Episode 2

1428 Words
"Gue gak minat sama sekali." Ujar Emily dingin sambil menepis tangan Dara.  "Kenapa sih? Kok lo sebegitu gak sukanya sama Andrian? Berapa banyak banget loh cewek yang naksir sama dia, kok lo malah biasa aja. Apalagi dari cewek yang suka dan tergila-gila sama Andrian, cuma lo yang dingin sama dia." Dara yang semakin menatap jeli wajah Emily dengan rasa keheranannya.  "Gue aneh deh sama lo, bahkan sama semua cewek yang suka dan tergila-gila sama Andrian. Apa bagusnya sih suka sama dia yang cuma modal tampang nya doang."  Emily berbalik membelakangi Dara yang sudah berbicara tidak jelas itu, dan kembali melangkah menjauh dari Dara.  "Et dah, mau kemana? Tunggu gue."  "Mau balik ke perpus."  Dengan lirikan sebelah matanya, Emily kembali melanjutkan langkahnya.  "Tungguin gue, gue mau ikut," sahutnya. "Selain modal tampang, Andrian juga terkenal sama kekayaan hartanya."  Ujar Dara yang mengejar Emily, dan berjalan ke perpus berdampingan.  "Palingan juga itu harta milik ayahnya."   Dara menghentikan langkahnya serentak, tatapan Dara yang membuat Emily ikut berhenti melangkah. Emily berbalik melihat Dara kebelakang yang jaraknya tidak jauh, hanya berbeda 2 langkah saja dengan Emily.  "Iya juga sih ya. Tapi ya kan dia tetep aja tajir." Ujar Dara sambil mengangguk-angguk  seperti orang bodoh yang sedang berfikir.  "Ya sama aja, kalau dia belum bekerja sendiri, berarti masih harta milik orang tuanya. Mau segimana kayapun itu tetep bukan harta milik dia."  "Tapi ,," Ujar Dara. "Mau ikut gak? Kalau mau udah jangan bahas soal cowok itu lagi di depan gue, gue risih soalnya."  Potong Emily sebelum menyelesaikan pembicaraan Dara.  "Belum juga beres ngomong udah maen sambet aja. Awas loh hati-hati nanti malah balik suka." Emily menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Dara sinis, sedangkan Dara menutup mulut dengan sebelah tangannya.  "Gak bakalan tertarik gue sama cowok itu."  Emily kembali berbalik dengan mata yang tajam dan kembali berjalan menuju perpustakaan,  melangkah pergi  meninggalkan Dara yang masih diam tak bergerak.  Tak ada yang membuat Emily Beatrix tertarik dengan masalah itu, tujuan sekolahnya pun memang benar-benar, tidak seperti teman-teman lain yang suka mencampuri sekolah dengan hal atau urusan yang lain. Emily hanya  belajar, tapi bukan berarti dia tidak gaul juga, hanya saja ia bisa menyesuaikan mana dirinya saat disekolah dan mana saat diluar sekolah.  Daisy yang duduk di atas meja, dengan dua sahabatnya yang sedang asik mengobrol dikursi yang ada di samping Daisy. Sekarang Daisy tidak lagi sama dengan Daisy yang dulu bisa selalu mengalah hanya untuk mendapatkan cintanya Andrian, Daisy yang sekarang juga memang masih mengagumi Andrian namun cara untuk mendapatkannya yang berbeda. Siapapun cewek yang berhasil merebut Andrian, atau sampai memiliki hubungan dengan Andrian, Daisy tidak akan segan untuk terus membuat cewek itu menderita. Mungkin juga karena rasa sakitnya yang diterima Daisy kemarin-kemarin, membuat Daisy kembali bangkit menjadi cewek yang ganas dan kasar.  "Berisik, diem napa." Bentak Daisy untuk dua sahabatnya Yang sejak tadi haha hihi gak jelas.  "Sensi banget mbak, lagi datang bulan ya." Balas Viona yang malah menganggap canda.  Hari ini memang jam pelajaran kosong, tidak ada satupun guru yang masuk ke kelas mereka.  "Kenapa sih? Hari ini lo kayaknya bet mood banget."  Ujar Stephani seraya menggeserkan bangku yang didudukinya semakin dekat dengan meja yang Daisy duduki. Daisy hanya melirik sebelah mata saja, tidak menjawab satu katapun pertanyaan dari Stephani tadi. Keriuhan dikelasnya pun semakin nyaring ditelinga, tidak sedikit juga cewek-cewek yang ada disekolah yang masih membahas tentang kejadian Daisy kemarin. Banyak anak  cowok juga yang tidak suka dengan Daisy, tentu saja hal itu cukup membuat Daisy merasa benci kepada Andrian, namun tidak akan menghilangkan rasa cintanya. Dengan begitu Daisy bisa melampiaskan semua kebenciannya kepada cewek yang merebut Andrian Ansell.  Kecantikan Emily Beatrix mengalahkan seorang Daisy, namun Emily lebih memilih menjadi pendiam dibandingkan harus centil seperti Daisy. Hobi Emily saat disekolah hanya membaca buku di perpustakaan, selain itu dia hanya diam sendiri ditaman yang hanya terdapat dua pohon pinus dengan daun yang anggun disertai dengan udara yang menyejukkan suasana. Taman itu bahkan Emily jadikan sebagai tempat untuk menenangkan pikirannya yang sedang tak karuan, dan kekacauan yang  melanda dirinya.  Rambut panjang hitam pekat yang terangkat terbawa dengan sayupan angin segar, badan yang terduduk dikursi besi, dilengkapi dengan tatapan yang tenang, membuat Emily semakin betah duduk di tempat itu.  "Tuhan memang luar biasa, dia menciptakan alam yang begitu indah seperti ini, yang bisa membuat penghuninya tenang saat  sedang kacau."  Bicara Emily dan melihat sekeliling alam yang indah itu, seraya memberikan senyum indah untuk alam yang membuat mentari yang sudah tepat ada di atas kepalanya pun ikut memberikan sinar indahnya untuk membalas senyum indah dari Emily. Lamanya duduk ditaman sudah membuat Emily tenang untuk hari ini, akhirnya Emily memilih untuk kembali ke kelas sekalian menghampiri Dara yang sudah dia tinggal sejak tadi.  Ketika Emily sampai di lorong dekat kelasnya, Emily menabrak seorang cowok yang membuat Emily tersungkur jatuh di tanah. Membuat Emily sedikit meringis sakit, dan baju yang lumayan agak kotor karena bersentuhan dengan tanah yang lembab.  Andrian itu memberikan pertolongan untuk Emily, menyodorkan satu tangan agar bisa membantu Emily terbangun dari tanah yang kotor itu, namun Emily tidak memperdulikan tangan cowok yang jadi perhatian itu, malah Emily berdiri dengan sendirinya lalu melangkah pergi dari Andrian.  Tak ada satu kata pun yang terucap dari bibir Emily, bahkan menerima bantuan dari Andrian pun Emily tidak menggubrisnya. "Sialan, baru kali ini gur ditolak mentah sama cewek."   Ujar Andrian kesal, seraya mengepalkan tangannya dengan keras.  "Wih, sadis bener tu cewek."  Sambung Revan dengan mata yang tertuju ke cewek itu, hingga membuat kepala Revan setengah memutar, dan disertai dengan tawa yang geli.  "Kenapa ya? Kan cewek-cewek disini pada gila semua sama  lo dri,kok yang ini beda ya! "  Sahut Rio yang malah ikut-ikutan menjadi kompor untuk Andrian.  Tidak biasanya ada cewek yang merlakukan seperti itu kepada  Andrian, biasanya juga cewek banyak yang berebut untuk mendapatkan perhatiannya.  "Bro, gimana kalau kita jadiin taruhan aja tu cewek."     Ujar Revan seraya menepuk pundak Andrian.  "Taruhan gimana maksud lo?"  Andrian yang mulai tak paham dengan apa yang dibicarakan.  "Hah, lo ma cuma maju doang yang tampan tapi otaknya bego."  Dengan tanpa aba, Andrian langsung melepaskan tangan Rio dengan kencang.  "Ih bego, sakit." Rio mengusap-usap memegang seraya meringis menahan rasa sakit yang dipukul Andrian tadi.  "Ya alih mau morotin lo, tapi lumayan kan cewek yang tadi nabrak lo juga cantik malah menurut gue lebih cantik dari Daisy," Sahut Revan, dan Andrian hanya diam menunggu. "Ya maksud gue kita jadiin cewek itu taruhan, kalau gue cewek itu harus berhasil lo dapetin, gue sama Rio yang bakalan bayar lo, dan kalau misalnya lo tetep ditolak sama cewek itu, lo mana harus bayar kita sama, gimana?"  "Dengan senang hati, gue setuju." Sambung Rio.  Andrian memiliki banyak arti, pertama Andrian tidak yakin bakalan bisa dapetin Emily, sedangkan tadi saja Emily sebaliknya menolak bantuan Andrian penuh mentah, dan untungnya itu tidak dihilangkan banyak orang, hanya saja sekarang terkait dengan kemungkinan saat ini harga diri Andrian sudah terinjak-injak oleh Emily. Yang ke dua Andrian tidak begitu tertarik dengan taruhan ini, soal soal cewek yang perlu diajak kencan juga banyak yang meminta terlebih dahulu ke Andrian. Jika soal kekalahan, Andrian tidak perlu takut lagi sampai harus mengeluarkan uang lumayan, karena biasanya juga Andrian selalu didampingi dengan uang.  "Oke."  Sahut Andrian tanpa ragu lagi, semoga saja Andrian bisa diterima tanpa susah payah.  "Oke diel, ya."  Ujar Revan seraya menyodorkan tangan untuk bersalaman sebagai tanda persetujuan mereka.  "Oke, tapi taruhannya cuma berlaku sampe bisa gue dapetin itu cewek ya, kalau udah selesai dan ada yang berhasil dari salah satu kita, kita langsung akhiri semuanya. Ini kan cuma bisa beli doang."  Andrian lalu membalas salam tanda persetujuan dari ke dua sahabatnya.  "Iya iya bawel ke cewek, lagian kalau gantinya juga gak papa kali. Selain lo dapet uang dari kita-kita juga lo dapet cewek cantik kayak dia."  Hubungkan Rio, coba dengan tawa mengejek.  "Gue gak tertarik, dari sikap dingin sama cuek nya aja udah bikin gue gedek liatnya. Gue nerima persaingan ini juga demi lo, lo pada bukan karena alasan gue juga suka sama cewek ketus itu."  Revan tertawa puas mendengar ocehan seorang Andrian Ansell, yang biasanya selalu paling suka menang dalam menaklukkan perasaan cewek, tapi kali ini malah Andrian yang merasa nyaman karena mengabaikan seorang cewek.  "Hati-hati dri nanti malah suka beneran."  Ejek Rio, dibarengi dengan Revan yang tertawa mendengar ucapan Rio kepada Andrian.  "Gua rasa juga bakalan gitu ujungnya, kayak di film-film."  Andrian menatap tajam wajah mereka berdua, membuat Revan dan Rio semakin ingin tertawa sekencangnya, dan semakin takut mereka berdua malah semakin menjadi-jadi.  "b*****t lu pada."  Andrian lalu mulai memilih untuk pindah pergi yang sudah mulai gila.  Sebenarnya Andrian tidak nyaman dengan apa yang diinginkan temannya, namun karena Andrian gambar sahabat yang paling memiliki solidaritas yang tinggi bagi mereka, bahkan apa pun yang mereka inginkan, Andrian selalu mengabulkannya. Anda juga dapat, Revan dan Riolah yang dapat selalu ada Andrian sedang kesepian, dan juga disaat Andrian sedang melarikan diri dari rumah, Andrian juga dapat semangat dari mereka Andrian bisa menggunakan ini, masalah pergaulan saja Andrian tidak bisa mengendalikan diri sendiri . Entah dari mana? Dan entah sejak kapan Andrian sering menyakiti perasaan cewek dengan kasar. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD