe!” Aura berseru girang melihat gorengan apa yang dibawa Kirman. Aku mencomot satu dan mencocol ke dalam kuah saus. Patah hati boleh. Urusan makan jangan ketinggalan lah. Aku nggak bodoh banget untuk menyia-nyiakan kenikmatan duniawi karena ulah Raffi-sialan-bukan-Ahmad. “Going better?” tanya Kirman saat aku sedang mengunyah. “Lo beranggapan gue akan hilang nafsu makan?” Aku tertawa meremehkan. “Gue sakit hati, tapi menolak makanan gratis dari Kirman? Nggak deh.” Kirman dan Aura menatapku sangsi. Aku tahu siapapun nggak akan percaya bahwa aku baik-baik saja sekarang. Aku pun nggak percaya. Kalau ada santet online Lazada, tentu aku sudah beli jasa itu untuk menghajar Raffi-sialannya-bukan-Ahmad, tapi gunanya apa sekarang? Aku akan tetap sakit hati, lalu balas dendam dan tetap sakit hati. “Gue butuh solusi,” kataku akhirnya. “Cari sugar daddy dan pamer depan Raffi,” jawab Aura sembarangan. Aku menjentikan jari. “Itu dia. Gue belum pernah punya sugar daddy.” “APA?!” Kirman dan Aura memekik bersamaan. Wow, pertama kalinya mereka bisa kompak mengemukakan pikiran. Aku menyeringai penuh kemenangan. Sugar daddy, siapa pun kamu, tunggu aku di sana! pikirku licik.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

I LOVE YOU HOT DADDY

read
1.1M
bc

Hubungan Terlarang

read
501.9K
bc

My Husband My Step Brother

read
54.9K
bc

FORCED LOVE (INDONESIA)

read
599.0K
bc

I Love You Dad

read
283.2K
bc

SEXY LITTLE SISTER (Bahasa Indonesia)

read
308.4K
bc

✅Sex with My Brothers 21+ (Indonesia)

read
929.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook